Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Solo Terbaru

Menilik Gedung SMPN 10 Surakarta: Cagar Budaya Terlupakan,Dulu Sekolah Putri Bangsawan Mangkunegaran

Siapa sangka SMPN 10 Surakarta dahulunya merupakan tempat putri bangsawan Mangkunegaran menimba ilmu. Dahulu sekolah itu bernama Van Deventer School

Penulis: Eka Fitriani | Editor: Vincentius Jyestha Candraditya
Tribunsolo.com/Eka Fitriani
Gedung SMPN 10 Surakarta yang merupakan bangunan cagar budaya di Kota Solo. Dahulu SMPN 10 Surakarta merupakan tempat putri bangsawan Mangkunegaran menimba ilmu yang bernama Van Deventer School. 

Antara lain seperti menjahit, memasak, menyulam, membatik hingga menyetrika.

Sempat Jadi Asrama Tentara Belanda

Bangunan SMPN 10 Surakarta dahulu menyatu dengan lokasi SMPN 5 Surakarta dan SMPN 3 Surakarta yang kini sudah dipindah.

Sukarno membeberkan ketiga tempat tersebut punya peranan penting dalam sejarah pendidikan di Kota Solo.

“SMPN 5 Surakarta tak dapat dipisahkan dengan sejarah Mangkunegaran di bidang pendidikan,” kata Sukarno.

“Selain Kasunanan, di Solo dulunya Mangkunegaran punya peranan penting dalam sejarah pendidikan,” katanya.

Menurutnya, ketiga sekolah tersebut sempat menjadi satu kompleks sekolah bangsawan atau HIS bernama Siswo, Sisworini, dan Van Deventer School.

Adipati Arya Mangkunegaran VI saat itu mulai membuat sekolah di tahun 1912.

Namun, di tahun 1940-an, lokasi tersebut pernah berturut-turut diambil alih tentara Jepang.

Baca juga: Usaha Kue K.O Digempur Pandemi, Emak-emak di Boyolali Bangkit Jualan Bayam, Raup Rp1,5 Juta/Minggu

Baca juga: Jemput Anak Sekolah, Ayah di Karanganyar Kaget, Motor Yamaha Byson Miliknya Tiba-tiba Terbakar

“Selain sempat diambil tentara Jepang, kompleks tersebut juga sempat dijadikan Asrama Tentara Belanda,” jelasnya.

Kedudukan tentara Belanda kala itu dimulai pada masa Agresi II sejak 20 Desember 1948.

Setelah itu, sejak tahun 1950 HIS Siswo berubah statusnya menjadi SMPN 5 Surakarta.

Lantaran ketiga bangunan itu adalah cagar budaya di Solo, maka Sukarno mengimbau kepada pihak-pihak terkait untuk melestarikannya.

Di Kota Bengawan sendiri, Sukarno menyebut total ada 170 cagar budaya.

Hanya saja yang sudah selesai dikaji angkanya masih tertahan di 95.

“Kami bekerja melakukan pengkajian setiap setahun dengan 5 projek,” katanya.

“Pengkajian tersebut meliputi struktur, bangunan, Kawasan, situs hingga benda,” pungkas Sukarno.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved