Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Sukoharjo

Kisah Nenek Giyem di Sukoharjo, Usia 77 Tahun, Masih Berjuang Berjualan Serabi di Pinggir Jalan

Seorang nenek di Sukoharjo berjuang demi hidup. Dia berjualan serabi di pinggir jalan, entah itu saat panas atau hujan. Dia tetap berjualan

TribunSolo.com/Anang Ma'ruf
Potret Mbah Giyem saat berjualan Serabi jawa menggunakan arang di timur lampu merah Bulakrejo, Sukoharjo, Sabtu (6/1/2024). 

Laporan wartawan TribunSolo.com, Anang Ma'ruf

TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Namanya, Mbah Giyem

Dia seorang pedagang serabi di pinggir jalan di Sukoharjo

Bicara usia, tentu Mbah Giyem tidak muda lagi, sebab usianya masuk 77 tahun sekarang ini. 

Namun, semangatnya untuk mencukupi hidup masih ada. 

Mbah Giyem berjualan serabi jawa di pinggir jalan. 

Biasanya dia membuka lapak di timur lampu merah Bulakrejo, Sukoharjo.

Mbah Giyem berjualan serabi jawa sejak tahun 2018, sebelum pandemi Covid-19.

Baca juga: Wisatawan Tak Perlu Khawatir, Pengusaha Kuliner di Karanganyar Komitmen Tak Pasang Harga Ngepruk

"Sebelum Corona, saya sudah jualan," ucap Giyem kepada TribunSolo.com, Sabtu (6/1/2023).

Ia tak sendiri, dahulu sempat dibantu oleh sang anak, namun karena anak mbah Giyem sedang sakit, ia harus berjuang sendiri untuk membuka usaha kecilnya itu.

Serabi jawa itu usahanya yang ketiga kalinya. 

Di masa muda, pada tahun 1982, selama 20 tahun Mbah Giyem berjualan jamu gendong di Ibu Kota Jakarta masa itu. 

Ia mengenalkan, jamu racikannya asli Sukoharjo di kota metropolitan. 

"Selama 20 tahun jualan jamu di Jakarta, pertama kali tahun 1982 saya masih muda, karena semakin tua dan tidak kuat menggendong jamu saya memilih pulang kampung untuk berjualan gorengan dan Soto," paparnya. 

Nasib Mbah Giyem pun tidak selesai di situ,  Soto dan gorengan milik Mbah Giyem tidak berjalan pada tahun 2017.

Pada akhirnya di tahun 2018 mbah Giyem membuka usaha kecil yakni Serabi Jawa. 

"Serabi jawa ini terbuat dari bahan beras dihaluskan, kambil dan garam, lalu di bakar dengan tungku arang selama 5 menit, setelah itu disebarkan dengan kambil parutan dan dicampur dengan Gula Jawa," terangnya.

Ia memilih menggunakan arang karena api dari arang itu sangat stabil, sehingga mempunyai cita rasa sendiri. 

"Kalau pakai Gas ya bisa tapi matangnya lama, dan cita rasanya kurang, lalu juga mengirit pengeluaran uang," imbuhnya. 

Serabi yang ia tawarkan itu dijual dengan harga yang sangat terjangkau yakni Rp 2.000 rupiah. 

Selain itu, Mbah Giyem buka lapak pukul 13.00 WIB sampai habis. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved