Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Santri Ponpes Az Zayadiyy Tewas Dianiaya

Makan Bersama Keluarga, Momen Terakhir Abdul Karim Sebelum Tewas di Tangan Seniornya di Ponpes

Keluarga sempat merasakan saat bahagia bersama Abdul Karim Putra Wibowo. Itu saat jatah santri untuk libur dan bertemu keluarga.

TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin
Suasana pemakaman Santri SMP Pesantren Tahfidz Az-Zayadiyy Sanggrahan Sukoharjo, Abdul Karim Putra Wibowo, yang diduga tewas gegara dianiaya senior 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Keluarga sempat merasakan momen bahagia bersama Abdul Karim Putra Wibowo

Itu seminggu lalu, sebelum Abdul Karim dikabarkan meninggal dunia pada Senin (16/9/2024). 

Ayah Abdul Karim, Tri Wibowo mengatakan, terakhir dia bertemu anaknya sekitar seminggu yang lalu. 

Momen itu adalah jatah sambangan di SMP Pesantren Tahfidz Az-Zayadiyy Sanggrahan, Sukoharjo.

“Baru seminggu yang lalu saya jatah sambangan buat anak saya,” ungkapnya saat ditemui awak media rumah duka Pucangsawit RT 1/14, Jebres, Selasa (17/9/2024).

Ia memutuskan untuk segera menyusul ke klinik setelah mengetahui kabar tersebut.

Sebelumnya ia sempat ke SMP Pesantren Tahfidz Az-Zayadiyy Sanggrahan Sukoharjo tempat anaknya bersekolah.

“Istri saya diinfokan bada dzuhur 12.30 siang. Kita berangkat ke pondok. Sudah ke pondok. Di pondok langsung transit langsung ke klinik. Ke klinik Ngudi Sehat. Di tengah perjalanan saya dikabari anak saya meninggal,” tuturnya.

Seminggu yang lalu ia sempat jalan-jalan dengan anaknya memanfaatkan hari libur.

Ia sendiri melihat anaknya sehat dan bugar.

“Saya ajak ke rumah nginep sehari anak saya baik-baik saja. Nggak ada penyakit. Saya ajak jalan-jalan. Saya ajak makan. Anak saya libur kita senangin,” jelasnya.

Baca juga: Pelaku Penaniayaan Santri Ponpes Az-Zayadiyy Hingga Tewas Masih di Bawah Umur

Baca juga: Status Medsos Santri Ponpes di Sukoharjo yang Tewas Diduga Dianiaya, Sempat Keluhkan Kerasnya Hidup

Ia pun berani bersumpah anaknya merupakan anak yang baik. Tidak pernah terlibat perkelahian atau semacamnya.

“Kita nggak bedakan tiga anak. Bukan berarti saya taruh di pondok anak saya nakal,” tuturnya.

Ia tak pernah mengira anaknya akan meninggal dengan cara semacam ini.

“Saya pernah lihat muka anak saya kok sayu. Cuma sepintas. Tapi saya nggak pernah ngira,” jelasnya.

Ia pun memutuskan untuk melakukan otopsi terhadap anaknya untuk membuktikan dugaan perundungan hingga meninggal ini.

“Saya belum bisa pastikan. Saya lihat secara langsung bagian luar tidak terlihat apa-apa. Makanya pihak keluarga memutuskan untuk otopsi biar semuanya jelas. Nggak mau ditutup-tutupi,” jelasnya.

Setiap ia bertanya ke anaknya, ia tidak pernah mendapat cerita mengalami kekerasan dalam bentuk apa pun.

“Setiap saya tanya anak saya, anak saya nggak pernah bilang ada kekerasan, pengancaman. Saya nggak tahu apakah anak saya dapat tekanan,” tuturnya.

Ia menyerahkan proses hukum pada pihak berwajib. Ia berharap pelaku bisa diberi ganjaran seadil-adilnya.

“Informasi yang saya dapat dia memukuli anak saya. Insyaallah proses hukum bukan berarti saya membenci anak yang melakukan. Saya ingin ada pelajaran,” jelasnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved