Kasus KTP Elektronik
Keputusannya Menangkan Setya Novanto Dinilai Janggal, Hakim Cepi Iskandar Dilaporkan ke Pengawas MA
Pelaporan terhadap hakim, menurutnya, sudah diatur dalam undang-undang apabila terdapat kejanggalan selama proses persidangan.
TRIBUNSOLO.COM, JAKARTA -- Hakim Cepi Iskandar yang menjadi hakim tunggal pada sidang praperadilan Ketua DPR RI Setya Novanto melawan Komisi Pemberantasan Korupsi, dilaporkan ke Badan Pengawasan (Bawas) Mahkamah Agung, Kamis (5/10/2017).
Pelapor merupakan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi, yang di dalamnya terdapat Indonesia Corruption Watch (ICW), Madrasah Anti Korupsi (MAK) Muhammadiyah, dan Tangerang Public Transparancy Watch (Truth).
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, Hakim Cepi dilaporkan karena pihaknya menilai terdapat sejumlah kejanggalan dalam sidang praperadilan tersebut.
"Kita melihat ada beberapa kejanggalan selama proses persidangan praperadilan Setya Novanto yang dipimpin oleh hakim Cepi Iskandar, dan hari ini kami melaporkan secara resmi di Badan Pengawas MA," kata Kurnia, di kantor Bawas Mahkamah Agung, Jalan Jenderal Ahmad Yani, Cempaka Putih Timur, Jakarta Pusat, Kamis siang.
Baca: KPK Pastikan Bakal Ada Sprindik Baru untuk Setya Novanto
Baca: Batalkan Penetapan Tersangka Setya Novanto, Ini Rekam Jejak Hakim Tunggal Cepi Iskandar
Baca: Sering Bicara Soal Pelengseran Setya Novanto, Yorrys Raweyai Dipecat Golkar
Pelaporan terhadap hakim, menurutnya, sudah diatur dalam undang-undang apabila terdapat kejanggalan selama proses persidangan.
Dalam melaporkan Hakim Cepi, Koalisi membawa sejumlah bukti seperti berita media soal proses praperadilan Novanto.
"Kami kumpulkan seperti contoh bukti sekundernya ada klipingan media, yang membuktikan bahwa benar Hakim Cepi Iskandar menunda keterangan ahli (KPK), dan menolak memperdengarkan rekaman dari KPK, dan itu kami kaji ternyata banyak yang bertentangan dengan hukum," ujar Kurnia.
Koalisi berharap Bawas MA berperan aktif menyelidiki Hakim Cepi dan mempelajari putusan praperadilan yang dibuat hakim tersebut.
"Kami berharap Badan Pengawasan Mahkamah Agung bisa memanggil hakim Cepi Iskandar, mempelajari lebih lanjut putusannya, melihat pertimbangan-pertimbangannya," ujar Kurnia.
Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017.
Ketua Umum Partai Golkar itu diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan, pada kasus e-KTP.
Saat menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR, Novanto diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.