Kasus Demam Berdarah di Karanganyar
DBD-Leptospirosis Renggut 6 Nyawa di Karanganyar, Dinkes Wanti-wanti Warga yang Kerja di Sawah & Got
Dari jumlah tersebut, dua warga meninggal akibat DBD dan empat lainnya karena Leptospirosis.
Penulis: Mardon Widiyanto | Editor: Vincentius Jyestha Candraditya
Ringkasan Berita:
- Dinkes Karanganyar memperingatkan warga—terutama yang bekerja di sawah, got, atau area banjir—agar waspada terhadap Leptospirosis karena kasus kematian tinggi.
- Hingga minggu ke-43, tercatat 6 kematian: 2 akibat DBD dan 4 akibat Leptospirosis.
- Keterlambatan penanganan dan lingkungan berisiko menjadi faktor utama, sehingga warga diminta cepat memeriksakan diri saat demam dan menjaga kebersihan.
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Mardon Widiyanto
TRIBUNSOLO.COM, KARANGANYAR – Ancaman Leptospirosis kembali mengintai warga Karanganyar, terutama mereka yang setiap hari bekerja di sawah, got, atau kawasan rawan banjir.
Musim hujan yang mulai mengguyur wilayah ini membuat risiko penularan kian meningkat, dan Dinas Kesehatan menegaskan agar masyarakat tidak menyepelekan gejala apa pun.
Peringatan itu disampaikan Plt Sekretaris Dinas Kesehatan Karanganyar, Dwi Rusharyati, menyusul enam kasus kematian hingga Minggu ke-43 tahun 2025.
Dari jumlah tersebut, dua warga meninggal akibat DBD dan empat lainnya karena Leptospirosis.
Baca juga: Hingga Penghujung 2025, DBD-Leptospirosis Renggut 6 Nyawa di Karanganyar, Dinkes : Waspada Penghujan
“Kondisi ini sebagai peringatan keras untuk meningkatkan kewaspadaan, terutama memasuki musim penghujan,” ujar Dwi, Kamis (20/11/2025).
Data Dinkes mencatat kasus DBD mencapai 629 dengan dua kematian dari Kecamatan Jaten dan Jumapolo.
Meski angka kematian masih dalam batas toleransi Kemenkes, Dwi menegaskan bahwa masalah utama terletak pada keterlambatan penanganan.
“Setiap kematian menunjukkan masih adanya kasus yang terlambat ditangani atau faktor lingkungan yang tidak terkendali. Masyarakat harus lebih cepat memeriksakan diri saat demam,” ungkapnya.
Namun kondisi Leptospirosis dinilai jauh lebih mengkhawatirkan. Dari 34 kasus, tercatat empat kematian—membuat CFR melonjak hingga 11,8 persen, jauh di atas target nasional yang berada di bawah 1 persen.
Kasus fatal terjadi di Gondangrejo, Kebakkramat, dan Colomadu, mayoritas menimpa warga berusia di atas 44 tahun.
Baca juga: Waspada DBD di Musim Pancaroba, Pemkab Klaten Imbau Warga Tak Anggap Remeh Nyamuk Aedes
“Banyak pasien datang sudah dalam kondisi berat. Leptospirosis membutuhkan penanganan cepat dan kami minta masyarakat berhati-hati terutama yang bekerja di sawah, got, atau daerah banjir,” imbuh Dwi.
Di sisi lain, sejumlah puskesmas masih memiliki Angka Bebas Jentik di bawah standar 95 persen, seperti di Jumantono, Jatiyoso, Jaten II, Kebakkramat II, dan Jumapolo.
Kondisi ini memperbesar potensi penularan DBD ketika intensitas hujan meningkat.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/solo/foto/bank/originals/Ilustrasi-Tikus-Leptospirosis.jpg)