Dalam Pasal 8 Undang-Undang SPPA, bahwa diversi dalam perkara anak dilakukan untuk beberapa tujuan, yaitu:
• Mencapai perdamaian antara korban dan Anak;
• Menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;
• Menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;
• Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
• Menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.
Dikutip dari pn-bantul.go.id, menurut PERMA 4 tahun 2014, Musyawarah Diversi adalah musyawarah antara pihak yang melibatkan Anak dan orang tua/wali, korban dan/atau orang tua/walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional, perwakilan dan pihak-pihak yang terlibat lainnya untuk mencapai kesepakatan diversi melalui pendekatan keadilan restoratif.
Dalam PERMA 4 tahun 2014 dijelaskan bahwa Diversi diberlakukan terhadap anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah berumur 12 (dua belas) tahun meskipun pernah kawin tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun, yang diduga melakukan tindak pidana (pasal 2).
Sedangkan Fasilitator adalah hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan untuk menangani perkara anak yang bersangkutan.
Diversi adalah pengalihan proses pada sistem penyelesaian perkara anak yang panjang dan sangat kaku.
Mediasi atau dialog atau musyawarah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam diversi untuk mencapai keadilan restoratif.
Penghukuman bagi pelaku Tindak Pidana Anak tidak kemudian mencapai keadilan bagi korban, mengingat dari sisi lain masih meninggalkan permasalahan tersendiri yang tidak terselesaikan meskipun pelaku telah dihukum.
Melihat prinsip-prinsip tentang perlindungan anak terutama prinsip mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak maka diperlukan proses penyelesaian perkara anak diluar mekanisme pidana atau biasa disebut diversi.
Institusi penghukuman bukanlah jalan untuk menyelesaikan permasalahan anak karena justru di dalamnya rawan terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak anak.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu acara dan prosedur di dalam sistem yang dapat mengakomodasi penyelesaian perkara.
Salah satunya adalah dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif, melalui suatu pembaharuan hukum yang tidak sekadar mengubah undang-undang semata tetapi juga memodifikasi sistem peradilan pidana yang ada, sehingga semua tujuan yang di kehendaki oleh hukum pun tercapai.
Salah satu bentuk mekanisme restoratif justice tersebut adalah dialog yang di kalangan masyarakat Indonesia lebih dikenal dengan sebutan "musyawarah untuk mufakat”.
Sehingga diversi khususnya melalui konsep restoratif justice menjadi suatu pertimbangan yang sangat penting dalam menyelesaikan perkara pidana yang dilakukan oleh anak.
Jika kesepakatan diversi tidak dilaksanakan sepenuhnya oleh para pihak berdasarkan laporan dari Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan, maka Hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan sesuai dengan Hukum Acara Peradilan Pidana Anak.