Pemerintah desa kala itu melakukan branding khusus sehingga Pranan tidak lagi dikenal hanya sebagai desa buah, melainkan sebagai kampung jambu air.
Sarjanto melanjutkan, ada tiga jalur pemasaran yang diterapkan warga.
Pertama, menjual langsung di pinggir jalan kawasan Solo Raya.
Kedua, saat panen raya dan festival jambu, para pedagang dari luar kota datang langsung ke Pranan.
Ketiga, pengiriman ke kota besar, terutama Jakarta yang menjadi pasar utama.
“Harga di tingkat petani sekitar Rp7 ribu per kilogram. Kalau di luar bisa sampai Rp10 ribu,” kata Sarjanto.
Dengan sistem panen berulang, jambu air kini menjadi sumber penghasilan utama warga Desa Pranan, sekaligus menjaga identitas desa sebagai satu-satunya kampung jambu air di Sukoharjo.
Baca juga: Menengok Proses Jemur Kain Pantai Mojolaban Sukoharjo, Tembus Pasar Timur Tengah Sejak 1997!
(*)