Sejarah Sragen
Sejarah Masjid Mujahidin Sambungmacan Sragen, Dibangun Era Perang Pangeran Diponegoro Lawan Penjajah
Bangunan masjid terdiri dari 3 ruangan, yakni tempat salat utama, tempat salat jamaah putri di sebelah kanan, dan juga teras masjid.
Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Rifatun Nadhiroh
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Masjid Mujahidin yang beralamat di Dukuh Bulu, Desa Karanganyar, Kecamatan Sambungmacan, Kabupaten Sragen ini terbilang "berbeda" karena bergaya arsitektur Jawa.
Meski bergaya arsitektur Jawa, ada kubah kecil di atas puncak atap masjid.
Bangunan masjid terdiri dari 3 ruangan, yakni tempat salat utama, tempat salat jamaah putri di sebelah kanan, dan juga teras masjid.
Ketika memasuki masjid, akan disambut empat tiang penyangga yang menjulang tinggi.
Juga terdapat mimbar untuk khotbah dengan corak berwarna hijau dan kuning, yang juga dilengkapi sebuah bedug di teras masjid.
Penasihat Takmir Masjid Mujahidin Buluboto, Sjamnuri mengatakan masih ada beberapa bagian masjid masih asli sejak didirikan 193 tahun lalu.
Baca juga: Sejarah Dibangunnya Masjid Al-Hikmah Berdampingan dengan Gereja Joyodiningratan di Kota Solo
"Yang masih asli pilar penyangga masih asli, karena sudah tua, bagian bawahnya di cor semen, tapi kayu diatasnya itu masih asli, juga ada pintu dan mimbarnya juga masih asli," katanya kepada TribunSolo.com.
Meski berusia ratusan tahun, masjid tersebut masih berdiri kokoh dan sudah beberapa kali dilakukan renovasi.
Salah satunya pemasangan plafon, agar para jamaah tetap merasa nyaman di dalamnya.
Sjamnuri melanjutkan masjid tersebut didirikan ketika masa perang Pangeran Diponegoro melawan penjajah Belanda.
"Masjid kuno itu didirikan tahun 1829 pada masa perlawanan Pangeran Diponegoro terhadap penjajah Belanda, oleh seseorang bernama KH. M Syafi'i," jelas Sjamnuri.
Baca juga: Sejarah Dibangunnya Masjid Agung Keraton Surakarta, Ada Alasan Mengapa Dekat Pasar Klewer
"Masjid tersebut dinamakan masjid Mujahidin konon sebagai pengingat bagi generasi penerus bahwa pendirinya adalah seorang pejuang," tambahnya.
Berdasarkan penuturan warga setempat, KH. M Syafi'i sendiri adalah salah satu teman Basah Sentot Prawirodirjo pengikut Pangeran Diponegoro.
Waktu peperangan, keduanya kalah peperangan yang kemudian dikejar-kejar oleh penjajah Belanda dan mencari tempat persembunyian sendiri-sendiri.
KH. M Syafi'i bersembunyi di hutan belantara yang banyak ditumbuhi pohon Bolu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.