Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Viral Tinggal di Becak Solo

Kakaknya Kena PHK, Kini Giliran Adiknya Juga Alami Nasib Serupa, Kini Ikut Menggelandang di Solo

Lis (22) adalah adik kandung Dul Rohmat, pria asal Grobogan yang tinggal di rumah becak dan hidup menggelandang semenjak musibah pandemi Corona.

Penulis: Ilham Oktafian | Editor: Asep Abdullah Rowi
TribunSolo.com/Ilham Oktafian
Lis, adik Dul Rohmat keluarga yang bertempat tinggal di sebuah becak di kawasan Jalan Adisucipto, Kecamatan Laweyan, Kota Solo, Rabu (6/5/2020). 

Laporan Wartawan TribunSolo.com,Ilham Oktafian

TRIBUNSOLO. COM, SOLO - Lis (22) adalah adik kandung Dul Rohmat, pria asal Grobogan yang tinggal di rumah becak dan hidup menggelandang semenjak musibah pandemi Corona.

Sebelum hidup tak tentu seperti sekarang, Lis bekerja cukup lama di industri garment.

Ia menjadi salah satu karyawan pabrik di kawasan Telukan, Kecamatan Grogol Sukoharjo.

"Adik saya itu dulu kerja di garmen daerah Telukan," ungkap Dul Rohmat ditemui TribunSolo.com, saat tengah berada di kawasan Jalan Adi Sucipto, Kecamatan Laweyan, Kota Solo, Rabu (6/5/2020).

Meski Tinggal di Rumah Becak Imbas Corona, Anak Dul Rohmat Berusia 13 Bulan Tak Pernah Rewel

Meski Tinggal di Rumah Becak Imbas Corona, Anak Dul Rohmat Berusia 13 Bulan Tak Pernah Rewel

"Semenjak ada corona dia juga kena PHK dan ikut kami seperti ini," tambahnya.

Kesialan Lis tak berhenti disitu saja, sejak lama adik Dul Rohmat itu menderita sakit yang tak kunjung sembuh.

Di waktu tertentu, Lis kadang tidak bisa diajak komunikasi dengan orang lain.

Saat masih berpenghasilan, kakaknya tak terlalu memikirkan ongkos untuk berobat.

Namun, setelah semuanya tak berpenghasilan, ia merasa bingung dan tak bisa berbuat apa-apa lagi untuk kesembuhan Lis.

"Dulu pas berobat di pengebotan alternatif masih ada penghasilan," ujar Dul Rohmat.

"Kalau sekarang ini ya bagaimana lagi," paparnya.

Keluarganya Terimbas Corona

Imbas pandemi Corona yang sudah dua bulan ini menyasar siapa saja, di antaranya keluarga Dul Rohmat (30), perantauan asal Kabupaten Grobogan di Kota Solo. 

Ya, bersama keluarga kecilnya istri Isma (31), adinya Lis (22) dan anak balitanya, Dafa (13 bulan) terpaksa tinggal di atas sebuah becak.

Di atas becak tampak penuh dengan isi barang, mulai dari tumpukan baju di dalam tas, perkakas kecil hingga bantal.

Pria Klaten yang Jual Ginjal Membantah Dijemput Pihak Desa di Semarang, Larry : Saya Pulang Sendiri

Kesaksian Pria Jual Ginjal Klaten Kecewa Tak Bisa Temui Ganjar Padahal Sudah Jalan Kaki ke Semarang

Dul Rohmat sapaan akrabnya, mengisahkan perjalanan kehidupan yang teramat keras akhir-akhir ini selama 4 tahun menjadi perantau.

Karena pandemi Corona telah membuatnya harus 'angkat kaki' dari indekosnya karena sungkan tidak bisa membayarnya.

"Ini keluarga saya, ya beginilah keadaannya," kata dia ditemui TribunSolo.com, saat tengah berada di kawasan Jalan Adi Sucipto, Kecamatan Laweyan, Kota Solo, Rabu (6/5/2020).

Dul Rohmat adalah satu dari sekian orang miskin baru yang muncul semenjak pandemi Corona.

Ia yang mulanya berprofesi jadi kuli bangunan yang cukup menjanjikan karena bisa menghidupi istri dan dua buah hatinya meskipun masih ngontrak di indekos di kawasan Jagalan, Kecamatan Jebres.

Saat Corona datang hingga dua bulan ini, nasib tak jelas dengan kehidupan tak menentu, bahkan mau makan juga sulit.

"Dulu saya kuli bangunan di Solo Baru," ungkapnya.

Pilkada Serentak 2020 Ditunda, Bacawali Gibran : Kita Ikuti Saja Apa yang Akan Diputuskan

"Semenjak ada musibah ini saya kena PHK dan tidak punya penghasilan lagi," jelas dia membeberkan.

Lebih lanjut dia mengaku, hampir 2 bulan setelah tak berpenghasilan, ia tak mampu lagi membayar sewa bulanan kos.

Roda nasib berubah begitu cepat, ia dan keluarganya itu harus tetap hidup di tengah situasi sulit.

Ia memutar akal, karena tak lagi bisa bayar sewa kos, ia menggelandang dan menyusuri jalan besar di Kota Solo.

Dari Kecamatan Jebres ia dan keluarga kecilnya itu berjalan kaki mencari tempat tinggal, dan termasuk mencari makan.

"Saat saya dipecat itu saya dan keluarga jalan kaki," paparnya.

"Ke mana mana jalan kaki," katanya menegaskan.

Jadi Korban PHK, 1,7 Juta Buruh di Indonesia akan Terima Kartu Prakerja

Ia bergantung hidup dari para dermawan yang berbagi sembako maupun takjil, dari situlah keluarga kecilnya dapat makan.

Berjalan berpuluh kilometer rupanya membuatnya kewalahan, pembagian sembako yang berganti tempat tak mungkin ia datangi secara tangkas dan cepat hanya dengan jalan kaki.

"Ada orang yang nyaranin kita untuk sewa becak," aku dia.

"Jadi kemana mana bisa cepet kalau ada pembagian sembako dan makanan," katanya.

Berbekal informasi seadanya, ia menyewa becak di Daerah Pulomanan Solo, harga sewanya Rp 5000 per hari.

Harga sewa ia tebus dengan sembako yang ia dapat sehari-hari.

Dengan kendaraan roda tiga itu, ia tak lagi jalan kaki.

Cerita Didi Kempot di Kampung Solo, Gigih Tekuni Musik Campursari, Tak Mau Dompleng Kakaknya Mamiek

Sejak saat itu, ia dan keluarganya punya rumah tinggal sederhana bernama "Rumah Becak"

"Sudah hampir sebulan ini nyewa becak, kami tinggal di sini untuk tidur dan makan," katanya.

"Untuk bayar kita jual sembako yang kita dapat," kata dia.

Bahkan saat malam hari, singgasana kursi becak yang cukup empuk direlakannya demi si kecil danistrinya bisa terlelap tidur.

Terlebih terkadang tidak mendapat apa-apa, sehingga Dul Rohmat harus menahan perut kosongnya.

Sementara dia dan anaknya sulungnya tidur di emperan toko atau bangunan seadanya yang penting tidak kehujanan.

"Tidur di mana saja yang penting bisa," akunya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved