Resah Gelisah Kuliner Non Halal di Solo
Reaksi Tak Terduga Pengusaha Kuliner Non-Halal terkait Adanya Penolakan Festival di Solo Jateng
Salah satu pengusaha kuliner non halal yakni pemilik Sate Babi Pak Ciwir, Wiranto mengaku tak mempermasalahkan penolakan itu.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Vincentius Jyestha Candraditya
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Reaksi para pengusaha dan pedagang kuliner non halal ternyata tak terduga-duga menanggapi penolakan festival kuliner non-halal “Pecinan Nusantara” di Solo Paragon Mall beberapa waktu lalu.
Diketahui, festival itu sempat menuai penolakan oleh sejumlah ormas, pada Rabu (3/7/2024) lalu.
Salah satu pengusaha kuliner non halal yakni pemilik Sate Babi Pak Ciwir, Wiranto mengaku tak mempermasalahkan penolakan itu.
Tetapi menurutnya, sebenarnya tidak ada yang salah dengan penyelenggaraan festival tersebut.
Penyelenggara pun melabeli non-halal agar pengunjung tahu bahwa kuliner yang dijual memang bukan untuk kalangan muslim.
“Itu prinsipnya orang beda-beda. Itu sudah ditulisi non-halal. Kita aja yang menyikapi. Tapi udah clear sudah diurus sama yang di atas,” jelasnya.
Meski begitu, ia mengaku tidak pernah mendapatkan gangguan selama berbisnis kuliner non-halal.
Menurutnya, masyarakat Solo memiliki toleransi yang baik.
“Enggak (ada gangguan) kalau di Solo. Toleransinya bagus. Belum pernah (didatangi ormas). Sementara ini aman,” ungkapnya.
Baca juga: Lampu Hijau Bhre Maju Jadi Wali Kota di Solo Jateng, KPU Sebut Tak Harus Mundur dari Mangkunegaran
Hal ini pun awalnya menimbulkan berbagai keresahan dari para pelaku kuliner non halal.
Dikhawatirkan hal ini bakal membuat pedagang yang berjualan daging babi sepi dari pembeli.
Lantas bagaimana kondisi di lapangan setelahnya?
Wiranto mengaku justru merasakan dagangannya makin ramai.
Menurutnya, banyak yang justru penasaran dengan ragam kuliner non-halal di Solo setelah adanya insiden ini.
“Malah tambah ramai. Ya mungkin malah viral juga. Iya (jadi penasaran),” ungkapnya.
Ia dalam sehari bisa menghabiskan daging babi 25-30 kg.
Jika Sabtu Minggu omsetnya bisa meningkat dengan menghabiskan daging 40-45 kg.
Warungnya didatangi pengunjung dari berbagai daerah.
Baca juga: Netizen Keluhkan Tak Ada Pawai Pembangunan Kota Solo Jateng, Anggaran Dihapus saat Gibran Menjabat
Tak hanya dari Solo, bahkan dari luar provinsi banyak yang datang sekadar ingin mencicipi sate babi buatannya.
“Luar kota banyak ke sini. Jogja, Semarang, Surabaya, Malang. Sabtu Minggu (ramai). Paling jauh dari Papua ke sini,” tuturnya.
Ia sendiri menjual sate babi sebagai menu utama dengan harga Rp 25 ribu per porsi.
Warung yang terletak di Wonosaren nomor 41, Jagalan, Jebres ini juga menyediakan menu lain seperti tongseng, krengseng, hingga rica-rica.
Bisnis yang dirintis sejak 5 tahun silam ini meski mengandalkan warung kecil di pinggir jalan ternyata banyak dicari oleh para penggemar kuliner non-halal.
“Awalnya dimodali teman tahun 2019. Dari pada nganggur jual sate. Resepnya sendiri bisa. Dari awal di sini. Sekitar 5 tahun. Ya coba-coba dari pada nggak kerja jualan ini,” tuturnya.
Menurutnya, Kota Solo memang salah satu daerah yang menjadi tujuan para penikmat daging babi.
Di sini berbagai olahan daging babi tersedia mulai dari sate babi, babi kuah, babi guling, hingga bakso babi semua tersedia.
“Iya (banyak dicari). Solo memang banyak sekali,” jelasnya.
Sempat Diterpa Kasus Penolakan, Kuliner Non Halal di Solo Jateng Tetap Diburu Wisatawan Gegara Ini |
![]() |
---|
Budaya 'Keplek Ilat' Jadi Alasan Kuliner Non-Halal Menjamur di Solo Jateng, Padahal Mayoritas Muslim |
![]() |
---|
Tak Representasikan Penolakan Kuliner Non Halal, Tren Toleransi Kota Solo Meningkat Sejak Era Jokowi |
![]() |
---|
Bantah Solo Intoleran Buntut Penolakan Kuliner Non Halal, Perayaan Imlek Hingga Natal Jadi Bukti |
![]() |
---|
Solo Jateng Diyakini Miliki Toleransi Tinggi, Insiden Penolakan Kuliner Non-Halal Cuma Miskomunikasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.