Fakta Menarik Tentang Solo

Kisah Masjid Al Fatih Kepatihan Solo yang Tetap Kokoh Tak Tersentuh Api Saat Kebakaran Hebat 1948

Masjid ini berdiri hampir bersamaan dengan kawasan “Ndalem Kepatihan” atau Kampung Kepatihan.

Penulis: Tribun Network | Editor: Rifatun Nadhiroh
Gmaps Masjid Al Fatih Kepatihan Solo
MASJID DI SOLO - Suasana dalam Masjid Al Fatih Kepatihan di RT 006, RW 001 Kelurahan Kepatihan Wetan, Kecamatan Jebres, Solo, Jawa Tengah. 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Masjid Al Fatih Kepatihan berada di RT 006 RW 001, Kelurahan Kepatihan Wetan, Kecamatan Jebres, Solo, Jawa Tengah.

Masjid ini merupakan peninggalan Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Paku Buwono (PB) X.

Hampir seluruh ornamennya, mulai dari pintu, jendela, mimbar, kentongan, bedug hingga tiang penopang, masih asli dari kayu jati peninggalan PB X.

Keunikan masjid terlihat dari ukiran lafaz nama para khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib di bagian atas pintu masuk sisi utara dan selatan.

Baca juga: Sejarah Masjid Al Wustho Mangkunegaran Solo, Proses Pembangunannya Berlangsung Selama 40 Tahun!

Sementara itu, di pintu utama bagian tengah tertera lafaz Allah SWT dan Muhammad, serta penanda tahun pembangunan, yaitu 1312 Hijriyah.

Masjid ini berdiri hampir bersamaan dengan kawasan “Ndalem Kepatihan” atau Kampung Kepatihan.

Pada masa Agresi Militer II tahun 1948, Ndalem Kepatihan dibakar oleh rakyat setempat agar tidak dikuasai Belanda.

Dari peristiwa itu, masjid tetap berdiri kokoh tanpa tersentuh api, meski bangunan di sekitarnya hangus terbakar.

Sejak awal berdiri, masjid hanya mengalami sedikit perubahan.

Awalnya berupa satu ruang salat dan serambi, kemudian berkembang seiring bertambahnya jumlah penduduk.

Perluasan mencakup penambahan kubah serta fasilitas wudu di sisi kanan dan kiri masjid.

Baca juga: Awal Mula Penemuan Gua Swara di Sriwedari Solo yang Keberadaannya Sempat Terlupakan Sejak 1981

Renovasi terakhir dilakukan pada 1992 dengan pemasangan keramik dinding untuk menggantikan cat tembok yang memerlukan biaya perawatan rutin.

Sebagai salah satu peninggalan trah Keraton Mataram Islam, perawatan dan renovasi masjid dilakukan secara gotong royong melalui dana infak jamaah.

Hingga kini, masjid tetap aktif menjadi pusat kegiatan ibadah, termasuk tadarus Al-Qur’an dan pengajian rutin pada bulan Ramadan.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved