Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Menelusuri Jejak Rokok Diko Temuan Mantri Keraton Solo

Rokok Diko adalah rokok yang berasal dari tembakau dibungkus daun nipah dan dicampur dengan ramuan yang disebut wur atau uwur.

Penulis: Daryono | Editor: Hanang Yuwono
Komunitas kretek.id
Ilustrasi wur. 

“Semuan bahan itu digiling, diberi tetes tebu sebagai perekat dan pemanis, didinginkan 2-3 hari, kemudian dimasukkan mesin.”

“Lalu dipak kecil-kecil dengan bungkus kertas diikat gedebog (pelepah pisang) kering,” kata Arningsih saat ditemui di rumahnya di Giringan, Kartasura, Sukoharjo, Rabu (19/4/2017).

Menurut Arningsih yang bekerja dibagian produksi selama lebih kurang 7 tahun, wur merek Kepala Jenggot cukup laris dimasanya.

Setiap kemasan berisi10 biji wur diberi harga Rp 25.

Sayangnya, pabrik tersebut berhenti beroperasi sekitar tahun 1993 seiring menurunnya permintaan wur dan meninggalnya sang pemilik keturuan Tionghoa, Djiampie.

Bangunan bekas pabrik itu kini menjadi tempat penitipan sepeda.

Bekas pabrik wur merek Kepala Jenggot di samping Pasar Kartasura, Sukoharjo. Kini bekas pabrik wur itu menjadi tempat penitipan sepeda. Foto diambil Rabu (19/4/2017).
Bekas pabrik wur merek Kepala Jenggot di samping Pasar Kartasura, Sukoharjo. Kini bekas pabrik wur itu menjadi tempat penitipan sepeda. Foto diambil Rabu (19/4/2017). (TRIBUNSOLO.COM/DARYONO)

KGPH Puger yang saat diwawancara menjabat Pelaksana Tugas (Plt) PB XIII Keraton Surakarta, mengatakan sudah sejak lama wur menjadi campuran rokok.

Kala itu, tembakau dan wur banyak diproduksi kaum Tionghoa yang berprofesi sebagai pedagang.

“Jadi kalau tembakau dikasih wur itu bisa menetralisir keberatan (nikotin) pada tembakau, juga memberikan rasa segar pernafasan dan memberi rasa gurih tembakau,” kata Puger saat berbincang dengan TribunSolo.com, Kamis (16/3/2017).

Era rokok dengan wur ini dilakukan saat kebiasaan merokok masih dilakukan denga cara Ting We atau ngelinthing dhewe.

Wur sebagai campuran merokok nampaknya memang sudah sejak lama dikenal di wilayah Keraton Surakarta.

Sebuah catatan dalam buku kuno yang TribunSolo.com dapatkan di Museum Radya Pustaka menyebut tentang bumbu rokok dan wur.

Buku dengan judul Serat Warna Warni ini tertulis tahun 1829 di Surakarta, tanpa nama pengarang.

TribunSolo.com meminta Totok Yasmiran, Pengalih Aksara Museum Radya Pustaka untuk menerjemahkan buku tersebut lantaran tertulis dalam aksara jawa.

Dalam buku tersebut disebutkan bumbu rokok terdiri banyak macam antara lain menyan, pucuk, kayu manis, kategari, pulasari, mesoyi, adas, tepaos, pala, garu, katumbar, waron, cendana, cengkeh, kencur.

Adapun wur terdiri dari menyan, pucuk, unem, kayu manis, tegari, pala, mesoyi, garu dan adas.

Terjemahan lengkap Kitab Serat Warna Warni itu sebagai berikut:

"Punika bumbu rokok. Menyan bot seket reyal, Pucuk wrat kawan welas. Kajeng legi wrat gangsal. Kategari wrat gangsal. Pulasari wrat sakawan. Mesoyi wrat tiga tengah. Adas wrat nem seka. Tempaos wrat kalih. Pala wrat pitung seka. Garu wrat nem seka. Katumbar wrat tigang seka. Waron wrat tigang seka.

Cendhana wrat tigang seka. Kajeng Tinja wrat saseka. Cekeh wrat seka. Kencur wrat sejampel. Gendhis wrat nem. Dhedhes wrat nem. Sata wrat pitung dasa. Kang sampun resik, toya wrat sangang dasa.

Bumbu wur, menyan wrat tigang reyal. Pucuk wrat nem seka. Unem wrat nem seka. Kayu Legi wrat seka. Tegari wrat satangsul. Pala wrat sadasa saka, mesoyi wrat nem saka. Garu wrat nem saka, adas wrat gangsal saka."

Jika Irodiko mempopulerkan Wur dalam temuannya di Rokok Diko tahun 1890, maka mengacu buku itu, wur bisa jadi sudah dikenal lebih dulu lantaran buku itu tertulis tahun 1829."(*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved