Berita Boyolali

Inspirasi Jualan Nyentrik Muklis Bakul Es Boyolali : Dari Pedagang Asongan Majelis Gus Iqdam Blitar 

Cara tak biasa dilakukan Muklis Bagas Prihantoro dalam berjualan es di Majelis Selawatan.

Penulis: Tri Widodo | Editor: Adi Surya Samodra
TribunSolo.com / Istimewa
KOLASE FOTO : Tangkapan layar Muklis Bagas Prihantoro saat berjualan es teh di majelis sholawat. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Tri Widodo

TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI - Cara tak biasa dilakukan Muklis Bagas Prihantoro dalam berjualan es di Majelis Selawatan.

Laki-laki yang dikenal dengan Muklis Bakul Es punya nyentrik jualan juga tergolong unik.

Yakni dengan mengenakan baju dengan dua saku di depan, kadang pakai jas dan yang pasti mengenakan sarung.

Tak lupa, Muklis juga memakai helm dibalik dan kacamata. 

Menawarkan es tehnya pun dengan cara tak biasa.

Baca juga: Kisah Muklis Bakul Es, Pedagang Nyentrik dari Boyolali : Kerap Promosikan Dagangan Orang Lain

Dengan teriak-teriak dan intens berkomunikasi dengan para jemaah.

Tak hanya itu, di sela-sela menawarkan es teh dengan berkeliling di lokasi Jemaah duduk mengikuti sholawat itu, dia juga melontarkan kata-kata yang menarik.

Muklis mengaku gaya jualannya sekarang ini juga terinspirasi dari pedagang-pedagang asongan lainnya. 

Dia melihat banyak yang me-repost dia saat jualan dengan gayanya itu banyak disukai.

“Terus saya lihat-lihat Tiktok ternyata kan ada penjual es teh di (majelis Sabilu Taubah) Gus Iqdam, namanya mas Soni," ucap dia.

"Alhamdulillah sudah terhubung, sudah mulai kontak-kontakan. Dia kan cara jualnya bengok-bengok (teriak-teriak), ketoke tak bawa ke Solo Raya belum ada. Terus saya bawa,” tambahnya.

Baca juga: Belasan Siswa yang Hendak Tawuran di Boyolali Cuma Dibina, Sudah Dijemput Orang Tua Masing-masing

Kemudian gaya memakai helm dibalik juga meniru. 

Kemudian dia kolaborasikan dengan gayanya. Memakai sarung, helm dibalik dan jualan dengan teriak-teriak.

“Es! Es teh! Tuku pora? ora tuku yo wis. (beli tidak? tidak beli ya sudah) Gitu kan," ucap dia.

"Terus banyak Jemaah yang nempeli stiker di helm, terus bikin story,”.

“Terus ditambah, saya terinspirasi juga sama mas Roni bakul cripingnya Sabilu Taubah Gus Iqdam, itu membawa kata-kata,".

"Kelihatannya Solo Raya dikasih kata-kata ya masuk,".

"Saya mencoba, cari kata-kata di tiktok, di google atau dawuh-dawuh dari kyai, habaib, saya masukkan,” sambungnya.

Baca juga: Pemicu Siswa Asal Semarang dan Salatiga Hendak Serang Sekolah di Boyolali, Saling Ejek di Medsos

Dia mengaku sejak kecil memang sudah suka dengan selawat. 

Dia pun sering menghadiri majelis-majelis selawat. 

Awalnya, hadir ke majelis sholawat Habib Syach.

Kemudian dia ikut Habib Ali, keponakan Habib Syech yang di Boyolali. Ikut rutin. 

“Sempat sebelum terjun ke ini (jualan es teh), saya sudah terjun ke dunia penjualan di majelis, disuruh beliau (Habib Ali) jualan parfum dulu," ucap dia.

"Di setiap majelisnya beliau. Kemudian ada Habib Syech di Klaten. Iki ketoke dodol es teh cocok (Ini sepertinya jualan es teh cocok),” imbuhnya. 

Dia pun lalu membikin tepak atau nampan sendiri untuk memulai jualan es.

Namun itu tidak bertahan lama.

Baca juga: KESAKSIAN Polisi Amankan Siswa Hendak Tawuran di Boyolali, Sempat Ada yang Mau Kabur 

Baru dua, tiga kali jualan, dia berhenti.

“Terus saya nikah. Masih keliling majelis tapi sudah nggak jualan lagi,” jelasnya.

Sebelum jualan es teh lagi, dia sempat juga bekerja sebagai kurir di jasa paket. 

Juga pernah bekerja di toko parfum.

Kemudian seiring berjalannya waktu, sekitar tiga bulan lalu, muncul ide untuk jualan eh teh lagi di majelis-majelis sholawat.

“Mentalnya sudah kebentuk dulu. Sudah berani berjalan ke jemaah-jemaah. Dulu pas Azzahir di Alun Pancasila Cepogo, pas peresmian Alun-alun Pancasila, saya kontak teman saya pedagang peci," ujar dia.

"Saya kontak, pak jenengan ada juragan es teh sing ngasong-ngasong niku mboten (pak, anda ada kontak juragan es teh yang menawarkan itu tidak)? Ada, terus dikirimi (nomer kontaknya),” imbuhnya.

Dia kemudian ikut. Namun saat jualan tersebut dirinya ingin memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan pedagang asongan lainnya.

“Dulu fashion saya pokoke sarungan. Ingin ada ciri khas tersendiri, saya sarungan, bawa peci, terus jalan. Dimulai dari senang sholawatan," ujar dia.

"Kalau sudah mulai sholawatan, sambil bengak-bengok (teriak) sholawatan, jadi orang itu memandang ada ketertarikannya, tertarik,".

"Dulu pas itu belum pakai helm. Terus saya lihat-lihat, terus banyak yang repost story bakul es nyeni, gayeng ki,” tambahnya.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved