Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Boyolali Terbaru

Membina Difabel Tanpa Henti, Amal Kebaikan Pertamina Abadi

Workshop Pertamina Kresna Patra di Boyolali mempunyai cerita tersendiri, karena banyak meluluskan difabel sehingga memiliki keahlian menjahit.

Penulis: Asep Abdullah Rowi | Editor: Naufal Hanif Putra Aji
TribunSolo.com/Asep Abdullah
Daryono dan Rosyid di depan Workshop Pertamina Kresna Patra di Desa Klewor, Kecamatan Kemusu, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Lokasi workhop syahdu di kawasan sungai. Kedua difabel itu sudah mandiri. 

Tak hanya dari Kemusu, Boyolali dan daerah di Solo Raya, tetapi ada dari wilayah lain di Jawa Tengah seperti Karanganyar.

"Setahun kemarin ada 219 difabel. Sementara sebagian 45 difabel termasuk Rosyid masuk ke perusahaan. Mereka jadi pekerja profesional di bidang menjahit," paparnya.

"Mereka sudah punya sertifikat, sehingga bekerja berdasarkan kemampuan menjahitnya seperti orang normal pada umumnya," terang dia.

Jangan ditanya soal gaji, tentunya mereka yang bekerja di perusahaan sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) setara Rp 2.000.000 per bulan.

Dia pun mengaku Kresna Patra menjadi wadah untuk mengangkat nasib para difabel berkat bantuan Pertamina yang berkolaborasi dengan berbagai lembaga.

Menurutnya, sebelum bergabung ke Kresna Patra, para difabel merasa dipinggirkan, tak dihargai, dan tak memiliki masa depan layaknya manusia normal pada umumnya.

"Kalau masuk ke Kresna Patra pasti ada assessment. Banyak cerita-cerita pedih difabel," kata dia.

"Ada yang diumpetin di rumah tak boleh keluar, ada yang orangtuanya lupa dengan anaknya yang difabel. Macam-macam pokoknya, sedih lihatnya," ungkapnya.

Mereka yang lolos assessment kata Bu Sri, diberikan kesempatan dan keterampilan sesuai dengan kebutuhannya, serta minat bagi difabel tersebut.

Ternyata rata-rata para difabel berminat menjahit.

Mereka diberi pelatihan dasar jahit pada umumnya, ngobras, hingga lobang kancing dan teknik tersulit dengan menciptakan pakaian-pakaian yang tak biasa.

Terlebih umur para difabel masih produktif antara 18 hingga 40 tahunan.

"Tak hanya jahit sebenarnya, ada bikin bros, souvenir dan askesoris lainnya," jelas dia.

Bahkan di Kresna Patra, mereka mendapatkan pelatihan cara bekerjasama hingga melatih mental sehingga saat berada di lingkungan baru, bisa menyatu.

Pasalnya banyak dari difabel yang belum bergabung dengan Kresna Patra, hanya dikurung di rumah tanpa bersosialisasi, karena orang tua ada malu memilikinya.

Hal itu membuat mental dan keberanian difabel sempat menciut.

"Makanya kami bawa ke lokasi wisata dan ruang ramai, mereka menjelaskan fungsi macam-macam barang, sehingga mereka terbiasa dengan lingkungan masyarakat," kata dia.

Itu dilakukan Bu Sri karena sebelum berkecimpung dalam Kresna Patra, dia adalah difabel yang pernah kendapatkan perlakukan tak menyenangkan.

Ya, terpinggirkan hingga dianggap tak akan berguna bagi orang lain karena kondisi fisiknya.

Dari Kemusu, Sri muda lantas mengadu nasib ke Bandung di perusahaan konvensi terbesar yang barangnya di ekspor ke Manhattan, Amerika Serikat (AS) selama 15 tahun lamanya.

Meski sempat diremehkan, tetapi pimpinan perusahaan mengacungi jempol karena hasil jahitannya di atas rata-rata orang normal pada umumnya.

Rosyid tengah menjahit di Workshop Pertamina Kresna Patra di Desa Klewor, Kecamatan Kemusu, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Lokasi workhop syahdu di kawasan sungai. Kedua difabel itu sudah mandiri.
Rosyid tengah menjahit di Workshop Pertamina Kresna Patra di Desa Klewor, Kecamatan Kemusu, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Lokasi workhop syahdu di kawasan sungai. Kedua difabel itu sudah mandiri. (TribunSolo.com/Asep Abdullah)

"Istilahnya saya dendam untuk berbuat baik. Makanya jangan sampai ada difabel yang mendapatkan perlakuan tak semestinya seperti saya dulu," harap dia.

Selain mereka yang diterima di perusahaan, puluhan difabel mendapatkan pekerjaan dengan membuka usaha UMKM secara mandiri di rumahnya.

Mereka yang tadinya tak memiliki penghasilan, akhirnya mandiri karena mendapatkan pemasukan agar dapur tetap ngebul dan keluarga bisa hidup berkelanjutan.

Bahkan saat pandemi Covid-19 kemarin, Kresna Patra yang menjadi wadah difabel yang justru memberikan peluang kepada mereka yang normal secara fisik.

Mengingat saat itu, orderan mengalir begitu derasnya terutama daster dan masker saat PPKM.

"Orderan 4.500 masker pernah. Untuk daster 350 buah seminggu harus dikirim ke banyak daerah, hingga seragam-seragam," tutur dia.

"Sempat rderan membludak, kita kekurangan orang yang mengerjakan, justru kita merekrut orang normal untuk bekerjasama," jelasnya.

Bu Sri berharap program pemberdayaan yang dilakukan Pertamina terus berjalan, sehingga para difabel memiliki keahlian, keterampilan dan pendapatan finansial untuk hidupnya.

"Difabel punya kesempatan yang sama dengan orang normal. Dengan bergerak melalui Kresna Patra, amal kebaikan Pertamina abadi," tutur dia.

Terlebih kata dia, ada ribuan difabel di penjuru Boyolali yang masih membutuhkan perhatian tangan untuk bergerak bersama dan ruang kreasi untuk melatih jati diri.

"Ada Sriekandi Patra, ada Kresna Patra. Ruang-ruang ini mengasah kemampuan para difabel secara nyata, sehingga sejajar dengan orang normal pada umumnya," harap dia. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved