Berita Sragen

Desa Terisolir Sragen Ternyata Juga Langganan Bencana Kekeringan, 4 Hari Sekali Droping Air Bersih

Tokoh Masyarakat Setempat, Juliyanto mengatakan di awal musim kemarau ini, setiap 4 hari sekali ada pengiriman/droping air bersih.

TribunSolo.com/Septiana Ayu Lestari
Gapura Desa Gilirejo Baru, Kecamatan Miri, Kabupaten Sragen yang merupakan satu-satunya akses masuk ke Desa Gilirejo Baru, Senin (17/7/2023). 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari

TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Tidak hanya jadi satu-satunya desa yang terisolir di Kabupaten Sragen, Desa Gilirejo Baru ternyata juga jadi langganan bencana kekeringan setiap musim kemarau datang.

Meskipun wilayahnya dikelilingi oleh Waduk Kedung Ombo (WKO), desa itu ternyata kesulitan air.

Tokoh Masyarakat Setempat, Juliyanto mengatakan di awal musim kemarau ini, setiap 4 hari sekali ada pengiriman/droping air bersih.

"Kita sekarang setiap 4 hari, 5 hari sekali ada pengiriman air bersis, iya, memang susah, setiap tahun ada kegiatan droping air bersih, jadwal terakhir hari Sabtu kemarin," katanya kepada TribunSolo.com, Senin (17/7/2023).

Menurutnya, pengiriman setiap 4 hari sekali sebenarnya dirasa kurang.

Pihak pemerintah desa sendiri sebenarnya sudah melakukan pengeboran sumur tanah, tetapi air yang dihasilkan belum mencukupi kebutuhan warga secara keseluruhan.

Baca juga: Melihat Desa Gilirejo Baru, Desa Terpencil dan Terisolir di Sragen: Akses Jalan Hanya Lewat Boyolali

Baca juga: Cerita Warga di Desa Terisolir Sragen, Pasar Terdekat di Kabupaten Tetangga, Jaraknya 15 Kilometer

Sebagian warga memanfaatkan air WKO untuk kebutuhan MCK.

Namun, untuk minum dan memasak, warga tetap menggunakan bantuan air bersih.

"Ada masyarakat dekat waduk, dia ambil air dari waduk untuk kebutuhan MCK, tapi minumnya tetap pakai air sumur, kemarin Pak Lurah bikin sumur, tapi hanya mencukupi 10 KK," jelasnya.

Soal pemanfaatan Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) juga belum maksimal.

"Kalau Pamsimas ambil air dari waduk, tapi harus diolah lagi, juga karena mesin yang menyedot air ke atas itu kurang memadai, sehingga sering rusak," terangnya.

"Selain itu, juga air yang dihasilkan masih kurang banyak, kondisi tanah disini dalamnya tanah lempung," tambahnya.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved