Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Kuliner di Wonogiri

Sejarah Bakso Wonogiri yang Dikenal Enak di Berbagai Penjuru Nusantara, Berawal dari Girimarto

Dalam seporsi semangkuk bakso, Anda akan menemukan mi, bihun, sawi, dan taburan bawang goreng serta seledri yang menggugah selera.

Penulis: Tribun Network | Editor: Rifatun Nadhiroh
TribunSolo.com/Erlangga Bima Sakti
BAKSO DI WONOGIRI - Bakso Gajah Mungkur Wonogiri, November 2021. Seporsi bakso lengkap dengan mie kuning ataupun bihun ataupun keduanya dibanderol seharga Rp 17 ribu 

Bakso Titoti didirikan oleh Slamet Triyanto, seorang pria asli Wonogiri, yang sejak tahun 1971 mulai berjualan bakso.

Awalnya, Slamet berjualan dengan cara dipikul di kawasan Kota Bambu, Jakarta, sebelum akhirnya membuka warung bakso pada tahun 1987.

Perjalanan Sukses Bakso Titoti

Slamet Triyanto, yang merupakan ayah dari lima anak, mengungkapkan bahwa kunci dari keberhasilan Bakso Titoti adalah kualitas daging yang digunakan.

"Kami hanya menggunakan daging sapi sepenuhnya untuk membuat bakso, tanpa banyak menambahkan tepung tapioka. Kami juga menambahkan putih telur untuk membentuk bakso yang kenyal," jelas Slamet.

Dengan resep yang jitu, bakso Titoti terus berkembang dan memiliki cabang di berbagai tempat.

Di Bakso Titoti, pengunjung dapat menikmati berbagai jenis bakso, mulai dari bakso kuah, bakso mie, hingga bakso spesial yang menjadi menu andalan rumah makan ini.

Kepopuleran Bakso Titoti juga membawa dampak besar, tidak hanya bagi pengusaha tersebut, tetapi juga bagi masyarakat sekitar yang ikut merasakan manfaat dari kesuksesan ini.

Bakso Wonogiri dan Jejak Para Perantau

Keberhasilan banyak pedagang bakso asal Wonogiri, seperti Slamet Triyanto, juga diiringi dengan kisah kesuksesan para perantau lainnya.

Banyak di antara mereka yang setelah merantau dan meraih kesuksesan, kembali ke kampung halaman di Girimarto dengan membawa kemewahan yang didapatkan dari hasil berjualan bakso.

Hal ini membuat Desa Bubakan, sebuah desa di Girimarto, berkembang menjadi kawasan elit dengan banyak rumah megah yang dimiliki oleh para perantau sukses.

Menurut Sekretaris Desa Bubakan, Suparto, sekitar 70 persen dari warganya merupakan perantau yang sukses berjualan bakso dan jamu di berbagai kota besar.

"Dulu, desa ini termasuk daerah yang tertinggal, tetapi setelah banyak warga yang merantau dan sukses, desa ini berkembang pesat," ujar Suparto.

Warisan yang Terus Berlanjut

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved