Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Sukoharjo Terbaru

Perajin Protes Kedelai Impor AS Mahal Minta Ampun, Pemkab Sukoharjo Ungkap karena Diborong China

Dri informasi yang Pemkab terima, kenaikan kedelai impor ini karena adanya pembelian besar-besaran dari China.

Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Asep Abdullah Rowi
TribunSolo.com/Agil Tri
Perajin di pusat produksi tahu dan tempe terbesar di Kecamatan Kartasura mendatangi kantor DPRD Sukoharjo dengan membawa poster protes harga kedelai naik tajam, Senin (4/1/2021). 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri

TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Meroketnya harga kedelai impor membuat perajin tahu dan tempe di Kabupaten Sukoharjo gigit jari.

Perajin mengaku tidak tahu mengapa harga kedelai impor kini bisa melambung tinggi, melebihi harga tertinggi pada tahun 2012 lalu.

Mengingat biasanya Rp 6.000-an per kilogram, kini menjadi Rp 9.000 lebih per kilogram.

Ketua paguyuban Komunitas Usaha Bersama (KUB) Tahu Kartasura Puryono mengatakan, dilihat dari nilai mata uang, nilai dolar saat ini hampir sama seperti nilai dolar pada tahun 2012.

Baca juga: Harga Kedelai Melonjak Hingga Rp 9.300, per kilogram, Perajin Tahu di Salatiga Terancam Gulung Tikar

Baca juga: Imbas Harga Kedelai Impor Naik, Tahu dan Tempe Menghilang, Emak-emak: Uang Belanja Tambah Naik

"Kalau dilihat, nilai dolarnya sama, sekirat Rp14 ribu, dari stok barang sendiri juga ada. Tapi kenapa bisa melambung tinggi harga kedelai impor," kata dia, Senin (1/1/2021).

Harga tertinggi kedelai impor tahun 2012 lalu sebesar Rp8.200 per kilogram, sementara saat ini tembus Rp9.350 per kilogram.

Kepala Dinas Perdagangan Koperasi (Disdagkop) UKM Sukoharjo, Sutarmo menjelaskan, dari informasi yang ia terima, kenaikan kedelai impor ini karena adanya pembelian besar-besaran dari China.

"China juga mengonsumsi kedelai dalan jumlah besar, mereka juga mengimpor kedelai dari Amerika Serikat," terangnya.

"Jadi kenaikan ini bukan karena stok barang, namun kedelai dari Amerika Serikat ini diborong China," jelasnya.

Agar Indonesia tetap mendapatkan jatah kedelai dari negara Paman Sam, maka harga pokok pembelian kedelai mengalami kenaikan, yang membuat harga kedelai impor ditanah air menjadi tinggi.

"Kita harus bisa segera menyesuaikan diri agar tidak kalangkabut," kata dia.

"Ini permasalahan tingkat nasional, pemerintah daerah tidak bisa menyelesaikan," imbuhnya.

Kendati demikian, Sutarmo mengatakan akan menyampaikan keluh kesah perajin tahu tempe di Sukoharjo ke pemerintah provinsi (Pemprov) Jawa Tengah.

Yang mana, dari Pemprov Jateng nanti akan disampaikan ke Pemerintah Pusat.

Perajin Geruduk DPRD

Perajin tahu dan tempe di Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo mendatangi kantor DPRD Sukoharjo, Senin (4/1/2021).

Kedatangan mereka untuk berkeluh-kesah kepada DPRD dan Pemkab Sukoharjo karena meroketnya harga kedelai dan minyak goreng kelapa sawit.

Kenaikan itu, membuat pengrajin tahu dan tempe kalang kabut, karena terus mengalami kerugian padahal setahun ini dihandam pandemi.

Perajin di pusat produksi tahu dan tempe terbesar di Kecamatan Kartasura mendatangi kantor DPRD Sukoharjo dengan membawa poster protes harga kedelai naik tajam, Senin (4/1/2021).
Perajin di pusat produksi tahu dan tempe terbesar di Kecamatan Kartasura mendatangi kantor DPRD Sukoharjo dengan membawa poster protes harga kedelai naik tajam, Senin (4/1/2021). (TribunSolo.com/Agil Tri)

Menurut Ketua paguyuban Komunitas Usaha Bersama (KUB) Tahu Kartasura Puryono, kenaikan harga kedelai ini merupakan yang terparah.

"Pada 2012 lalu, harga sempat naik di harga Rp 8.200 per kilogram, dan minyak goreng Rp15.500 per liter," kata dia kepada TribunSolo.cp,.

"Saat itu kita menggelar aksi demo di bundaran Kartasura," kata dia.

Tahun ini, harga kedelai tembus Rp 9.350 per kilogram, yang membuat para pengrajin melakukan mogok produksi.

Padahal pada hari biasanya, harga kedelai impor yang dipakai perajin hanya kisaran Rp 6.000-an per kilogram.

Namun tiba-tiba naik 50 persen lebih selama beberapa hari saja.

Sedianya, mereka akan menggelar aksi serupa seperti pada tahun 2012 lalu di jalanan.

Namun karena saat ini tengah pandemi Covid-19, mereka mengurungkan niat mereka.

Aksi demo tersebut mereka ganti dengan melakukan audiensi di Kantor DPRD Sukoharjo, yang diterima Komisi I, dan dihadiri dari Dinas Perdagangan Koperasi (Disdagkop) UKM Sukoharjo, Bulog, dan Dinas Pertanian Kabupaten Sukoharjo.

Dari 70 anggota paguyuban, 15 orang mendatangi kantor DPRD Sukoharjo, dan sebanyak 7 orang perwakilan melakukan audiensi.

"Kami kesini untuk menyampaikan aspirasi kami. Karena kami sudah kesulitan," kata Puryono.

Mediasi dilakukan sekira pukul 10.30 - 12.00 WIB.

Dalam mediasi itu, pengrajin meminta pemerintah hadir untuk menstabilkan harga kedelai dan minyak goreng.

Usai audiensi, mereka membentangkan sejumlah MMT yang bertuliskan sejumlah tulisan memprotes kenaikan kedelai di aula dan halaman kantor DPRD Sukoharjo.

Di antaranya 'Putih Tahuku Tak Seputih Nasibku', hingga 'Rego Dele Wes Sampe 9.000, Ndase Dadi Tambah Ngelu'.

Keluh Kesah di Lapangan

Komunitas Usaha Bersama (KUB) Tahu di Kecamatan Kartasura, Sukoharjo yang terdiri dari 70 perajin sepakat melakukan mogok produksi, Senin (4/1/2021).

Menurut ketua paguyuban, Puryono, aksi ini dilakukan sebagai wujud protes mahalnya harga kedelai impor dari Amerika Serikat yang terjadi. 

"Saat ini harga kedelai mencapai Rp 9.350 per kilo, padahal normalnya hanya Rp 6.500 - 7.000 saja," ucapnya. 

Baca juga: Kedelai Impor Mahal, Produsen Tahu di Solo Masih Pikir-Pikir Pakai Kedelai Lokal, Ini Alasannya

Baca juga: Simak 5 Makanan yang Membantu Turunkan Kadar Kolesterol dalam Darah, Ada Alpukat Hingga Kedelai

"Selain kedelai, harga minyak goreng kelapa sawit saat ini tembus Rp13.500, dari harga normalnya Rp 9.000," jelasnya. 

Dia menuturkan, kenaikan ini mulai terjadi saat awal pandemi Covid-19 pada Maret 2020 lalu. 

Kenaikan harga kedelai maupun minyak goreng terjadi secara bertahap. 

"Pertengahan Maret 2020 kemarin, kedelai naik menjadi Rp 7.900. Mendekati hari raya idul fitri kembali normal. Lalu pada bula November hingga sekarang terus naik," ucapnya. 

Kenaikan bahan dasar pembuatan tahu dan tempe itu membuat perajin kalang kabut. 

Baca juga: Sederet Makanan Penurun Kolesterol yang Harus Kamu Ketahui, Kedelai hingga Gandum Utuh

Berbagai cara dilakukan agar perajin tidak mengalami kerugian yang besar.  

"Kalau harganya naik di Rp 8 ribu, kami masih bisa mensiasati dengan mengurangi takaran atau ukuran, tanpa menaikan harga," terangnya. 

"Namun ketika harganya sudah tembus Rp9.000 kami kebingungan, dan kesulitan menjalankan usaha kami," jelasnya. 

Ia menuturkan, mogok produksi ini hanya berlangsung satu hari. Yang akan dimanfaatkan untuk melakukan audiensi dengan DPRD dan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved