Berita Boyolali Terbaru
Petani Tembakau di Boyolali Resah, Intensitas Hujan yang Tinggi Bisa Rusak Tanaman
Intensitas hujan yang tinggi beberapa waktu terakhir ini membuat Petani tembakau di Banyudono, Boyolali resah.
Penulis: Mardon Widiyanto | Editor: Ryantono Puji Santoso
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Mardon Widiyanto
TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI - Intensitas hujan yang tinggi beberapa waktu terakhir ini membuat Petani tembakau di Banyudono, Boyolali resah.
Sebab, hujan tersebut bisa menyebabkan kerusakan pada tanaman tembakau mereka.
Tuwuh (65) petani asal Desa Ngaru- aru mengatakan, untuk tanaman berusia kurang dari dua minggu rawan mati karena kelebihan air.
Baca juga: Kisah Seorang Petani Dijanjikan Jersey Inter Milan Lengkap Tanda Tangan Pemain oleh Erick Tohir
Baca juga: Tanpa Sebab Jelas, Petani di Aceh Kena Sasaran Tembak Oleh Oknum Aparat di Perkebunan Kelapa Sawit
“Kalau tanaman umur seminggu memang rawan mati dan harus diganti dengan tanaman baru,” ujar Tuwuh, kepada TribunSolo.com, Kamis (24/6/2021).
Tuwuh mengatakan, selain tanaman bisa mati karena kelebihan air, juga bisa mati karena tertimbun tanah.
Meskipun begitu, ia mengaku tanaman miliknya sudah berusia sebulan sehingga lebih tahan guyuran air hujan.
Baca juga: Geledah Rumah Petani di Prambanan Klaten, Densus 88 Amankan Puluhan Buku dan Catatan Tangan
"Itupun saya masih diliputi rasa khawatir, dampak hujan berkepanjangan membuat saya kurang leluasa melakukan pemupukan," ucap Tuwuh.
Ia mengatakan, jika tanah dalam kondisi basah, maka pupuk bisa menganggu pertumbuhan tanaman tembakau.
Selain itu, pupuk yang mencair terlalu cepat membuat suhu tanah menurun dengan cepat sehingga bisa merusak akar tanaman.
“Ya, bagaimana lagi, kondisinya memang seperti ini, yang saya bisa dilakukan paling membersihkan saluran air agar air bisa mengalir cepat," kata Tuwuh.
Baca juga: Selama 3 Tahun, Garam di Lombok Timur Lama Tak Terjual, Petani Garam : Kita Bisa Mati
Dia mengaku, lahan yang digarapnya merupakan tanah kas milik Pemerintah Desa Ngaru- aru.
Lahan seluas 3.000 meter persegi itu disewa selama setahun seharga Rp 10 juta.
“Panen tembakau tahun lalu lumayan. Bisa laku Rp 20 juta," pungkas Tuwuh.
Petani Karanganyar
Tanaman porang mungkin masih asing di telinga, padahal menjadi hasil pertanian yang menjanjikan dengan harganya yang mahal.
Kini di Kabupaten Karanganyar, petani mulai ikut mengadu nasib dengan beralih ke tanaman porang sehingga menjadi primadona.
Terutama mereka yang berdomisili dan memiliki lahan di seputar lereng Gunung Lawu.
Salah satunya adalah Ismanto (49) yang menyiapkan lahan seluas 5,4 hektar untuk pembudidayaan porang.
Kebunnya ada di Dusun Ngelundo, Desa Ngargoyoso, Kecamatan Ngargoyoso.

Baca juga: 5 Kuliner Soto Ini Wajib Dicoba Wisatawan Saat Berada di Solo, Salah Satunya Hidangan Favorit Jokowi
Baca juga: Ada Warga Meninggal karena Corona, Bupati Putuskan Tiadakan Salat Id di Alun-Alun Karanganyar
"Dari seluruh lahan yang sudah ditanami porang ada 2,8 hektar, yang lainnya masih persiapan," katanya kepada TribunSolo.com pada Selasa (11/5/2021).
Dirinya menuturkan bahwa dari tanaman porang yang bisa dimanfaatkan tidak hanya umbinya saja, namun juga katak porang atau biji dari pohon tersebut yang bisa dimanfaatkan kembali sebagai bibit.
"Untuk porang harganya berkisar dari Rp 9-13 ribu per kilogram," jelasnya.
Tak hanya itu, ada jenis porang dengan nilai fantastis jika dijual yakni prang katak yang bisa menembus angka Rp 250 ribu per kilogram.
