Fakta Menarik Tentang Sragen
Kenapa Banyak Fosil Ditemukan di Sangiran Sragen? Berawal Letusan Gunung Berapi Jutaan Tahun Lalu
Salah satu hal ikonik dari Sragen adalah Kawasan Sangiran, yang merupakan tempat ditemukannya fosil manusia purba dan binatang purba.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Kabupaten Sragen merupakan nama kabupaten di wilayah metropolitan Solo Raya, Provinsi Jawa Tengah.
Ibu kotanya berada sekitar 30 km sebelah Timur Laut Kota Solo.
Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Grobogan di Utara, Kabupaten Ngawi di Timur, Kabupaten Karanganyar di Selatan, serta Kabupaten Boyolali di Barat.
Baca juga: Asal-usul Nama Desa Singopadu di Sidoharjo Sragen: Ada Dua Versi, Salah Satunya Kisah Singo Menggolo
Ada beberapa julukan untuk Kabupaten Sragen, yakni "Kabupaten Fosil" dan "Bumi Sukowati.
Nama Bumi Sukowati digunakan sejak masa kekuasaan Kerajaan (Kasunanan) Surakarta.
Nama Sragen dipakai karena pusat pemerintahan berada di Sragen.
Salah satu hal ikonik dari Sragen adalah Kawasan Sangiran, yang merupakan tempat ditemukannya fosil manusia purba dan binatang purba.
Fosil-fosil tersebut kemudian menjadi koleksi Museum Fosil Sangiran.
Baca juga: Sejarah Dibangunnya Museum Manusia Purba Sangiran: Menelusuri Jejak Kehidupan Prasejarah di Sragen
Nah, mungkin Tribuners bertanya-tanya kok bisa banyak fosil ditemukan di Sragen? Berikut ulasannya dihimpun TribunSolo.com dari berbagai sumber:
Mengenal Sangiran
Sangiran, sebuah nama yang mungkin terdengar akrab bagi para pecinta sejarah dan arkeologi, menyimpan kisah luar biasa tentang perjalanan panjang manusia dan lingkungan purba.
Terletak sekitar 15 kilometer di utara Kota Solo, di wilayah Kabupaten Sragen dan Karanganyar, Situs Sangiran kini dikenal sebagai salah satu situs manusia purba terpenting di dunia.
Namun siapa sangka, wilayah yang kini menjadi daratan padat oleh endapan vulkanik ini dahulu merupakan dasar lautan?

Penjelasan Kenapa Banyak Fosil di Sangiran
Berkat muntahan elemen-elemen dari gunung berapi jutaan tahun lalu, kawasan Sangiran perlahan berubah dari dasar laut menjadi daratan subur.
Endapan inilah yang menjadi “brankas alami” bagi ribuan fosil manusia purba, hewan darat dan laut, serta artefak kebudayaan awal manusia.
Baca juga: Asal Muasal Pembangunan Museum Sangiran di Sragen Jateng: Jejak Kehidupan Manusia Purba
Menariknya, sebelum dikenali sebagai benda berharga, fosil-fosil ini dulu oleh warga lokal disebut sebagai "Balung Buto" atau tulang raksasa.
Fosil-fosil ini sering ditemukan berserakan di sekitar rumah dan sawah warga.
Jika ditemukan, fosil biasanya diserahkan kepada Lurah Desa, Mbah Toto Marsono, yang menyimpannya di rumah hingga akhirnya mendirikan museum kecil, cikal bakal Museum Sangiran yang kita kenal saat ini.
Penemuan Penting yang Mengubah Sejarah
Penelitian ilmiah di Sangiran dimulai pada awal abad ke-20 oleh arkeolog Belanda, Eugène Dubois, yang sebelumnya menemukan Java Man (Pithecanthropus erectus) di Trinil, Jawa Timur.
Temuannya memicu ketertarikan besar terhadap kawasan Jawa sebagai lokasi penting evolusi manusia.
Penelitian lanjutan dilakukan oleh ahli geologi asal Jerman, Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald, pada tahun 1934.
Ia menemukan berbagai fosil penting di Sangiran, termasuk Homo erectus yang diperkirakan hidup sekitar 1,5 juta tahun lalu.
Baca juga: Penemu Fosil di Situs Sangiran Sragen Dapat Kompensasi Uang, Besarannya Tergantung Nilai Penting
Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO
Dengan nilai arkeologis dan ilmiah yang luar biasa, UNESCO menetapkan Sangiran sebagai Situs Warisan Dunia pada 5 Desember 1996 dengan nama resmi The Sangiran Early Man Site (nomor 593).
Luas situs yang diakui mencapai 59,21 kilometer persegi, mencakup dua kabupaten di Jawa Tengah.
Kini, Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran (BPSMP) yang berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, bertugas mengelola situs ini agar tetap lestari dan berdaya edukasi.

Museum Sangiran terbagi menjadi lima klaster utama:
1. Klaster Krikilan – Visitor center yang menyajikan gambaran umum tentang situs Sangiran.
2. Klaster Dayu – Menjelaskan tentang kehidupan manusia purba.
3. Klaster Bukuran – Fokus pada evolusi lingkungan dan kebudayaan.
4. Klaster Ngebung – Menggambarkan proses penelitian awal oleh Koenigswald.
5. Museum Manyarejo – Memamerkan kekayaan fosil fauna purba.
Museum Sangiran menyimpan ribuan koleksi fosil yang terdiri dari:
- Fosil Manusia Purba
Homo erectus (replika)
Homo soloensis, Homo sapiens, hingga Homo neanderthal (replika)
Australopithecus africanus (replika)
- Fosil Hewan Bertulang Belakang
Gajah purba (Stegodon trigonocephalus, Elephas namadicus)
Harimau (Felis palaeojavanica)
Kerbau, rusa, badak, babi, banteng
- Fosil Hewan Air
Buaya (Crocodillus sp), ikan, hiu, kura-kura, kepiting, kuda nil
- Artefak & Batuan
Kapak perimbas, bilah batu, serpih, kapak persegi, bola batu
Batuan rijang, kalsedon, batu meteor, dan diatom
Penemuan-penemuan penting di Sangiran tidak hanya memperkaya ilmu pengetahuan, tetapi juga mengubah wajah desa-desa di sekitarnya.
Kini, kawasan Sangiran menjadi pusat edukasi, riset, dan pariwisata yang mendunia.
Setiap tahunnya, ribuan pelajar, akademisi, dan wisatawan datang untuk belajar langsung dari warisan nenek moyang yang masih terjaga.
(*)
Asal-usul Nama Desa Singopadu di Sidoharjo Sragen: Ada Dua Versi, Salah Satunya Kisah Singo Menggolo |
![]() |
---|
Asal-usul Makam Tumenggung Alap-alap di Sragen, Saksi Perjuangan Melawan Belanda |
![]() |
---|
Sejarah Pangeran Samudro yang Dimakamkan di Gunung Kemukus Sragen: Meninggal Dalam Perjalanan Pulang |
![]() |
---|
Sejarah Makam Tumenggung Alap-alap di Gesi Sragen dan Kisah 17 Barisan Senopati |
![]() |
---|
Asal-usul Desa Karangpelem Sragen, Bekas Kebun Serat Nanas, Ada Mitos Dilarang Pelihara Wedus Gembel |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.