Berita Sragen Terbaru
Ada Tradisi Pacenan Jelang Detik-detik Ramadan, Bikin Kue Apem yang Dijual di Pasar Sragen Ludes
Warga Kabupaten Sragen masih menggelar tradisi Pancenan untuk menyambut bulan suci ramadan.
Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Warga Kabupaten Sragen masih menggelar tradisi Pancenan untuk menyambut bulan suci ramadan.
Tradisi Pancenan dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur, sekaligus untuk mendoakan keluarga yang sudah meninggal dunia.
Dalam tradisi Pancenan, biasanya warga akan menyajikan beragam makanan yang disajikan di dalam takir yang terbuat dari daun pisang.
Yang tak boleh ketinggalan ialah apem, baik kukus maupun yang digoreng.
Tradisi tersebut masih eksis di kalangan warga Sragen, yang dibuktikan dengan laris manisnya penjualan kue apem di Pasar Bunder Sragen.
"Yang beli apem banyak sekali, karena ini juga bertepatan prepegan, buat pelengkap pancenan itu," kata pedagang, Sri II, kepada TribunSolo.com, Sabtu (2/4/2022).
"Ada apem rebus dan goreng, jadah dan lainnya," aku dia.
Sejak berjualan dari pagi hari, jualannya langsung ludes dibeli.
Sekitar pukul 11.00 WIB, apem yang dibawanya sebanyak ratusan buah sudah laku lebih dari 50 persen.
Baca juga: Sejarah Sadranan yang Biasa Dilakukan Masyarakat Jawa, Ternyata Ada Sejak Era Gajah Mada
Baca juga: Tradisi Prepegan di Pasar Sragen Jelang 1 Ramadan Bikin Full Senyum, Pembeli Meroket Tajam 85 Persen
Menurut Sri, kebanyakan pembeli apemnya ialah para orangtua.
"Sudah terjual setengah lebih, alhamdulillah laris manis," ujarnya.
"Karena mayoritas orang Jawa masih melakukan tradisi itu, apalagi yang sudah tua itu, banyak yang mencari," aku dia.
Prepegan Jelang Ramadan
Tradisi prepegan biasa dilakukan warga Kabupaten Sragen menjelang sehari datangnya awal Ramadan.
Ya, warga Kota Makmur, biasanya akan memenuhi pasar untuk berbelanja kebutuhan pokok sebagai persiapan menjalani puasa satu bulan penuh.
Pantauan TribunSolo.com di lapangan, Pasar Bunder Sragen dipadati oleh warga yang ingin berbelanja sejak pagi hari.
Semua kios dipenuhi oleh pembeli yang mengantre untuk membeli kebutuhan dapur seperti kacang tanah, cabai, gula hingga telur.
Kios daging, tahu tempe dan makanan ringan juga dipadati oleh pembeli, sehingga membuat para pedagang sibuk melayani mereka.
Salah satunya dilakukan oleh Sumarno, yang datang bersama istrinya untuk berbelanja menjalani puasa.
"Iya belanja buat InsyaAllah besok puasanya, membeli kebutuhan dapur saja, seperti bawang, gula," katanya kepada TribunSolo.com, Sabtu (2/4/2022).
Baca juga: Imbas Harga Naik, Penjualan Pertamax Turun 2 Ribu Liter, Warga Sragen Mulai Beralih ke Pertalite
Baca juga: Tarawih & Tadarus Boleh, Kepala Kemenag Sragen : Tapi Bagi yang Kurang Sehat Ibadah di Rumah Saja
Sumarno menuturkan memang sudah menjadi tradisi keluarganya menjelang puasa untuk berbelanja di pasar.
"Iya, setiap tahun berbelanja di pasar," singkatnya.
Banyaknya warga yang berbondong-bondong ke pasar, menjadi berkah tersendiri bagi para pedagang.
Pedagang pun nampak sibuk melayani pembeli sejak pagi hingga siang hari.
Salah satu pedagang, Sri Adel pun merasa bersyukur karena penjualannya ramai tak seperti biasanya, bahkan pembelinya melonjak tajam.
"Sejak kemarin, dua hari ini, alhamdulillah pasarnya agak ramai, yang beli naik 85 persen langsung naik banyak, alhamdulillah," kata dia.
Boleh Tarawih dan Tadarus
Kementerian Agama (Kemenag) Sragen memberikan imbauan bagi mereka yang kurang sehat.
Pasalnya bulan puasa kali ini akan dijalani umat muslim dengan penuh suka cita, karena tidak ada pembatasan seperti dua tahun yang lalu.
Masih teringat jelas, dua kali ramadan dilaksanakan umat muslim dengan aturan yang ketat, bahkan diimbau untuk beribadah di rumah masing-masing.
Lantas, apakah terdapat perbedaan aturan Ramadan tahun ini dengan tahun sebelumnya ?
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sragen, Ihsan Muhadi menjelaskan umat muslim pada tahun ini dapat menjalankan ibadah puasa sesuai dengan syariat Islam.
"Di dalam ibadah ramadan tahun ini, salat tarawih bisa dilaksanakan di masjid dan mushola tentunya tetap memperhatikan prokes," katanya kepada TribunSolo.com, Jumat (1/4/2022).