"Bahkan tak jarang bisa mencapai Rp 250 ribu per kilogram," imbuhnya.
Harga yang fantastis tersebut tentu harus dibarengi dengan usaha yang maksimal dan ketekunan dalam belajar.
"Banyak orang menganggap kalau Porang itu tanaman mudah, padahal perlu ketelitian dan keuletan dalam menanti hasil," ujarnya.
"Petani baru banyak yang tidak sabar belum waktunya panen sudah dicabut, sehingga porangnya belum maksimal, lalu ada juga yang masih kurang memberi nutrisi," jelasnya.
"Kami disini pakai pupuk kompos, buatan sendiri," imbuhnya.
Ismanto kini tidak sendiri, ada ratusan petani lain yang ada di Dusun Ngelundo, Desa Ngargoyoso, Kecamatan Ngargoyoso, domisili dia tinggal yang kini aktif di tanaman porang.
"Ada 85 persen petani sini yang menggarap porang," ujarnya.
Baca juga: Pamit Jual Kucing Anggora, Gadis 22 Tahun Asal Karanganyar Tak Kunjung Pulang, Polisi Turun Tangan
Baca juga: Kasus Covid-19 Masih Tinggi, DBD Ikut Terus Merebak, Kini di Sukoharjo Chikungunya Juga Merajalela
Mereka juga tergabung dalam Asosiasi Asuhan Pemberdayaan Petani Porang Indonesia yang menaungi dari pembelajaran porang hingga penjualannya.
"Kami sudah bekerjasama dengan pabrik yang kelak akan mengekspor hasil panen kami ke berbagai negara, dan Cina menjadi pasar utama," katanya.
"Di sana akan menjadi bahan dasar untuk kosmetik, panganan dan berbagai olahan lainnya," jelasnya.
Dari penjualan porang dirinya meraih untung hingga ratusan juta sekali panennya.
"Bila satu hektar setidaknya membutuhkan modal Rp 100 juta untuk bibit, pupuk hingga biaya penggarapan lahan," tuturnya.
"Kami sekali panen setidaknya bisa mendapatkan Rp 400 juta,kepada pembeli yang sudah memiliki MoU dengan kami," terangnya.
Sukses Tanam Porang
Paidi, mantan pemulung asal Desa Kepel, Kecamatan Kare, Madiun, meraih sukses usai berbisnis porang.
Porang atau sejenis umbi yang dapat dijadikan bahan maanan, kosmetik, dapat merubah kehidupan Paidi.
Paidi menjual porang hingga ke luar negeri.
Kesuksesannya tak membuat dirinya jumawa.
• Cerita Pembuat Lampion Shio di Solo, Tak Mau Terlalu Pikirkan Omzet yang Penting Masyarakat Bahagia
Paidi pun berbagi ilmu dan modal bagi petani di desanya untuk mengembangkan porang.
Berikut ini fakta lengkapnya:
1. Mengenal porang dari seorang teman

Paidi menceritakan, awal muasal mengenal porang adalah saat bertemu dengan teman di panti asuhan di Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, sepuluh tahun silam.
Saat itu, Paidi dikenalkan tanaman porang yang dibudidayakan warga setempat.
"Setelah saya cek, ternyata porang menjadi bahan makanan dan kosmetik yang dibutuhkan perusahaan besar di dunia," ungkap Paidi.
Setelah belajar, Paidi kemudian mencari berbagai informasi tentang porang di internet.
Dari pencariannya di dunia maya, Paidi menyimpulkan porang merupakan kebutuhan dunia.
Melihat peluang itu, Paidi mulai memutar otak.
2. Banyak petani belajar menanam porang

Paidi (37) hanya dikenal sebagai sosok pemulung yang tinggal di Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun.
Namun, sejak bisnis porangnya sukses, rumah Paidi berubah drastis.
Dulu hanya berdinding anyaman bambu dan berlantai tanah.
Namun, sekarang sudah berubah total.
Tak hanya itu, pria berambut gondrong ini kini menjadi sosok yang banyak dicari kalangan petani kareana keberhasilannya membudidayakan porang.
Ia pun membagi ilmu dari cara bertanam hingga memberikan informasi harga porang dengan membuat blog dan channel YouTube yang bisa diakses siapa pun.
"Saya buat tutorial di akun infoasalan atau paidiporang," ungkap Paidi.
• Tes Kepribadian: Pilih Gambar Wanita Duduk Ini dan Temukan Kunci Kesuksesan Hidupmu
3. Temukan pola tanam baru untuk tanaman porang
Berbekal pencarian di Google, Paidi mendapatkan banyak ilmu tentang bagaimana mengembangkan porang di lahan pertanian terbuka.
Hasil pencarian itu lalu dikumpulkan dalam satu catatan yang dinamai sebagai revolusi tanam baru porang.
"Menanam porang rata-rata harus di bawah naungan. Di sini, menanam tanpa harus naungan. Kami menggunakan revolusi pola tanam baru," kata Paidi.
Paidi mengatakan, dengan revolusi tanam baru hasil panennya berbeda jauh dengan pola tanam konvensional yang mengandalkan di bawah naungan pohon.
"Kalau pakai pola tanam konvensional, panennya paling cepat tiga tahun. Sementara dengan pola tanam baru bisa lebih cepat panen enam bulan hingga dua tahun dan hasilnya lebih banyak lagi," ujar Paidi.
Dia mengatakan, bila menggunakan pola tanam konvensional tidak akan bisa mengejar kebutuhan dunia.
Sementara dengan revolusi pola tanam intensif, satu hektar bisa mencapai panen 70 ton.
• Tes Kepribadian: Ada Potensi yang Membuatmu Sukses di Masa Depan di Balik Setiap Ketakutanmu
4. Omzet bisnis porang capai tembus satu miliar
Menurut Paidi, ilmu yang dibagikan di media sosial itu dapat menarik petani di manapun untuk mengembangkan porang.
Apalagi, porang memang tergolong mudah untuk dikembangkan dan dipasarkan.
Saat ditanya tentanf omzet yang ia dapatkan dari pengembangan porang di Desa Kepel, Paidi menebut sudah mencapai miliaran rupiah.
"Sudah di atas satu miliar," kata Paidi.
Hal itu dibenarkan oleh Kepala Desa Kepel Sungkono bahwa banyak warganya saat ini ikut menanam porang karena terinspirasi dengan kisah sukses Paidi.
Dua tahun terakhir, hampir 85 persen warga di Desa Kepel menanam porang.
“Tahun lalu penjualan porang di desa kami tembus hingga Rp 4 miliaran. Warga yang memiliki lahan seluas satu hektar bisa meraih untung hingga Rp 110 juta,” kata Sungkono.
5. Hindari tengkulak, desa dirikan Bumdes
Untuk membantu petani mengembangkan porang, Desa Kepel memiliki Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) yang akan mengurusi porang mulai pembibitan biar bisa jual sendiri.
Tak hanya itu, bumdes juga siap memberikan pinjaman modal kepada petani yang ingin mengembangkan porang.
"Kalau petani jual sendiri, harganya bisa dimainkan tengkulak," kata Sungkono.
Untuk pengembangan porang, Bupati Madiun Ahmad Dawami yang biasa akrab disapa Kaji Mbing mengharapkan semua petani mengembangkan porang menyusul adanya investasi besar pabrik porang di Madiun.
Dengan demikian, semua petani bisa menanam porang dan bekerja sama pabrik olahan.
"Dan tidak akan terjadi petani menanam, pabrik akan membeli dengan harga yang murah," ujar Kaji Mbing.
6. Cita-cita memberangkat warga pergi umrah
Tak hanya ingin menularkan ilmu bertanam porang, Paidi juga menginginkan seluruh petani di desanya bisa berangkat umrah ke Tanah Suci tanpa membebani biaya apa pun.
Untuk mengumrahkan petani yang tidak mampu, Paidi memberikan bibit bubil (katak) sebanyak 30 kilogram gratis kepada petani.
• Lima Orang Di Sukoharjo Dilaporkan Meninggal Karena DBD Pada Semester Pertama Tahun 2019
Petani yang mendapatkan bantuan bibit dari Paidi harus menanam dan merawatnya hingga bisa meraih panen dalam jangka waktu dua tahun. Bila dihitung, panen porang dengan bibit bubil 30 kg bisa menghasilkan Rp 72 juta.
“Uang hasil panen itu bisa untuk memberangkatkan umrah pasangan suami istri. Tetapi kalau panen lebih dari itu, sisa uangnya kami berikan kepada petani,” ujar Paidi. (Muhlis Al Alawi)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "6 Fakta Mantan Pemulung Sukses Bisnis Porang, Omzet Miliaran Rupiah hingga Cita-cita Umrah Satu Desa"
Penulis : Michael Hangga Wismabrata