Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

UMKM Sumberlawang Mendunia

Tak Cicipi Sekolah Tinggi, Tugimin Tak Menyerah, Keranjangnya dari Sragen Kini Dijual di Mall Korea

Berkat Tugimin, kerajinan berbahan mendong dari Desa Ngargotirto, Sumberlawang, Sragen, tembus ke negara luar, mulai Singapura, Korea, sampai UEA.

Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Aji Bramastra
TribunSolo.com/Septiana Ayu
Hasil kerajinan tangan dari mendong yang disulap menjadi aneka bentuk wadah untuk hiasain rumah bernilai ekspor di Dukuh Kowang, Desa Ngargotirto, Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari

TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Siapa sangka, usaha kerajinan dari perkampungan di pinggir hutan Kabupaten Sragen, bisa mendunia.

Ya, kerajinan dari Dukuh Kowang, Desa Ngargotirto, Kecamatan Sumberlawang, bisa dijual di pusat-pusat perbelanjaan negara luar, seperti Singapura, Korea, hingga Uni Emirat Arab.

Baca juga: Hasil Karya Emak-emak Sragen, Sulap Mendong Jadi Keranjang,Tembus Pasar Korea hingga Uni Emirat Arab

Modalnya hanya mendong atau tanaman yang tumbuh di rawa-rawa.

Lewat tangan dingin para emak-emak di sana, bahan mentah itu disulap menjadi cuan, penyelamat warga di tengah masa pandemi.

Tapi, siapa yang berjasa hingga membuat kerajinan cantik itu mendunia?

Adalah Tugimin (52), seorang pria yang awalnya bekerja sebagai peternak ayam.

Awalnya pada 1999, ia mulai memberdayakan masyakarat untuk beternak ayam kampung.

Usaha ayamnya mulai berjalan, kemudian ia memikirkan bagaimana tetap produktif disamping beternak ayam.

Akhirnya ia mencoba membuat kerajinan tangan, dan mencoba memasarkannya ke pasar luar negeri.

Awalnya ia membuat kotak tisu dari eceng gondok yang tembus di pasar Singapura.

Kemudian Tugimin mencoba memasarkan keranjang mendong buatan ibu-ibu tersebut, yang kini digandrungi pasar Korea, Malaysia, Singapura, hingga Uni Emirat Arab.

Menurut Tugimin, sejak dirintis pada 2015 lalu, keranjang mendong buatan ibu-ibu tersebut sudah terjual jutaan buah.

"Selama ini sudah berjuta-juta, sekali ekspor bisa satu kontainer, hanya untuk satu negara tujuan saja," kata Tugimin.

Keranjang-keranjang tersebut biasa digunakan sebagai tempat pakaian kotor, yang biasa diletakkan di rumah maupun di hotel.

Tak hanya keranjang saja, Tugimin juga memiliki produk lainnya, seperti dekorasi dinding dan penutup lampu yang tak kalah laris.

"Selama ini nggak ada komplain, dan pesanan jalan terus, dapat respon yang baik dari masyarakat luar negeri," jelasya.

"Apalagi sekarang setelah pandemi, banyak KBRI yang ada diluar sana ikut membantu bagaimana produk di dalam negeri bisa diekspor," tambahnya.

Tak Sekolah Tinggi

Ternyata, Tugimin bukanlah seseorang dari orang berada dan berpendidikan.

Anak pertama dari tiga bersaudara tersebut, lahir di keluarga petani yang sederhana.

Tugimin hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) yang kemudian melanjutkan kejar paket B secara diam-diam.

Ia dilarang oleh kedua orangtuanya sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, karena kebanyakan warga sekitar lingkungannya yang lulusan SMA atau perguruan tinggi berujung hanya mendapatkan pekerjaan kasar dan sedapatnya saja.

"Waktu itu saya menempuh pendidikan SMP ikut kejar paket B, itu pun harus sembunyi-sembunyi, saya harus kerja diluar, sampai sekarang mungkin orangtua tidak tahu saya," terangnya kepada TribunSolo.com.

Meski begitu, larangan tersebut tak ingin ia teruskan kepada kelima anaknya.

Anak pertamanya berhasil lulus dari jurusan Sastra Inggris di Universitas Indonesia (UI) yang langsung diminta untuk menjadi pengajar di Kampung Inggris, Kediri.

Anak keduanya juga selesai menyelesaikan kelas pengembangan bahasa Inggris, yang kini mengajar di salah satu pondok pesantren di Kabupaten Sragen.

Sedangkan anak ketiganya, masih berkuliah di salah perguruan tinggi di Kabupaten Sragen, yang sesekali juga mengajar di Kampung Inggris, Kediri.

Anak keempatnya masih duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar, dan anak kelima masih berusia 6 bulan.

"Kalau sekarang anak harus berpendidikan setinggi-tingginya, pokoknya kalau sekolah harus dimaksimalkan, tapi kalau telat bayar jangan kaget," katanya. 

Membantu di Masa Pandemi

Salah satu ibu pembuat kerabjang itu adalah Ngadiyem (50).

Ia mulai mengambil mendong yang telah dikeringkan untuk dianyam berbentuk keranjang.

Tangannya nampak sudah lihai mengayam mendong, dilanjutkan dengan dijahit, hingga jadilah satu set keranjang mendong yang terdiri dari 3 buah.

Setelah jadi ia kumpulkan ke pengepul, dan Ngadiyem berhak mendapatkan Rp 65.000 untuk satu set keranjang mendong.

Menurut Ngadiyem, kegiatan membuat kerajinan tangannya sangat membantu perekonomian keluarganya.

Sehingga, saat pandemi Covid-19 ini ia tidak begitu mempermasalahkan keuangan keluarga.

"Sangat membantu, suami saya hanya buruh serabutan, saya juga tidak punya sawah, ya bikin kerajinan ini sangat membantu," katanya kepada TribunSolo.com, Minggu (13/3/2022).

Baca juga: Cerita Biogas Jadi Pundi Rupiah Baru di Boyolali : UMKM Tak Takut Rugi karena Tak Perlu Beli Elpiji

Baca juga: BLT UMKM Rp 600 Ribu Akan Segera Cair Tahun 2022, Simak Kriteria Penerima hingga Syarat Pencairan

"Intinya kalau sedang butuh uang, pas lagi nggak punya uang, uangnya selalu ada, ya dari kerajinan ini," tambahnya.

Hal yang sama juga diungkapkan Juwati, seorang ibu rumah tangga.

Meski sibuk mengurus anak yang masih balita, ia tak ingin tinggal diam untuk membantu perekonomian keluarga.

"Menganyam sudah dua tahun, karena nggak ada pekerjaan, ya bikin ini, bisa membantu perekonomian keluarga," ujar Juwati.

"Disela momong ya bikin kerajinan mendong, sehari bisa satu set," tambahnya.

Jika dikalkulasikan, para perajin keranjang mendong tersebut bisa menghasilkan penghasilan sekitar Rp 1.950.000 perbulan, jika konsisten menyelesaikan satu set perharinya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved