Laporan Wartawan TribunSolo.com, Tri Widodo
TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI - Warga yang terdampak proyek Tol Solo-Jogja sudah mulai menyesuaikan dengan lingkungan yang baru.
Namun tidak dengan Gunawan.
Salah satu warga Dukuh Klinggen, Desa Guwokajen, Kecamatan Sawit, Boyolali.
Tanah dan rumah tempat tinggalnya selama puluhan tahun sudah tak ada.
Terkubur oleh jalan tol Solo-Jogja yang membentang dari Utara ke selatan.
Namun, jangankan menyesuaikan dengan lingkungan yang baru, mencairkan uang ganti rugi (UGR) sebesar Rp 562.172.988 sulitnya minta ampun.
Iya, dia belum bisa mencairkan UGR yang telah dititipkan ke Pengadilan Negeri (PN) Boyolali.
Syarat untuk melakukan pencairan masih belum lengkap.
Tanah pemberian almarhum ayahnya masih disengketakan oleh kedua adiknya, Rini Sarwesti dan Indri Aliyanto.
Sengketa tanah itu kini berada di mahkamah agung (MA).
Karena kedua adiknya tak puas dengan hasil sidang di Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi yang tetap memenangkannya.
Karena Tol Solo-Jogja merupakan proyek strategis Nasional (PSN), sejak setahun lalu, rumahnya sudah dibongkar agar langsung bisa dibangun jalan.
Sebagai kompensasinya, keluarganya disewakan rumah oleh PPK Tol Solo-Jogja.
Di sewakan dalam jangka waktu setahun.
Baca juga: UGR Tol Solo-Jogja Rp 2,1 M untuk Warga Boyolali Belum Bisa Cair, Masih Tunggu Putusan Kasasi
Namun, kini sudah hampir setahun dia menempati rumah kontrakan itu.
UGR pun tak kunjung bisa dicairkan.
"Padahal kontrakan rumah ini akan habis pasa awal Maret nanti," katanya, kepada TribunSolo.com, Rabu (10/1/2024).
Dia pun kebingungan dengan waktu 1,5 bulan ini.
Nantinya setelah sewa rumah habis siapa yang akan membayar kontrakan.
Dia pun keberatan jika harus membayar sendiri rumah kontrakan.
Pasalnya, keluarga menjadi tak punya tempat tinggal bukan keinginannya.
Dia pun mendukung PSN dan bersedia untuk melepaskan hak tanahnya.
Hanya saja, karena sengketa, sehingga pihaknya tak bisa mencairkan UGR yang dikonsinyasikan.
Apalagi menurutnya konsinyasi ini hanya boleh dilakukan terhadap bidang tanah yang tidak ada sengketa.
"Kalau tidak ada konsinyasi, meski disengketa, saya tidak kehilangan tempat tinggal," ungkapnya.
Nasi telah jadi bubur, rumahnya sudah tidak ada.
Dia pun hanya bisa bersabar untuk menunggu putusan kasasi di MA. (*)