TOPIK
Kontroversi Pajak Resto Wedangan Djembuk
-
TribunSolo.com menemui salah satu konsumen untuk menggambarkan apakah wedangan ini layak dipajaki sedemikian tinggi.
-
Perekonomian yang penuh ketidakpastian bisa mencekik pedagang kecil jika pemerintah tidak jeli dalam memungut pajak.
-
Kasus Wedangan D’Jembuk menimbulkan banyak simpati publik karena wedangan dikenal menyajikan menu yang merakyat seperti nasi kucing dan gorengan.
-
Kini wedangan dengan sasaran kelas menengah ke atas memang tengah menjamur. Sebut saja Wedangan Semar, Gareng, Basuki, hingga D’Jembuk.
-
Ketua Umum Solo Preneur, Maliyana Nur Wijayanti meminta Pemerintah Kota Solo bisa jeli dalam memungut pajak bagi para pelaku UMKM
-
Mantan Anggota DPRD Surakarta Ginda Ferachtriawan minta Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Solo tak tebang pilih dalam memungut pajak.
-
Jika dihitung setidaknya dengan pajak Rp 3 juta, maka omset Wedangan Djembuk per bulan hanya mencapai Rp 30 juta atau Rp1 juta per harinya.
-
Ternyata praktik manipulasi data masih sering terjadi. Salah satunya dengan tidak mencatatkan sejumlah transaksi di kasir yang dipasangi TMD.
-
Dengan alat ini pihak Bapenda Solo bisa memantau secara riil tiap transaksi yang dilakukan oleh wajib pajak.
-
Kepala Bapenda Kota Solo Tulus Widajat mengaku heran dengan sikap pihak Wedangan D’Jembuk yang melakukan protes.
-
Kepala Bapenda Kota Solo Tulus Widajat menegaskan bahwa pajak tersebut belum dipungut oleh pihaknya kepada Wedangan D’Jembuk.
-
Tulus mengungkapkan peningkatan PBJT Wedangan D’Jembuk merupakan bagian dari intensifikasi pajak demi mengejar target Pendapatan Asli Daerah (PAD).
-
Meski berlabel wedangan, Bapenda Solo menegaskan jika omsetnya lebih dari Rp 7,5 juta per bulan, maka wajib membayar pajak.
-
Pihak Wedangan D’Jembuk pun melayangkan protes lantaran dikenai pajak Rp 12 juta per bulan padahal sebelumnya hanya Rp 3 juta.