Berita Sragen Terbaru
Sisi Lain di Tanah Keraton Ing Alaga Sragen : Konon Muncul Ular Naga, Sapi-sapi Tak Berani Mendekat
Di balik tanah bekas reruntuhan Keraton Ing Alaga di Desa Kandangsapi, Kecamatan Jenar, Kabupaten Sragen, tersimpan cerita aneh.
Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Asep Abdullah Rowi
Karena Dukuh Pandak Karangnongko dekat dengan jalur lintas provinsi Belanda, akhirnya Pangeran Mangkubumi pindah ke arah utara dan bertemu dengan Kiai Srenggi, mantan panglima Kerajaan Kartasura.
Kemudian perjalanan kembali dilanjutkan, Pangeran Mangkubumi sampailah di sebuah tempat, yang merupakan pertemuan dua sungai, yakni Sungai Sawur dan Bengawan Solo.
"Dan di sinilah, Dukuh Tawang, Desa Kandangsapi, Pangeran Mangkubumi mendirikan bangunan keraton sementara," singkatnya.
Di keraton tersebut merupakan tempat bertemunya 27 tokoh penting, yang mendukung Pangeran Mangkubumi untuk berperang melawan penjajah Belanda.
Keraton di Dukuh Tawang itu, digunakan sebagai tempat mengumpulkan kekuatan dan membuat strategi untuk melawan penjajah Belanda.
Saat masih berada di Desa Kandangsapi, Raja Pakubuwana II dikabarkan sakit, dan Pangeran Mangkubumi didesak pasukannya untuk menjadi raja, namun menolak.
Sampai akhirnya Raja Pakubuwana II meninggal dunia, yang kemudian sang anak, diangkat menjadi Raja Pakubuwana III oleh Belanda.
"Pangeran Mangkubumi yang ada di sini, itu mendengar kakaknya meninggal, kemudian dia diangkat oleh pasukannya di sini sebagai Raja Pakubuwana III Susuhunan Kabanaran, atau Sunan Kabanaran yang diabadikan dalam prasasti Prabegan," jelasnya.
Setelah kurang lebih satu hingga dua tahun Pangeran Mangkubumi berada di Dukuh Tawang, kemudian gerilya dilanjutkan ke Desa Jekawal, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen.
Dalam pelariannya dari Keraton Surakarta, Pangeran Mangkubumi dan pasukannya terus berperang melawan Belanda.
Baca juga: Patung Raja Keraton Solo Setinggi 4 Meter Berdiri di Boyolali, Ini Cerita Mengapa Dibangun di Sana
Baca juga: Pertama di Indonesia, Patung Raja Keraton PB VI Berukuran Raksasa Berdiri di Selo, Bukan di Solo
Kemudian, besarnya kekuatan Pangeran Mangkubumi membuat penjajah Belanda kewalahan, yang kemudian Belanda menyodorkan perjanjian damai.
Perjanjian tersebut diterima oleh Pangeran Mangkubumi, yang kemudian wilayah Surakarta dipecah menjadi dua, yang saat ini disebut sebagai Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta.
Pangeran Mangkubumi memegang kekuasaan di Keraton Yogyakarta, dengan Gelar Sri Sultan Hamengkubuwana I, sedangkan Raja Pakubuwana III tetap memegang kekuasaan Keraton Surakarta.
Menurut Komar, Sultan Hamengkubuwana IX pernah berkunjung ke Desa Kandangsapi, untuk melihat tapak tilas, perjuangan pendahulunya. (*)