Berita Sukoharjo Terbaru
Dokter Dermawan Asal Mulur Meninggal karena Covid-19, IDI Sukoharjo Ikut Berduka: Guru Bagi Kami
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sukoharjo ikut berduka atas kepergian Dokter Hindriyanto Sp.P (70) setelah melawan Covid-19, Kamis (8/7/2021).
Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Ryantono Puji Santoso
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri
TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sukoharjo ikut berduka atas kepergian Dokter Hindriyanto Sp.P (70) setelah melawan Covid-19, Kamis (8/7/2021) pukul 05.50 WIB.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sukoharjo, Iskandar menyampaikan rasa belasungkawanya atas meinggalnya dokter senior itu.
"Kami sangat berduka atas meninggalnya senior kami, dokter Hindriyanto. Dokter Hindriyanto seorang guru bagi kami," ucapnya.
Baca juga: Ini KH Zumroni, Imam Masjid Agung Solo Wafat karena Corona : Hafiz Al Quran, Adem saat Beri Tausiah
Baca juga: Alasan Untung Wiyono Siaga 24 Jam Beri Ivermectin untuk Pasien Corona Sragen : Tak Ada Efek Samping
Meninggalnya Hindriyanto menambah daftar dokter yang meninggal karena corona digelombang kedua ini.
Karena belum lama ini, dokter umum di RSUD Ir Soekarno bernama Muslihah meninggal dunia terpapar virus Corona.
"Semoga keluarga diberi ketabahan atas meninggalnya dokter Hindriyanto," ungkapnya.
Jenazah dokter Hindriyanto dimakamkan dengan prosedur protokol covid-19.
Baca juga: Pemkot Solo Siapkan Lokasi Karantina Terpusat: Rawat Pasien Corona Tanpa Gejala
Sesuai rencana jenazah akan dimakamkan di TPU di Paguyuban Darma Bakti Klaten.
IDI pun berpesan kepada seluruh dokter agar meningkatkan standar pelayanan kesehatan di tengah tingginya kasus saat gelombang kedua pandemi Covid-19 ini.
Sementara itu, Meninggalnya Dokter Hindriyanto Sp.P (70) juga membawa duka untuk masyarakat sekitar.
Sebab, semasa hidup Dokter Hindriyanto dikenal dermawan pada warga.
Saat mengobati warga di klinik sekitar rumahnya, Dokter Hindriyanto tidak meminta bayaran pada warga.
Baca juga: Kabar Duka: Dokter Hindriyanto Asal Mulur Sukoharjo Meninggal Setelah Berjuang Melawan Covid-19
Mendiang sempat dirawat di rumah sakit Dr Oen Solo Baru, Kecamatan Grogol, Sukoharjo.
Dokter spesialis paru-paru asal Desa Mulur, Kecamatan Bendosari, Sukoharjo itu dikenal sebagai sosok yang dermawan.
Menurut tokoh pemuda Mulur, Vitriana, almarhum sering memberikan pengobatan gratis kepada masyarakat.
"Setau saya, kalau sama warga di desanya tidak pernah menarik biaya," katanya.
"Asalkan pengobatan tidak sampai opname," imbuhnya.
Baca juga: Penjelasan Ilmiah Dokter Tentang Corona Varian Baru, Warga Sekitar Asrama Donohudan Tak Perlu Panik
Diketahui, selain bertugas di Rumah Sakit Dr Oen Solo Baru, dokter Hindriyanto juga membuka klinik spesialis paru.
Klinik tersebut berlokasi di belakang kediamannya di Dukuh Sukosari, Desa Mulur, Kecamatan Bendosari, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Dibutuhkan Ratusan Tenaga Medis Sukoharjo
Kebutuhan tenaga medis di Kabupaten Sukoharjo meningkat, seiring dengan melonjaknya kasus Covid-19.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sukoharjo, Yunia Wahdiyati, keterisian kuota bed di seluruh Rumah Sakit (RS) di Sukoharjo sekira 90 persen.
Kendati demikian, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukoharjo belum akan membuat Rumah Sakit (RS) darurat.
"Mendirikan RS darurat itu butuh persiapan yang luar biasa. Kebutuhan money, material, market, dan SDM-nya perlu dipertimbangkan dan diperhitungkan, agar kedepannya berjalan baik," katanya kepada TribunSolo.com, Rabu (23/6/2021).
Baca juga: Warga Berumur 18 ke Atas Sabar Dulu, di Karanganyar Vaksinasi Masih Fokuskan Puluhan Ribu Lansia
Baca juga: Klaster Keluarga Merembet ke Menara Wijaya Sukoharjo, 60 ASN Jalani Antigen,Hasilnya 5 Orang Reaktif
Langkah yang dilakukan Pemkab Sukoharjo saat ini baru menambah bed di RS rujukan Covid-19 yang ada di Kabupaten Sukoharjo.
Ruangan yang sebelumnya bukan untuk perawatan pasien Covid-19, kini dialihfungsikan agar bisa menampung pasien Covid-19.
"Kita masih fokus pada RS yang kita miliki saat ini. Jika RS masih mampu melakukan penambahan ruang Covid-19, maka itu kita lakukan," ucapnya.
Namun, penambahan bed ini juga bukan tanpa masalah. Pasalnya, kebutuhan SDM medis juga semakin meningkat.
Tenaga medis yang menangani kasus Covid-19 jam kerjanya dikurangi, agar tenaga medis tidak kelelahan saat bekerja.
Berbagai upaya dilakukan untuk menambah tenaga medis untuk penanganan Covid-19 ini. Seperti meminta bantuan dari TNI, Polri, dan Relawan Kesehatan.
Namun, penambahan tenaga kesehatan masih belum mencukupi dari kebutuhan tenaga medis di Kabupaten Sukoharjo.
"Bupati juga berkoordinasi dengan provinsi tentang kebutuhan tenaga perawatan, laboratorium, radiologi, dan sebagainya yang bisa membatu kepasitas layanan di Sukoharjo," ujarnya.
"Kami juga minta tambahan untuk peralatan ICU," imbuhnya.
Yunia mengatakan, untuk tenaga perawat sendiri dibutuhkan sekitar 150 orang.
"Masih ditambah dengan tenaga medis lain seperti dokter spesialis, tenaga laboratorium, dan lain sebagainya," aku dia.
Kasus Merembet
Sedikitnya 60 ASN dari tiga organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Setda Sukoharjo dilakukan pemeriksaan swab antigen.
Menurut Juru Bicara Satgas Covid-19 Kabupaten Sukoharjo, Yunia Wahdiyati, tiga OPD itu meliputi Bagian Humas, Bagian Umum, dan Dinas Pertanian Kabupaten Sukoharjo.
Pemeriksaan tersebut dilakukan karena ditemukannya ASN yang raktif Covid-19, dari kontak erat dengan anggota keluarganya yang positif Covid-19.
"Kami melakukan tracing, dan didapati ada ASN yang reaktif lagi, karena kasus serupa, yakni kontak erat dari keluarga," katanya kepada TribunSolo.com, Rabu (23/6/2021).
Baca juga: Ini Alasan Presiden Jokowi Pilih PPKM Mikro Ketimbang Lockdown: Keduanya Punya Esensi yang Sama
Baca juga: Wajah Boyolali Malam Hari : Biasanya Ramai Kini Sepi Bak Kota Mati,Ada Jam Malam di Jalan Pandanaran
Tracing kemudian diperluas di lingkungan ASN di Menara Wijaya Setda Sukoharjo.
"Ada sekitar 60 ASN yang diambil sampel antigennya, hasil sekitar 5 orang reaktif," jelasnya.
"Jadi kita butuh memperluas tracing lagi," imbuhnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sukoharjo itu menjelaskan, mereka yang masuk dalam tracing belum dilakukan pemeriksaan wajib melakukan isolasi mandiri.
Hal tersebut juga berlaku bagi mereka yang hasil pemeriksaannya reaktif.
"Jadi untuk sementara WFH dulu, mengerjakan tugas-tugasnya dari rumah," pungkasnya.
Kejari Reaktif
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo, Tatang Agus Volleyantono reaktif Covid-19 setelah melakukan pemeriksaan swab antigen.
Hal tersebut membuat Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sukoharjo melakukan tracing terhadap kontak erat dari Tatang.
Menurut Juru Bicara Satgas Covid-19 Kabupaten Sukoharjo, Yunia Wahdiyati, kontak erat juga melibatkan Bupati Sukoharjo, Etik Suryani.
Baca juga: Awas Kecele! Mulai Malam Ini Jalan Pandanaran Boyolali Ditutup, Ada PPKM Mikro di Tengah Corona Naik
Baca juga: Bak Hujan di Tengah Kemarau, Sragen Dapat 10 Ribu Vaksin di Tengah Label Zona Merah & Corona Meroket
"Bu Etik ada rapat koordinasi dengan kejaksaan kemarin. Jadi ikut dilakukan pemeriksaan antigen," katanya, Rabu (23/6/2021).
"Hasil alhamdulillah negatif," imbuhnya.
Perempuan yang juga Kepala DKK Sukoharjo itu mengatakan, tracing juga dilakukan kepada keluarga, staff, dan pegawai Kejari Sukoharjo.
