Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Polisi Tembak Polisi

Arif Rahman Akui Sulit Tolak Perintah Ferdy Sambo : Tidak Mudah Melontarkan Pendapat di Polri

Menurut Arif, budaya relasi kuasa dan rantai komando tersebut sudah mengakar dan bahkan telah menjadi gap atau batasan antara pimpinan dengan bawahan.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Foto empat terdakwa obstraction of justice atau perintangan penyidikan tewasnya Yoshua yakni Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo dan Arif Rahman Arifin dihadirkan jaksa dalam sidang terdakwa Eliezer Pudihang Lumiu, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf, di PN Jakarta Selatan, Senin (28/11/2022). 

TRIBUNSOLO.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstraction of justice tewasnya Brigadir J, Arif Rahman Arifin menyampaikan pengakuannya soal relasi kuasa dan rantai komando di institusi Polri.

Hal itu disampaikan Arif Rahman dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan pidana 1 tahun penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/2/2023).

Menurut Arif, budaya relasi kuasa dan rantai komando tersebut sudah mengakar dan bahkan telah menjadi gap atau batasan antara pimpinan dengan bawahan.

Baca juga: Jelang Vonis, Richard Eliezer Pasrahkan Masa Depannya kepada Majelis Hakim: Saya Hanya Bisa Berserah

"Budaya organisasi Polri mengakar pada rantai komando, hubungan berjenjang yang disebut relasi kuasa bukan sekedar ungkapan melainkan suatu pola hubungan yang begitu nyata yang memberikan batasan tegas antara atasan dan bawahan," kata Arif.

Ia pun melanjutkan, adanya budaya relasi kuasa itulah yang membuat dirinya tidak bisa dengan mudah menolak perintah dari atasan.

Alhasil menurutnya, situasi pasca penembakan yang membuat Brigadir J tewas kondisi untuk menolak perintah Ferdy Sambo sulit untuk dibantah.

"Tidak semudah melontarkan pendapat. Kalau saja begini, jika saja begitu, mengapa tidak melakukan ini, mengapa tidak bersikap begitu," tukasnya.

Baca juga: Penasihat Hukum Putri Candrawathi Anggap Replik Jaksa Lebih Buruk dari Skenario Pembunuhan Sambo

Untuk diketahui, dalam perkara perintangan penyidikan tewasnya Brigadir J, jaksa penuntut umum sudah menuntut enam terdakwa dengan pidana penjara dan juga denda.

Tuntutan terhadap enam terdakwa OOJ dibacakan dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2023).

Keenam terdakwa itu merupakan mantan anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yaitu Mantan Karo Paminal Divropam, Hendra Kurniawan; Mantan Kaden A Ropaminal Divpropam, Agus Nurpatria; Mantan Wakaden B Biro Paminal Propam Polri, Arif Rachman Arifin, Mantan Staf Pribadi (Spri) Ferdy Sambo, Chuck Putranto; Mantan Kasubbagriksa Baggak Etika Rowabprof Divpropam, Baiquni Wibowo; dan Mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim, Irfan Widyanto.

Mereka telah dituntut hukuman penjara dengan durasi kurungan yang berbeda.

Untuk terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria jaksa menuntut keduanya dengan tuntutan tertinggi dari terdakwa lain, yakni tiga tahun penjara.

Baca juga: Ferdy Sambo Putus Asa Jelang Vonis, Hinaan dan Olok-olok dari Banyak Orang Membuatnya Frustrasi

Kemudian Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo dituntut dua tahun penjara.

Sementara Arif Rachman Arifin dan Irfan Widyanto telah dituntut dengan pidana penjara terendah di antara para terdakwa OOJ, yakni satu tahun penjara.

Tuntutan penjara itu belum termasuk pengurangan masa penahanan yang telah dijalani mereka sebagai tersangka.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved