Kontroversi Pajak Resto Wedangan Djembuk
Kasus Wedangan D'Jembuk, Eks Anggota Dewan Ingatkan Bukan soal Menu Merakyat,Tapi Omzet yang Didapat
Kasus Wedangan D’Jembuk menimbulkan banyak simpati publik karena wedangan dikenal menyajikan menu yang merakyat seperti nasi kucing dan gorengan.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Vincentius Jyestha Candraditya
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Mantan Anggota DPRD Surakarta Ginda Ferachtriawan minta Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Solo tak tebang pilih dalam memungut pajak.
Menurutnya, hal ini penting untuk menjalankan asas keadilan.
Wedangan D’Jembuk melakukan protes karena kenaikan pajak yang drastis dari Rp 3 juta menjadi Rp 12 juta per bulan.
Meskipun wajar jika dilihat ramainya wedangan tersebut, ia mempertanyakan perlakuan Bapenda terhadap restoran lain.
“Ini wedangan yang sudah kamu survei semua apa hanya Wedangan D’Jembuk? Sehingga timbul asas keadilan dan pemerataan,” ungkapnya, kepada TribunSolo.com, Kamis (5/9/2024).
Kasus Wedangan D’Jembuk menimbulkan banyak simpati publik karena wedangan dikenal menyajikan menu yang merakyat seperti nasi kucing dan gorengan.
Namun, ia menegaskan ini bukan soal menu merakyat, namun soal omset yang didapat.
Baca juga: Wedangan D’Jembuk Ingin Pajak Rp3 Juta/Bulan, Eks Anggota DPRD : Masa Sehari Omzet Cuma Rp1 Juta?
Baca juga: Bapenda Solo Ngaku Heran Wedangan DJembuk Protes Kena Pajak Rp12 Juta/Bulan, Ini Alasannya
“Kalau mau ngejar restoran dari atas ke bawah. Kalau yang gede sudah ditarik semua yang menengah ditarik semua barulah kejar wedangannya. Sehingga masyarakat tahu ini bukan persoalan nasi kucing,” jelasnya.
Meski nasi kucing yang hanya dibanderol sekitar Rp 3 ribu, jika konsumennya ribuan orang, maka wajar jika dikenai pajak.
“Ke kamar mandi aja bayar nggak ada yang kaget. Kalau yang beli nasi kucing 10 orang ya nggak saya pajaki. Kalau yang beli satu pabrik ya masak tidak saya pajaki?” tuturnya.
Perda Kota Surakarta Nomor 14 Tahun 2023 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dikenakan pada restoran yang beromzet di atas Rp 7,5 juta per bulan.
Pasal 19 ayat (2) menyebutkan yang dikecualikan dari objek PBJT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penyerahan Makanan dan/atau Minuman: a. dengan peredaran usaha tidak melebihi Rp7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) per bulan;
“2018 kenapa ketemu angka Rp 7,5 juta? Sama dengan omset sehari Rp 300 ribu. Rumah makan apa pun jenisnya omsetnya di atas Rp 300 ribu per hari wajib memungut pajak. Berapa pengunjung yang datang, berapa kursinya, berapa menunya, berapa karyawannya. Omset Rp 300 ribu kalau punya karyawan 5 apa ya mungkin?” ungkapnya.
Wedangan D’Jembuk di Solo Jateng Dikenai Pajak Rp12 Juta Per Bulan, Begini Respons Konsumen |
![]() |
---|
Berkaca Kasus Wedangan D'Jembuk, UMKM Diminta Harus Diberi Insight Pajak itu Penting |
![]() |
---|
Dibalik Kasus Pajak Wedangan D'Jembuk, Wedangan High Class Makin Menjamur di Solo, Ini Alasannya |
![]() |
---|
Minta Pemkot Solo Jeli Pungut Pajak, Penggiat UMKM : Wedangan D'jembuk Itu Resto Berkonsep Wedangan |
![]() |
---|
Kasus Wedangan D’Jembuk, Mantan Anggota DPRD Minta Bapenda Solo Tak Tebang Pilih Pungut Pajak |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.