Baca juga: Kebijakan Penggunaan Toa Selama Ramadan di Sragen: Tadarus Al-Quran Pakai Speaker Dalam Masjid
Ia mengingatkan setiap jamaah untuk tetap memakai masker dan membawa alat sholat sendiri.
Tak hanya itu, tidak diberlakukan jaga jarak lagi serta tidak ada pembatasan jumlah jamaah didalam masjid maupun mushola.
Kegiatan tadarusan al-quran juga boleh dilakukan di masjid atau mushola, seperti halnya bulan-bulan ramadan sebelum pandemi.
Ihsan juga mengimbau kepada para takmir masjid untuk mempersiapkan sarana dan prasarana sebaik mungkin, agar bulan ramadan tahun ini bisa berjalan lancar meski masih ditengah pandemi.
Baca juga: Keutamaan dan Ganjaran Sholat Tarawih Malam Pertama Ramadan: Kembali Suci Seperti Bayi Dilahirkan
"Ada kewajiban untuk takmir masjid untuk mempersiapkan sarana ibadah dengan tetap menyediakan hand sanitizer dan thermo gun, serta tetap memperhatikan jumlah jamaah," terangnya.
Ihsan berpesan kepada jamaah yang sedang sakit, agar menjalankan ibadah dirumah masing-masing terlebih dahulu.
"Yang kurang sehat bisa melaksanakan ibadah dirumah masing-masing terlebih," pungkasnya.
Alun-alun Boleh untuk Lebaran
Bagaimana selama dua tahun ini merasakan Ramadan dan Idul Fitri yang 'sepi' karena pandemi Covid-19?
Ya, kini Ramadan dan Lebaran bakal semarak kembali seperti sebelum pandemi.
Seperti yang akan terjadi di Kabupaten Sragen.
Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati mengatakan salat Idul Fitri misalnya, boleh dilakukan kembali di Alun-alun Sragen.
"Salat ied berjamaah tetap menyelenggarakan, InsyaAllah nanti di alun-alun, seperti tahun-tahun sebelum pandemi," katanya kepada TribunSolo.com, Jumat (25/3/2022).
Lanjutnya, tidak ada batasan jumlah jamaah yang ingin ikut sholat berjamaah bersama Bupati tersebut.
Pada pelaksanaan sholat ied, jalan raya Sukowati akan ditutup sementara waktu untuk menampung jamaah lebih banyak.
"Nanti nggak mungkin dibatasi, pasti kita nantikan akan menutup Jalan Sukowati sebentar, menampung berapapun yang hadir, jaga jarak sudah tidak ada," jelasnya.
Baca juga: Inilah Sadranan, Tradisi Turun Temurun Warga Cepogo Boyolali yang Lebih Meriah Ketimbang Idul Fitri
Baca juga: Kabar Baik, Menkes Sebut Idul Fitri 2022 Bisa Dirayakan Normal, Namun Harus Penuhi Syarat Ini
Bupati Yuni menegaskan agar setiap pelaksanaan ibadah di bulan suci ramadan hingga lebaran tiba, warga diminta tetap memakai masker.
"Yang penting wajib pakai masker," jelas dia.
Siap Hadapi Endemi
Kini ramai dibicarakan perihal peralihan status dari pandemi menjadi endemi covid-19.
Sebelumnya telah dilalui bersama, Indonesia telah dikepung pandemi covid-19 selama dua tahun lebih.
Pemerintah pun berulang kali mengeluarkan beberapa kebijakan untuk penanganan pandemi covid-19.
Kini, meski kasus penularan sedang mengalami tren kenaikan, namun dampak terjangkitnya tidak seganas varian-varian sebelumnya.
Kebanyakan pasien yang terpapar mengalami gejala ringan hingga sedang, bahkan ada yang merasakan seperti terkena flu biasa.
Dari kondisi tersebut, pemerintah pun mengeluarkan wacana untuk melakukan peralihan dari status pandemi menjadi endemi.
Wacana tersebut pun mulai dipersiapkan di tingkat daerah, salah satunya Kabupaten Sragen.
Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati yang merupakan satu-satunya kepala daerah berpredikat dokter itu mengatakan Sragen sudah siap apabila terjadi peralihan status.
Baca juga: Rekomendasi Ayam Goreng Enak di Sragen, RM Roso Joyo Sragen Langganan Wisatawan: Sejak Tahun 1996
Baca juga: Pemerintah Cabut Kewajiban Antigen & PCR, Nabil Haroen : Hati-hati Transisi Pandemi Jadi Endemi
"(Peralihan ke pandemi) menurut beberapa berita yang saya baca iya, akan ada peralihan dari pandemi menjadi endemi, ya kita siap saja," katanya kepada TribunSolo.com, Sabtu (19/3/2022).
Orang nomor satu di Kabupaten Sragen tersebut menjelaskan perbedaan dari pandemi dan endemi.
Menurutnya, status pandemi berarti kebijakan berlaku secara terpusat di pemerintah pusat.
Sedangkan endemi, kebijakan yang diambil tergantung daerahnya masing-masing, sesuai dengan kondisi penularan covid-19.
"Kalau endemi itu kan sifatnya lokal, kebijakan tidak berlaku secara nasional, nanti tergantung kepala daerah melihat situasinya," terangnya.
"Kalau ternyata butuh untuk menggerakan roda ekonomi, ya kita buka CFD, misalnya seperti itu," tambahnya. (*)