Laporan Wartawan TribunSolo.com, Anang Ma'ruf
TRUBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Proses pemberesan aset PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) terus berjalan.
Sejumlah aset perusahaan tekstil raksasa asal Sukoharjo tersebut kini sudah masuk ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Solo dan Semarang untuk diproses lebih lanjut.
Baca juga: Dirut Sritex Sukoharjo Iwan Lukminto Bantah Terlibat Korupsi Kredit Bank, Kejagung Beri Tanggapan
Diketahui perusahaan tekstil raksasa PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) resmi menghentikan seluruh operasionalnya pada Sabtu, 1 Maret 2025.
Penutupan ini menjadi akhir perjalanan 58 tahun perusahaan yang bermarkas di Sukoharjo, Jawa Tengah.
Salah satu tim kurator kepailitan PT Sritex, Denny Ardiansyah mengatakan, saat ini tim dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) masih melakukan pendataan dan penilaian terhadap aset Sritex.
Hal ini lantaran masih ada sejumlah item yang belum ditemukan nilai pembandingnya.
“Stok barang itu banyak sekali, karena kita tidak hanya bicara di Sritex saja (Sukoharjo), tetapi juga ada di Boyolali dan Semarang. Terkait dengan KJPP, memang ada beberapa barang yang belum ditemukan nilai pembandingnya untuk menentukan indikator harga,” ujar Denny, Senin (18/8/2025).
Menurutnya, aset yang sudah selesai proses penilaian kini telah masuk daftar lelang di KPKNL Solo dan Semarang.
Denny menjelaskan mayoritas aset milik PT Sritex merupakan aset bergerak, dan dalam waktu dekat lelang akan segera dilakukan.
“Harapannya barang bisa segera dilelang sehingga kita bisa menyelesaikan kewajiban, salah satunya untuk pembayaran pesangon bagi eks karyawan,” jelas Denny.
Baca juga: Sosok Iwan Kurniawan Lukminto, Tersangka Baru Kasus PT Sritex Sukoharjo, Susul Sang Kakak
Nilai yang Harus Dibayarkan ke Buruh
Terpisah kuasa hukum eks karyawan Sritex, Machasin Rohman, menegaskan total hak yang harus dibayarkan pihak kurator kepada buruh mencapai Rp248 miliar.
Jumlah tersebut merupakan hasil verifikasi dari total 8.475 eks pekerja.
“Sesuai hasil verifikasi, total hak eks buruh mencapai sekitar Rp248 miliar. Itu yang harus dibayarkan kepada 8.475 orang eks karyawan,” kata Machasin.