Drama penyerbuan dan perburuan Noordin Mohd Top dan komplotannya di Mojosongo menurut warga setempat, berlangsung sangat dramatis.
Laporan wartawan Tribun dari lokasi kejadian pada 17 September 2009 memperlihatkan suasana dan rasa kaget di kalangan warga Kepuh Sari.
“Seperti mimpi saja. Benar-benar tidak menyangka,” ujar Ny Sulini (34), yang tinggal persis di depan rumah kontrakan Susilo kala itu.
Perempuan itu menilai sejak tinggal di rumah itu, Susilo dan istrinya pasangan yang baik-baik saja dan sopan.
Hanya mereka memang tak langsung menyerahkan identiitas ke Ketua RT. Susilo mesti berkali-kali diingatkan tetangganya agar melaporkan kehadirannya ke pengurus lingkungan.
Berdasar KTP yang diserahkan, Susilo berasal dari wilayah Pajang, Laweyan, Solo. Sedangkan istrinya warga Banaran, Grogol, Kabupaten Sukoharjo.
Sebagai kilas balik ringkas, penyerbuan rumah singgah Noordin M Top diawali ketika sejumlah orang mengetuk pintu rumah Widodo, rumah di sebelah kontrakan Susilo.
Mereka meminta tuan rumah mematikan lampu. Tak berselang lama, terdengar tembakan ke arah rumah Susilo dan keluarga Widodo diminta tiarap.
Dari dalam rumah Susilo terdengar suara laki-laki meneriakkkan takbir. Bunyi tembakan terus terdengar silih berganti.
Rumah kontrakan itu ternyata sudah terkepung dari semua sisi. Rentetan tembakan semakin sering terjadi mendekati pukul 00.00 WIB.
Satu jam kemudian bunyi tembakan reda ditandai ledakan dan semburan bunga api menjebol atap rumah sekira pukul 01.00 WIB.
Sekira pukul 02.30 WIB, kembali terdengar rentetan tembakan, dan sesudah itu tidak ada lagi hingga hari terang pada 17 Septemeber 2009.
Kampung Kepuh Sari sudah dibanjiri pasukan keamanan, mobil pemadam kebakaran, ambulans, dan kendaraan Inafis Polri.
Polisi mengevakuasi kotak-kotak yang kabarnya berisi amunisi, karung-karung bahan peledak, gulungan kabel dan barang bukti lainnya.
Sesudah itu, empat ambulans meninggalkan tempat penyergapan membawa empat kantong jenazah di waktu berbeda-beda.