Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Sragen

Sosok Empu Balung dari Sragen Jateng: Penemu Fosil Terbanyak, Dianggap 'Guru Besar' oleh Arkeolog 

Tak main-main, warga Sragen ternyata ada yang mendapat gelar Empu Balung. Ini lantaran jasa mereka melestarikan temuan benda purbakala.

TribunSolo.com/Septiana Ayu Lestari
Para Empu Balung dari Desa Manyarejo, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen saat ditemui TribunSolo.com. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari

TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Mungkin belum banyak yang mendengar bahwa di Desa Manyarejo, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen terdapat tetua yang diberi gelar Empu Balung.

Gelar itu disematkan kepada tetua yang paling banyak menemukan fosil, serta telah berjasa besar melestarikan Situs Manusia Purba Sangiran.

Gelar Empu Balung tidak didapatkan oleh para tetua melalui bangku pendidikan.

Melainkan, pengetahuan mengenai fosil purbakala didapatkan para tetua secara otodidak, yang belajar langsung di alam, di tempat kelahirannya selama puluhan tahun. 

Kini, para Empu Balung adalah sosok yang paling banyak dicari oleh para ilmuwan, peneliti, hingga arkeolog, dimana mereka dimintai petunjuk sebelum melakukan penelitian kehidupan purbakala.

TribunSolo.com beberapa waktu lalu menemui 4 Empu Balung di Desa Manyarejo, dimana, tiga diantaranya bernama Parmin (70), Asmorejo (79) dan Setu Wiryorejo (66).

Salah satu Empu Balung, Parmin menceritakan dulu banyak sekali fosil berupa tulang-tulang hewan purbakala ditemukan di desanya.

Fosil-fosil ditemukan setiap kali desanya diguyur hujan, dimana banyak tebing-tebing yang longsor, yang membuat keberadaan fosil ini tersingkap. 

Kebanyakan, menurut Parmin, yang ditemukan adalah fosil hewan-hewan purba.

Menurut Parmin, sekitar tahun 1970-an, banyak orang asing yang datang ke Desa Manyarejo untuk membeli fosil-fosil yang ditemukan warga. 

"Disini dikenal dengan nama balung buto (tulang raksasa), ditemukan di tebing-tebing yang longsor saat hujan, zaman dulu masih dijual, pemerintah belum terlalu memperhatikan," ujarnya kepada TribunSolo.com.

"Dan itu dibeli orang dari luar negeri, dari Belanda, Prancis, Jerman, mereka yang membutuhkan, jadi masyarakat dulu cari fosil, terus dikumpulkan, selanjutnya dibeli, tapi itu dulu," tambahnya.

Baca juga: Kerajinan Fosil Kayu Khas Sangiran di Sragen Jateng, Konon 20 Tahun Lebih Warna Tak Pudar

Ia menambahkan orang dari luar negeri ini mau membeli apa saja yang ditemukan warga.

Soal harga, tergantung besar atau kecil, serta masih utuh apa sudah rapuh.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved