Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Solo

Solo Raya Jateng Terasa Dingin, BMKG Ungkap Penyebabnya, Berpotensi Terjadi hingga September 2024

Fenomena suhu dingin menjelang puncak musim kemarau terjadi pada Juli-Agustus 2024.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
tribunjabar/gani kurniawan
Ilustrasi suhu dingin yang melanda sejumlah wilayah di Indonesia. 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Beberapa warga di Solo Jawa Tengah beberapa hari ini mengeluhkan fenomena suhu dingin atau "bediding".

Melansir laman bmkg.go.id, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan jika fenomena suhu dingin menjelang puncak musim kemarau terjadi pada Juli-Agustus 2024.

Kemungkinan fenomene bediding ini berlangsung sampai September 2024.

Baca juga: Tak Bisa Hadir ke IKN, Wali Kota Solo Jateng Teguh Pilih Hadiri Pelantikan Anggota DPRD

BMKG memaparkan, suhu dingin Agustus 2024 disebabkan oleh Angin Monsun Australia yang bertiup menuju Benua Asia melewati Wilayah Indonesia dan perairan Samudera Hindia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih rendah (dingin).

Angin Monsun Australia ini bersifat kering dan sedikit membawa uap air.

Terlebih pada malam hari di saat suhu mencapai titik minimumnya. 

Fenomena tersebut selanjutnya mengakibatkan suhu udara di beberapa wilayah di Indonesia terutama wilayah bagian selatan katulistiwa seperti Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara terasa lebih dingin.

Baca juga: Guru di Wonogiri Jateng Meninggal Setelah Main Badminton, Diduga Alami Serangan Jantung

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto pada Sabtu (19/7/2024), menjelaskan jika di samping Monsun Australia, fenomena tersebut di atas juga disebabkan oleh faktor posisi geografis, kondisi topografis, ketinggian wilayah, dan kelembaban udara yang relatif kering. 

Selain itu pada bulan Juni - Agustus posisi sudut datang dari sinar matahari sedang berada di posisi terjauh dari Indonesia, khususnya di wilayah Indonesia bagian Selatan Khatulistiwa.

Guswanto mengatakan, fenomena itu menyebabkan langit menjadi cerah sepanjang hari. 

Kurangnya tutupan awan pada malam hari menyebabkan radiasi panas dari permukaan bumi terpancar ke atmosfer tanpa ada hambatan, mengakibatkan penurunan suhu yang signifikan. 

Selain itu, angin yang tenang di malam hari menghambat pencampuran udara, sehingga udara dingin terperangkap di permukaan bumi.

"Daerah dataran tinggi atau pegunungan cenderung lebih dingin karena tekanan udara dan kelembaban yang lebih rendah," imbuhnya.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved