Berita Solo Terbaru
Tangis Pecah, saat Jenazah Hariadi Saptono yang Dampingi Gibran Selama Pilkada Solo Dibawa ke Makam
Isak tangis terdengar saat peti jenazah Hariadi Saptono perlahan keluar dari rumah duka.
Penulis: Adi Surya Samodra | Editor: Asep Abdullah Rowi
Kakak Hariadi, Purwanto Joko Sanyoto menyampaikan, pihak keluarga sudah mengabarkan ke Gibran sesuai prosedur yang ada.
"Sudah mengabarkan lewat humas di Balai Kota, maupun Loji Gandrung," ujar Purwanto kepada TribunSolo.com.
Baru karangan buka duka cita dari Pemkot Solo yang baru sampai di kawasan rumah duka.
Karangan bertulisan 'Turut Berduka Cita Atas Meninggalnya Bp.Vincentius Hariadi Saptono Wali Kota & Wakil Wali Kota Surakarta'.
Itu tiba sekira pukul 10.50 WIB.
Dari informasi yang dihimpun TribunSolo.com, Gibran akan melayat siang ini.
Pesan untuk Gibran
Kata - kata terakhir sempat diucapkan politisi senior PDIP Solo, Hariadi Saptono sehari sebelum koma.
Untuk diketahui, Hariadi dirawat lebih kurang 12 hari di RSUD Dr Moewardi Kota Solo terhitung per 7 Juni 2021.
Sosok mantan Ketua DPRD Solo itu dirawat setelah kaki kanannya membiru.
Kakak Hariadi, Purwanto Joko Sanyoto mengatakan, mendiang sempat berucap pesan sebelum koma.
Itu bahkan menjadi sebuah firasat bagi keluarganya.

Baca juga: Jadwal Pemakaman Politisi PDIP Hariadi Saptono, Sosok Penting di Lingkaran Gibran saat Pilkada Solo
Baca juga: Kabar Duka : Tokoh PDIP Solo & Timses Gibran Hariadi Saptono Meninggal Dunia, Sempat Koma 10 Hari
Berikut pesan terakhir Hariadi sebelum koma yang disampaikan ke keluarganya :
Saya masih banyak pekerjaan rumah yang sangat penting dan belum diselesaikan.
Untuk Pemkot, DPRD, dan hal-hal yang lain, terutama untuk pemerintahan yang sekarang. Saya belum bisa menyelesaikan.
Saya sudah tidak kuat. Saya pamit.
"Itu semacam firasat. Sebuah firasat sudah ada. Disampaikan pamit," kata dia.
Namun arti kata-kata itu secara rinci, dia tidak mengetahui persis.
Baca juga: Tambah Seribu Dosis, Wali Kota Gibran Genjot Vaksinasi Para Driver Ojol yang Beroperasi di Solo
Baca juga: Tahan Dulu, Jangan Hadiri Pesta Nikah di Zona Merah, Gibran : Belajar dari Kasus Wonogiri & Sragen
Sempat Melawan Covid-19
Sosok yang mendampingi Gibran merebut tiket Pilkada 2020 itu sempat berjuang melawan Covid-19 semasa hidupnya.
Mendiang sempat berstatus orang tanpa gejala (OTG) atau asimtomatik.
Itu membuatnya harus menjalani isolasi mandiri selama lebih kurang sepekan.
Mendiang sudah dinyatakan negatif Covid-19 dan diperbolehkan beraktivitas beberapa hari sebelum koma selama 10 hari.
Purwanto mengatakan beberapa kolega sempat tilik setelah mendiang dinyatakan pulih.
"Sebetulnya beliau sehat-sehat saja. Tapi, tahu-tahu kaki membiru ada bintik-bintik. Lalu dibawa ke rumah sakit untuk pengecekan," kata dia.
"Secara medis ada dugaan sakit gula karena kakinya hitam. Meski hasil cek gulanya 147, kemudian ynag terakhir 120," tambahnya.
Mendiang sempat dirawat dua hari di Pavilium Cendana ICU RSUD Dr Moewardi Kota Solo. Sebelum akhirnya koma 10 hari.
"Beliau langsung koma. Kalau melihat kondisinya kasihan," ucapnya.
Mendiang kemudian dipindahkan dari ICU ke salah satu bangsal di RSUD Dr Moewardi.
Namun menghembuskan napas terakhirnya, Sabtu (19/6/2021) pukul 04.50 WIB.
Jadwal Pemakaman
Namanya mencuat kembali setelah mengawal pencalonan Gibran Rakabuming Raka dalam Pilkada Solo 2020, meski PDIP kala itu sudah memiliki calon.
Mendiang menghembuskan napas terakhirnya Sabtu (19/6/2021) pukul 04.50 WIB.
Itu setelah mendiang mendapat perawatan di RSUD Dr Moewardi Kota Solo selama lebih kurang 12 hari.
Jenazah beliau kemudian diantarkan ke rumah duka setelah semua prosedur dari rumah sakit rampung.

Baca juga: Kabar Duka : Tokoh PDIP Solo & Timses Gibran Hariadi Saptono Meninggal Dunia, Sempat Koma 10 Hari
Baca juga: Senior PDIP Singgung Status Jelang Pilkada Solo 2020, Purnomo Tegaskan Dirinya Kader Banteng
Dari pantauan TribunSolo.com, jenazah tiba di rumah duka, Jalan Sri Narendra RT 01 RW 04, Kelurahan Panularan, Kecamatan Laweyan, Kota Solo pukul 09.00 WIB.
Sejumlah orang tampak tengah menata bangku-bangku pelayat. Bangku-bangku itu ditata berjarak satu sama lain.
Seorang linmas tampak menyemprotkan disinfektan ke bangku-bangku dan kawasan sekitar rumah duka.
Kakak Hariadi, Purwanto Joko Sanyoto mengatakan akan ada ibadat pemberkatan jenazah sebelum prosesi pemakaman sekira pukul 10.00 WIB.
"Jenazah akan dimakamkan di TPU Daksinalaya pukul 13.00 WIB," katanya.
Berikut jadwal pemakaman Hariadi Saptono :
Hari : Sabtu
Tanggal : 19 Juni 2021
Dimakamkan Jam : 13.00 WIB
Di : Daksinalaya Danyung
Pemberkatan Jenazah : Pukul 10.00 WIB (Secara Agama Katholik)
Berangkat dari rumah duka : Jalan Sri Narendra RT 01 RW 04, Kelurahan Panularan, Kecamatan Laweyan, kota Solo.
Meninggalkan putra / putri :
1. Michael Kurniawan
2. Yosaphat Hari Setiawan
3. Antonius Yulianto.
Sempat Koma 10 Hari
Tim Sukses Gibran Rakabuming Raka di Pilkada 2020 itu menghembuskan napas terakhirnya setelah menjalani perawatan di RSUD Dr Moewardi Solo pukul 04.50 WIB.
"Beliau sempat koma selama 9 atau 10 hari sebelum menghembuskan napas terakhirnya," kata Kakak Hariadi, Purwanto Joko Sanyoto kepada TribunSolo.com.
Dari pantauan TribunSolo.com, jenazah tiba di rumah duka, Jalan Sri Narendra RT 01 RW 04, Kelurahan Panularan, Kecamatan Laweyan, Kota Solo pukul 09.00 WIB.
Baca juga: Rudy Singgung Intervensi ke DPC PDIP Solo dalam Pilkada 2020, Ini Tanggapan Tokoh Senior PDIP Solo
Baca juga: Tak Hanya Megawati & Tokoh PDIP, Kampanye Gibran Akan Dihadiri Banyak Artis di Antaranya Krisdayanti
Sejumlah orang tampak tengah menata bangku-bangku pelayat.
Bangku-bangku itu ditata berjarak satu sama lain.
Seorang linmas tampak menyemprotkan disinfektan ke bangku-bangku dan kawasan sekitar rumah duka.
Purwanto mengatakan akan ada ibadat pemberkatan jenazah sebelum prosesi pemakaman.
"Jenazah akan dimakamkan di TPU Daksinalaya pukul 13.00 WIB," ucapnya.
Aktif di Pilkada 2020
Tokoh PDIP Solo Hariadi Saptono menyoroti komentar Bakal Calon Wakil Wali Kota Solo Teguh Prakosa soal 'banteng tapi kerbau'.
Menurut Hariadi Saptono, Teguh tidak seharusnya menyinggung soal 'banteng tetapi kerbau'.
Termasuk lanjut dia, soal Teguh sempat menyinggung soal kerbau Alun-alun Kidul.
"Itu sudah merujuk Kebo Kyai Slamet yang merupakan simbol budaya yang sakral bagi masyarakat Jawa (Warga Solo dan Keraton Solo Hadiningrat)," papar Hariadi Saptono, Kamis (16/1/2020).
Hariadi yang merupakan mantan Ketua DPRD Solo tahun 2006 dari PDIP itu menyarankan, agar Teguh tidak mengkonotasikan negatif kata Kebo Alkid tersebut.
