Berita Solo

Anggota DPRD Solo Jateng Turun Tangan, Jembatani Polemik Pajak Rp12 Juta untuk Pedagang Angkringan 

DPRD Solo turun tangan untuk menangani polemik pajak Rp12 juta. Dia menjembatani keluhan pedagang dengan Pemkot Solo.

|
TribunSolo.com/Zharfan Muhana
Ilustrasi angkringan. 

"Walaupun dalam kasus ini, Bapenda belum menetapkan (Pajak). Bapenda baru menghitung Potensi berdasarkan Regulasi, paparannya disampaikan ke pemilik wedangan. Hal ini membuat pemilik wedangan kaget. Kok sampai sekian, ini menjadi evaluasi bersama, bahwa Perda tersebut harus di sosialisasikan secara masif," imbuhnya.

Bukan tanpa alasan, usaha kuliner angkringan seperti yang ia datangi tersebut dikatakan Sukasno juga cukup berkontribusi bagi Kota Solo selain dari sisi penyerapan pendapatan daerah, tetapi juga penyerapan tenaga kerja. 

"Sehingga tadi sudah saya sampaikan, apapun harus ada komunikasi. Tidak perlu sampai ada berita yang meresahkan. Pemilik warung juga sudah punya inisiatif buka warung, sehingga membuat lapangan pekerjaan, pemerintah harus mendukung UMKM ini, dan Bapenda punya tugas sesuai regulasi," pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, salah satu usaha angkringan di kota Solo mengeluh adanya perubahan penarikan pajak yang sebelumnya Rp 3 juta menjadi Rp 12 juta per bulan.

Penarikan pajak itu dilakukan Bapenda Solo sesuai regulasi usaha kuliner dengan omzet di atas Rp 7,5 juta per bulan dikenai penarikan pajak sebesar 10 persen dari omzet bulanan objek pajak tersebut.

Terkait penarikan objek pajak tersebut dibenarkan oleh Kepala Bapenda Kota Solo Tulus Widajat yang menerangkan bahwa penentuan besaran penarikan pajak senilai Rp 12 juta per bulan itu usai adanya sidak oleh petugas di objek pajak tersebut.

"Jadi ya ini termasuk mereka sudah masuk dalam kategori wajib pajak karena sebelumnya kami menugaskan petugas korwil setempat untuk melakukan pengamatan. Jadi mereka melakukan pengamatan dan hasil pengamatan itu disimulasikan dan ternyata memenuhi kriteria wajib pajak," kata Tulus.  

"Jadi kami juga sudah mengkomunikasikan dengan yang bersangkutan. Jadi yang bersangkutan juga sudah kita undang ke kantor untuk melakukan klarifikasi tentang data yang sudah kami sampaikan. Jadi tidak langsung kita memaksakan harus membayar wajib pajak sekian juta. Itu sudah dikomunikasikan, hanya mereka belum setuju," sambung Tulus.

"Jadi kami menugaskan petugas untuk mengamati, berapa pembeli yang datang pada hari itu ke sana. Kemudian dikomparasikan dengan data harga rata-rata makanan dan minuman di sana. Jadi kalau ada sekian orang berkunjung per hari dengan harga rata-rata sekian itu berarti pendapatan kotor perhari bisa diketahui. Jadi kita rata-rata jumlah pengunjung dikali rata-rata harga makanannya saja," pungkas Tulus saat dihubungi TribunSolo.com beberapa waktu lalu. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved