TRIBUNSOLO.COM - Pihak kepolisian telah menetapkan Y (17) sebagai tersangka kasus tewasnya pelajar bernama Muhammad Jais Andika Putra (15) seorang pelajar asal Desa Gilirejo, Kecamatan Miri, Kabupaten Sragen.
Diketahuii Jais tewas saat latihan bela diri.
Baca juga: Cita-cita Muhammad Jais, Pelajar Sragen Jateng yang Tewas Latihan Bela Diri, Ingin Jadi Atlet
Penetapan tersangka itu disampaikan Kasat Reskrim Polres Sragen, AKP Wikan Sri Kadiyono mewakili Kapolres Sragen, AKBP Jamal Alam.
"Untuk tersangka sudah ditetapkan, satu orang, inisial Y, umur 17 tahun, warga Kecamatan Miri juga," ungkapnya kepada TribunSolo.com, Senin (15/7/2024).
Wikan menambahkan meski ditetapkan menjadi tersangka, Y saat ini tidak ditahan, mengingat masih berstatus anak.
"Anak tidak kita tahan, karena menurut pasal 32 kan selama itu ada penjamin dari orang tua atau lembaga anak tidak diperkenankan untuk melakukan penahanan," ucap dia.
"Tapi, proses hukum tetap berlanjut," tambahnya.
Terkait fakta terbaru dari kasus ini, berikut TribunSolo rangkum faktanya.
1. Pelaku Terancam 15 Tahun Penjara
Y kini terancam hukuman penjara didasarkan ada UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang kekerasan terhadap anak.
Tersangka terancam 15 tahun penjara.
"Pasal yang kita jerat pasal 80 ayat 4 jo pasal 76 Undang-undang RI Nomor 35 tahun 2014 tentang kekerasan terhadap anak dengan ancaman maksimal 15 tahun," kata Kasat Reskrim Polres Sragen, AKP Wikan Sri Kadiyono mewakili Kapolres Sragen, AKBP Jamal Alam.
2. Kronologi Kejadian
Kapolres Sragen, AKBP Jamal Alam melalui Kasat Reskrim Polres Sragen, AKP Wikan Sri Kadiyono mengungkapkan kejadian tewasnya warga Kecamatan Miri tersebut bermula dari pertarungan adu teknik.
Korban saat itu latihan bersama dengan 11 teman lainyna.
Mereka sepakat untuk melakukan sabung atau pertarungan adu teknik.
Kebetulan korban mendapat giliran pertama dalam sabung itu.
Y menjadi lawan sabung korban.
"Saat melakukan pertarungan tersebut, pelaku awalnya menyerang korban dengan tendangan, namun dapat ditangkis, dan kedua, korban juga menendang pelaku, tapi sempat ditangkis," jelas Wikan.
"Dan yang ketiga saat pelaku melakukan pemukulan mengenai dada korban sebelah kanan, dan saat itu juga korban jatuh tersungkur ke depan," sambungnya.
Wikan melanjutkan teman-teman korban termasuk pelaku sempat menolong korban.
Korban sempat diberi air putih dan air putih tersebut sempat ditelan korban.
Saat mau diberi air putih yang kedua, korban muntah lalu tidak sadarkan diri.
Mengetahui hal tersebut, teman-teman korban pun sempat panik dan membawa korban ke klinik terdekat.
Karena kondisi yang kurang memungkinkan, korban lalu dibawa ke RSUD Soeratno Gemolong.
"Saat pemeriksaan dari tim RSUD Gemolong, korban dinyatakan meninggal," singkatnya.
3. Sang Ibu Curiga dengan Luka Lebam di Dahi
Hati Suyatmi hancur saat melihat kondisi putranya, Muhammad Jais Andika Putra (15) sebelum dimakamkan.
Kondisi kepala korban lebam-lebam.
Itu dilihatnya setibanya di RSUD Soeratno Gemolong, Sragen pada 12 Juli 2024.
Saat itu, Suyatmi langsung bergegas pulang dari kerjanya di Solo, setelah mendapat kabar putranya meninggal.
"Saya tahunya sudah di rumah sakit, saya sampai rumah sakit jam 21.30 WIB, yang mengabari Bapak (kakek korban)," kata dia saat ditemui TribunSolo.com, Senin (15/7/2024).
"Pas lihat ada luka di dahi dan pipi, lukanya gosong (lebam) di sini, kayak kebentur, tahunya pas di rumah sakit Gemolong," tambahnya.
Suyatmi pertama kali diberi tahu anaknya meninggal dunia karena sakit sesak napas.
Ia pun heran, pasalnya selama ini, sang anak tidak punya riwayat sakit sesak napas.
"Katanya anak saya pas latihan sesak, tapi, anak saya nggak punya riwayat sesak, kenapa kok do rumah sakit sudah nhgak ada, terus di sini kok ada benturan, ada luka-luka," jelasnya.
Mengetahui kondisi anaknya, Suyatmi pun langsung meminta kepada polisi untuk dilakukan proses autopsi.
Proses autopsi dilakukan di RSUD dr Moewardi Solo.
"Iya saya sendiri yang meminta autopsi, karena ada luka itu," singkatnya.
Baca juga: Botol Air Mineral Jadi Barang Bukti Tewasnya Jais, Pelajar Sragen Jateng, saat Latihan Bela Diri
4. Cita-cita Jadi Atlet Sirna
Ingin menjadi atlet bela diri, itulah cita-cita Muhammad Jais Andika Putra (15) asal Desa Gilirejo, Kecamatan Miri, Kabupaten Sragen.
Karena itulah, ia kemudian bergabung dengan salah satu perguruan silat di Kabupaten Sragen.
Sang ibu, Suyatmi mengatakan putra keduanya itu bergabung dengan perguruan silat sejak 8 bulan yang lalu.
Total ada 10 orang dari desanya yang disahkan bersama dengan Jais.
"Cita-citanya jadi atlet bela diri, ikut padepokan sudah 8 bulan ini, dia juga senang pelihara ayam, ayam dari kecil dia pelihara sampai besar," kata Suyatmi kepada TribunSolo.com, Senin (15/7/2024).
"Disahkan kemarin itu, saat ini melatih, saya bingungnya ya itu, sudah melatih kok sampai fatal begini," sambungnya.
Namun, cita-cita Jais sirna setelah dirinya dinyatakan meninggal dunia saat latihan bela diri, pada Jumat (12/7/2024) lalu.
5. Keluarga Kenang Kebaikan Jais
Kepergian Muhammad Jais Andika Putra (15) seorang pelajar asal Desa Gilirejo, Kecamatan Miri, Kabupaten Sragen menyisakan duka mendalam bagi keluarganya.
Pasalnya, selama hidupnya, Jais dikenal sebagai anak yang baik dan sopan.
Sang ibu, Suyatmi mengatakan Jais adalah anak kedua dari empat bersaudara.
Sang kakak saat ini sudah berkeluarga, dan Jais masih memiliki dua adik yang masih balita.
Seharusnya, pada tahun ajaran baru nanti, Jais duduk dibangku kelas 3 SMP.
Namun, takdir berkata lain, Jais berpulang saat latihan bela diri bersama temannya pada Jumat (12/7/2024) lalu.
"Jais sosok yang pendiam, sopan santun, disuruh apa saja mau, penurut, menerima apa adanya, kerja apa saja mau," ujar Suyatmi kepada TribunSolo.com, Senin (15/7/2024).
Lanjutnya, setelah sang kakak menikah, Jaislah yang setiap hari antar jemput Suyatmi, yang bekerja di Solo.
Sementara, jarak rumah Jais dengan Kota Solo cukup jauh, karena rumah Jais berada di dekat Waduk Kedung Ombo.
Namun, jauhnya jarak tidak jadi masalah bagi Jais, karena sebagai bentuk baktinya kepada sang ibu.
"Dia yang antar jemput saya setiap hari, jika tidak pulang, di rumah bersama kakeknya," kata dia.
Ayah Jais, Suwondo mengatakan yang merasa kehilangan atas kepergian Jais bukan hanya keluarga saja.
Namun, juga banyak para tetangga, bahkan warga dari dusun lain yang kehilangan sosok Jais.
"Jais dikenal ramah, sama siapa saja disapa, bahkan banyak warga yang menangis tahu dia meninggal, setiap ketemu warga sekitar, Jais selalu dikasih jempol, saking ramahnya," kata Suwondo.
Sebagai ayah, Suwondo pun juga sangat kehilangan.
Bahkan, ketika melihat jenazah sang putra, Suwondo sampai pingsan, saking tidak percaya sang putra sudah tiada.
(*)