"Saya juga menanyakan apa maksud ucapan pasangan Purnomo - Teguh (PUGUH), membandingkan banteng yang benar dengan banteng seperti Kebo di Alun-alun kidul?" terang Hariadi.
Hariadi mengkritik Teguh agar berpikir dahulu sebelum berucap.
"Atau jangan2 beliau tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang budaya Solo (Jawa)," kata Hariadi.
Apalagi Teguh menurut Hariadi lama hidup di lingkungan Keraton dan seharusnya lebih memahami hal itu.
" Tidaklah elok (kerbau) ucapan tersebut disampaikan," terang Hariadi.
• Begini Reaksi Gibran Putra Jokowi saat Teguh Singgung Tengah Melawan Kader Banteng Seperti Kerbau
• Bakal Calon Wawali Solo Teguh Prakosa Singgung Lawan Banteng Seperti Kerbau, Sindir Siapa?
Komentari Rudy
Pernyataan Ketua DPC PDI Perjuangan (PDIP) Solo, FX Hadi Rudyatmo yang menyampaikan adanya intervensi dalam tahapan Pilkada 2020 dinilai membingungkan.
Senior PDI Perjuangan, Hariadi Saptono menilai, pernyataan Rudy selama ini berpotensi membuat kebingungan di akar rumput partai berlambang banteng moncong putih itu.
"Pernyataan beliau saling bertentangan antara satu dan yang lainnya, hal ini memungkinkan dapat menimbulkan kebingungan di akar rumput," ujar dia kepada TribunSolo.com, Kamis (26/12/2019).
"Salah satunya pernyataan terkait intervensi," imbuhnya menekankan.
Pernyataan dugaan intervensi yang disampaikan Rudy maknanya bias.
Hariadi menjelaskan, intervensi dilakukan ketika pemimpin sudah dianggap tidak peduli keadaan atau dianggap tidak mendengarkan masyarakat.
"Apa yang dilakukan DPD PDIP Jateng adalah justru bentuk kepekaan terhadap situasi yang ada, artinya tanggap dan tepat," jelas dia.
"Ketua DPC PDIP Solo, seharusnya memberi ruang bagi calon siapapun yang berangkat dari Partai, baik di struktur dan kultur, bukan sebaliknya mengistimewakan yang satu dan menganaktirikan yang lain," tambahnya.
Hariadi menduga intervensi yang dimaksud Rudy seperti yang dilakukannya selama ini.
• Saat Ketua DPC PDIP Solo Rudy Bicara Adanya Intervensi dalam Tahapan Pilkada 2020
• Puan dan Gibran Bertemu di Solo, Ini Tanggapan Relawan Purnomo-Teguh
"Jangan-jangan yang dimaksud intervensi adalah seperti yang dilakukan Ketua DPC PDIP Solo dalam hal ini pak Rudi yang mengekang struktur dan kultur untuk menyuarakan aspirasi dukungan kepada calon tertentu," ujarnya.
Hariadi menyinggung soal kedatangan kedatangan Ketua DPP PDI Perjuangan, Puan Maharani beberapa waktu lalu.
"Kehadiran Puan Maharani pada Rabu, 18 Desember 2019 ke Solo, sangat membawa kesejukan, santai sambil menikmati kuliner," kata Hariadi.
"Lagi pula kehadiran Puan Maharani sesungguhnya adalah bentuk kepedulian terhadap konstituen beliau, aneh bila, ada yang menganggap hal itu sebagai bentuk intervensi," imbuhnya.
Hariadi menilai, Rudy mungkin terbawa perasaan saat menyampaikan dugaan intervensi ke DPC PDIP Solo.
• Disinggung Nama Gibran, Politisi Senior PDIP Solo Anggap Pamor Purnomo-Teguh Tidak Kalah Seksi
"Tidak menemui Puan Maharani dan mengatakan diintervensi menjadi aneh, kok jadi baper," tutur Hariadi.
"Tidak elok memancing kegaduhan dalam situasi seperti ini, justru pemimpin harus menyuarakan damai dan rukun, apalagi masih dalam semangat Natal," tambahnya.
Hariadi menyarankan untuk mengesampingkan ego dan menaruh kepentingan rakyat diatas segalanya.
"Kesampingkan ego, ingat kepentingan masyarakat harus ditaruh di atas kepentingan pribadi atau kelompok," ucap Hariadi.
"Jangan sampai mengumbar statement yang kebablasan didasarkan emosi sehingga membingungkan masyarakat," tandasnya. (*)