Kasi Intel Kejari Sukoharjo, Haris Widi Asmoro Atmojo menambahkan, seluruh staff dan pegawai Kejari Sukoharjo juga dilakukan pemeriksaan swab antigen.
Baca juga: Antisipasi Kasus Corona Melonjak di Sukoharjo, Kegiatan Ibadah dan Hajatan Dibatasi
"Ada 76 orang yang dilakukan swab antigen, 6 diantaranya reaktif," kata dia.
Enam orang yang reaktif saat melakukan swab antigen kemudian dilakukan pemeriksaan PCR.
Selama menunggu hasil tes PCR keluar, enam orang tersebut diminta untuk melakukan isolasi mandiri.
"Kemarin dilakukan tes PCR. Hasilnya keluar sekitar 5 hari lagi," jelasnya.
Baca juga: Virus Corona Hantui Kampus UNS Solo, 3 Dosen Meninggal, Puluhan Dinyatakan Positif
Meski Kepala Kejari, dan 6 orang karyawan lainnya reaktif, pelayanan di Kantor Kejari Sukoharjo masih berjalan seperti biasa.
Haris menjelaskan, setiap hari Kantor Kejari dilakukan sterilisasi dengan penyemprotan disinfektan.
"Untuk sistem WFH (Work From Home) belum kami terapkan. Pelayanan masih berjalan seperti biasa," pungkasnya.
Kasus Corona di Boyolali
Kasus Covid-19 di Kabupaten Boyolali semakin hari semakin mengganas.
Pasalnya kumulatif positif Covid-19 hingga Selasa (22/6/2021) mencapai 1.069 orang.
Berdasarkan informasi yang dihimpun TribunSolo.com dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali jumlah kasus Covid-19 tertinggi berada di Kecamatan Ngemplak yaitu 154 kasus.
Sedangkan kasus Covid-19 paling sedikit saat ini berada di Kecamatan Wonosegoro dengan 1 kasus.
Baca juga: Kasus Covid-19 di Boyolali Makin Ganas, Seminggu Terakhir Capai 760 Kasus Positif
Baca juga: Lowongan Kerja Boyolali: Dicari Lulusan S1 Akuntansi untuk Posisi Auditor di BPR Syariah Al Mabrur
Kepala Dinkes Boyolali, Ratri S Survivalina mengatakan peningkatan kasus tersebut cukup besar berdampak pada ketersediaan tempat tidur di RS yang memang perlu ditambah.
“Seperti Rumah Sakit Pandan Arang, ini sudah mengkonversi beberapa bangsal untuk menjadi bangsal Covid-19,” ujar dia.
Ratri mengatakan bed di lantai 2 dan 3 rusunawa atau RSDC sudah digunakan juga untuk menerima pasien Covid-19.
Selain itu, pihaknya sedang berupaya menambah satu rumah sakit lagi yaitu RSI di Boyolali sebagai rujukan pasien Covid-19.
"Rumah sakit baru rencananya akan menerima pasien-pasien Covid-19," ucap Ratri.
Sebagai informasi, RSD Covid-19 yang berada Rusunawa di Kemiri, Mojosongo atau Brotowali 2, saat ini sudah terisi 36 pasien dari kapasitas 52 tempat tidur.
Direncanakan, RSD Covid-19 akan ditingkatkan kapasitasnya menjadi 72 tempat tidur.
Berikut ini urutan kasus Covid-19 tertinggi hingga terendah :
1. Ngemplak 154 kasus.
2. Boyolali 134 kasus.
3. Cepogo 113 kasus.
4. Banyudono 110 kasus.
5. Nogosari 104 kasus.
6. Simo 87 kasus.
Baca juga: Sekali Lagi! Wali Kota Gibran Ogah Lockdown, Kegiatan Sosial Tak Akan Dipersulit Asal Prokes Ketat
Baca juga: Infeksi Covid-19 Ternyata Bisa Menyerang Saraf Otak, Kenali Gejalanya
7. Mojosongo 69 kasus.
8. Sawit 47 kasus.
9. Ampel 46 kasus.
10. Karanggede 42 kasus.
11. Musuk 37 kasus,
12. Klego 28 kasus,
13. Gladagsari 23 kasus,
14. Teras 16 kasus,
15. Juwangi 15 kasus,
16. Selo 13 kasus,
17. Sambi 9 kasus,
18. Andong 7 kasus,
19. Tamansari 4 kasus,
20. Wonosamodro 4 kasus,
21. Kemusu 3 kasus
22. Wonosegoro 1 kasus.
(*)