Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Pilkada Sukoharjo 2020

Unik, Calon Bupati dan Wakilnya yang Kini Bertarung di Pilkada Sukoharjo 2020 Pernah Jadi Guru

Joko Paloma sendiri merupakan lulusan keguruan UMS, dan sempat menjadi guru dan dosen tamu, sebelum akhirnya terjun ssbagai wirausahawan.

Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Asep Abdullah Rowi
TribunSolo.com/Agil Tri
Joko Paloma dan Wiwaya saat mendaftar di KPU Sukoharjo, Minggu (6/9/2020). 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri

TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Calon Bupati dan Wakil Bupati Sukoharjo, Joko Santosa (Paloma) - Wiwaha Aji Santosa (Joswi) sama-sama memiliki latar belakang sebagai guru.

Joko Paloma sendiri merupakan lulusan keguruan UMS, dan sempat menjadi guru dan dosen tamu, sebelum akhirnya terjun ssbagai wirausahawan.

Sementara Wiwaha, merupakan guru SD yang sudah mengajar selama 36 tahun, sebelum memutuskan pensiun dini untuk maju Pilkada Sukoharjo 2020.

"Saya kira masyarakat tidak salah pilih ketika memilih guru," kata Wiwaha kepada TribunSolo.com, Senin (7/9/2020).

Saat Rumah Sakit di Boyolali Overload Tak Bisa Tampung Pasien Covid-19 karena Kasus Terus Meroket

PJ Sekda Sukoharjo Positif Covid-19, Gugus Tugas Belum Lockdown Kantor Dinas

"Ketika Jepang runtuh, yang pertama dicari adalah guru, untuk pembangunan manusia," imbuhnya.

Wiwaha memandang, dari segi aturan baik dari aturan dari kementrian maupun dari undang-undang, peraturan di dunia pendidikan sudah bagus.

Hanya saja, dalam aplikasinya dianggap masih sangat kental dengan aroma politik.

"Aturan pendidikan kita sudah bagus, tapi karena kental politasinya, sehingga tidak berjalan dengan baik," jelasnya.

Terkait dengan sekolah inkluasi, dia memandang di Sukoharjo jumlah sekolah inklusi masih kurang.

Tak Gentar Kalah Jumlah Kursi, Joswi Sebut Pilkada Sukoharjo 2020 Pertarungan Figur

Diluar Perkiraan, Ribuan Simpatisan Antar Joswi Daftar ke KPU, Joko Paloma: Mereka Ingin Perubahan

Sebab, ditempatnya dia mengajar dulu, hampir setiap tahunnya masih menerima siswa yang harusnya belajar di sekolah inklusi.

"Mereka terpaksa harus diterima karena jarak ke sekolah inklusi jauh, ditambah kondisi keluarga yang kurang mampu dan ditinggal keluarga merantau," jelasnya.

"Jadi sekolah inklusi harus diperbanyak," tandasnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved