TRIBUNSOLO.COM -- Aktivitas tidur siang hari sampai sore umum dilakukan Umat Muslim di Indonesia untuk menunggu waktu berbuka puasa.
Namun yang acapkali jadi pertanyaan adalah, apakah tidur seharian dapat membatalkan puasa Ramadhan sekaligus mengurangi pahalanya?
Selama puasa Ramadhan, terkadang banyak orang yang menghabiskan hari-harinya untuk tidur seharian penuh agar bisa cepat bertemu waktu buka puasa.
Baca juga: Febby Rastanty Biasanya Kerja Terus saat Bulan Puasa, Tahun ini Sengaja Kurangi Pekerjaan
Beberapa orang menyebut alasan tidur seharian adalah karena mengurangi rasa lelah dan lapar.
Menurut Pakar Usul Fiqh Universitas Darussalam (Unida) Gontor, Mulyono Jamal, tidur saat bulan Ramadhan baik sebentar atau sepanjang hari, tidak membatalkan puasa.
Namun yang perlu menjadi perhatian adalah apabila seorang Muslim sampai melewatkan salat dan kewajiban lainnya.
"Tidurnya itu sendiri sebenarnya tidak membatalkan puasa. Jam-jam puasa yang yang merupakan kesempatan baik untuk mendapatkan pahala besar, tapi disia-siakan ya rugi besar-lah," kata Jamal dikutip dari Kompas.com.
Jamal mengatakan, seorang Muslim yang berpuasa, tidurnya di bulan Ramadhan saja bernilai ibadah.
Meski demikian, tentu akan menjadi lebih banyak pahala bagi seseorang yang memperbanyak amalan lainnya di bulan Ramadhan.
Baca juga: Asal Usul Istilah Mokah yang Populer di Solo Tiap Ramadhan, Ternyata dari Bahasa Ini
"Orang puasa, kalau tidurnya saja (pasif) sudah dinilai ibadah, maka amal ibadahnya (aktif) pahalanya jauh lebih banyak, lebih besar. Perlu dikejar," pungkas dia.
Selain itu, pendapat mengenai tidak berkurangnya pahala seseorang yang tidur seharian saat berpuasa Ramadhan ini juga disepakati dalam pandangan ulama bermadzhab Syafi'i.
Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab (6/384) menjelaskan:
إِذَا نَامَ جَمِيعَ النَّهَارِ وَكَانَ قَدْ نَوَى مِنَ اللَّيْلِ صَحَّ صَوْمُهُ عَلَي الْمَذْهَبِ وِبِهِ قَالَ الْجُمْهُورُ وَقَالَ أَبُو الطَّيِّبُ بْنُ سَلْمَةَ وَاَبُو سَعِيدٍ الْاِصْطَخْرِىُّ لَا يَصِحُّ وَحَكَاهُ البَنْدَنِيجِىُّ عَنْ ابْنِ سُرَيْجٍ اَيْضًا وَدَلِيلُ الْجَمِيعِ فِي الْكْتَابِ
Artinya, “Apabila seorang yang berpuasa tidur sepanjang hari sedangkan ia telah berniat puasa pada malam harinya, maka puasanya sah. Demikian menurut pandangan madzhab Syafi‘i, dan pandangan ini juga dianut oleh mayoritas ulama. Tetapi, menurut Abu Thayyib bin Salamah dan Abu Said Al-Ishthakhriy puasa seperti itu tidaklah sah. Sedangkan Al-Bandaniji juga meriwayatkan pandangan ini dari Ibnu Suraij. Dalil semuanya bersumber dari Al-Qur'an.”
Berbeda jika ada waktu untuk tidak tidur meski hanya sedikit, maka para ulama sepakat puasanya tetap sah. Imam an-Nawawi melanjutkan (6/384):
وَاَجْمَعُوا عَلَى اَنَّهُ لَوْ اسْتَيْقَظَ لَحْظَةً مِنَ النَّهَارِ وَنَامَ بَاقِيهِ صَحَّ صَوْمُهُ
Artinya, “Dan mereka (para ulama) telah bersepakat bahwa apabila seorang yang berpuasa bangun sebentar dari tidur di siang hari, kemudian tidur lagi, maka sah puasanya.”
(*)