Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Sragen Terbaru

Dikira Pengangguran, Pria di Sragen Ahli Bikin Bumerang, Hasilnya Dibeli Orang Italia hingga Jerman

Pria di Kabupetan Sragen tak bisa dianggap remeh, karena dari tangannya tercipta bumerang, senjata khas suku Aborigin di Australia.

Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Asep Abdullah Rowi
TribunSolo.com/Septana Ayu
Koko Handoko menunjukkan hasil karyanya di rumahnya di Desa Bendungan, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen. Sempat dikira pengguran, ternyata bikin bumerang yang dipesan pembeli luar negeri. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari

TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Di tengah hidup bertetangga, pastinya kita sering mendengar glenak-glenik ngomongin orang.

Salah satunya menyasar orang yang terlihat tak memiliki pekerjaan, karena hanya di rumah.

Ini dialami Koko Handoko yang sempat dianggap pengangguran.

Tapi siapa sangka, ternyata sebaliknya, Koko tak bisa dianggap remeh dengan keahlian yang dia miliki selama bertahun-tahun ini.

Di rumah pria 42 tahun asal Desa Bendungan, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen sebenarnya tampak biasa, tak ada yang menonjol.

Rumah sederhana dengan cat dominan putih itu berlokasi di kawasan hutan karet, yang pada siang hari rumah tersebut nampak sepi dari aktivitas pemiliknya.

Jika melihat ke dalam, ada beberapa sisa-sisa lembaran kayu yang telah dipotong menjadi bentuk tertentu dan botol-botol cat.

Rupanya, rumah tersebut digunakan untuk produksi bumerang.

Ya, tidak salah lagi, Koko-begitu panggilan akrabnya merupakan seorang seniman pembuat bumerang.

Di meja rumahnya ada beberapa bentuk bumerang yang sudah jadi dengan beragam warna dan bentuk.

Bumerang sendiri dulu digunakan sebagai alat atau senjata berburu suku Aborigin di Australia yang sekarang telah dikembangkan menjadi olahraga yang dipertandingkan.

Baca juga: Kasus Penembakan Istri TNI di Semarang : Polisi Ringkus Eksekutor, Amankan 1 Senjata Api

Baca juga: Properti Ini Sampai Jauh-jauh Harus Didatangkan dari Australia untuk Konser Dream Theater di Solo

Koko membuat sendiri bumerang tersebut, mulai dari desain hingga pewarnaan.

"Kalau ngerjain dari malam sampai subuh, saya membuat sesuai permintaan, jadi mereka hanya menyebutkan tema saja, yang memikirkan peforma dan gambar saya sendiri," ujarnya kepada TribunSolo.com, Sabtu (23/7/2022).

Satu bumerang biasanya ia kerjakan selama 2 hingga 5 hari tergantung bentuk dan desain gambarnya.

Karena itulah ia jarang keluar rumah dan sering dikira pengangguran oleh orang di sekitarnya.

Bahkan menjadi glenak-glenik tetangganya.

Ternyata salah, Koko memiliki pekerjaan unik yang tak dimiliki orang lain.

"Ya karena fokus mengerjakan sering dikira menganggur," singkatnya.

Diminati Manca Negara

Saking kerennya dan unik, bumerang-bumerang buatan tangan Koko diminati orang luar negeri, terbanyak dari Jerman.

Salah satu pelanggannya ialah kolektor kawakan asal Jerman, Guenten Moeller yang sudah mengoleksi bumerang sejak tahun 1980-an.

Di dalam postingan instagram guenter.moeller, banyak ditampilkan hasil karya Koko Handoko yang terlihat lebih unik dibanding dengan karya dari negara lain.

Baca juga: Mengintip Taktik Bunglon Senjata Andalan Shin Tae-yong, Semua Bisa Ganti Posisi Kecuali 3 Pemain Ini

Baca juga: Ardian Hafidz, Anak Kuli Bangunan Boyolali yang Jadi Rebutan Kampus Australia, Buku adalah Mainannya

Tak hanya itu, ia kini juga sedang mengerjakan pesanan bumerang untuk klub bumerang independen di Jerman.

Selain Jerman, bumerangnya juga banyak dipesan oleh orang Argentina hingga Italia.

"Selain Jerman, ada Argentina, kalau negara Eropa ya Jerman tadi, ada Swiss, Prancis, Italia, dan Turki," terangnya.

"Selama ini sudah puluhan desain bumerang, karena saya membuat bumerang menyesuaikan maunya pemesan," imbuhnya.

Satu buah bumerang hasil karyanya biasa dihargai mulai 70 Euro atau sekitar Rp 1,5 juta.

Koko sendiri memulai membuat bumerang sejak tahun 2020 lalu atau selama pandemi covid-19, karena usaha modifikasi motornya mandeg.

Akhirnya ia memanfaatkan peluang yang ada, yakni memilih pasar luar negeri sebagai mata pencahariannya.

"Berhubung seni disini kurang untuk mencari nafkah, apresiasi juga kurang, maka peluang ini bisa dimanfaatkan untuk bekerja," pungkasnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved