Fakta Menarik Tentang Solo
Asal-usul Nama Kedunglumbu yang Kini Jadi Kelurahan di Solo, Ada Kaitan dengan Pembangunan Keraton
Nama Kedunglumbu bermula saat para penggawa keraton—yakni pejabat atau abdi dalem istana—dihadapkan dengan tantangan besar.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Kedunglumbu adalah nama sebuah kelurahan di kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Jawa Tengah.
Kelurahan ini memiliki kode pos 57113.
Pada tahun 2020, kelurahan ini berpenduduk 5.469 jiwa.
Baca juga: Asal-usul Desa Paulan Colomadu Karanganyar, Konon Namanya Diambil dari Istilah Kaul-kaulan
Kedunglumbu merupakan salah sartu wilayah strategis di Solo dan ramai.
Makanan tradisional banyak ditemui di sini, terutama pada saat malam, menjadikan kawasan ini terkenal sebagai tujuan makan malam yang nikmat.
Antara lain ada Pasar Gedhe (Pasar Besar) yang menjual kebutuhan makanan sehari-hari.
Lalu ada eks-Kawasan Perdagangan Beteng atau Beteng Plaza yang dulu menjual berbagai barang yang ada di mal atau supermarket, namun setelah Kerusuhan Mei 1998 menjual kain-kain seperti yang dijual di Pasar Klewer, hanya berjarak 15 menit berjalan kaki.
Baca juga: Asal-usul Kecamatan Manisrenggo Klaten, Ada 2 Versi soal Sejarah Namanya : Kisah Permaisuri dan Ratu
Pusat pemerintahan kota Solo yaitu Balai Kota juga lokasinya tak jauh dari sini.
Juga ada Alun-alun atau taman kota yang menyajikan hiburan pada bulan-bulan tertentu berada dekat Balai Kota.
Asal-usul Kedunglumbu
Nama Kedunglumbu bermula saat para penggawa keraton—yakni pejabat atau abdi dalem istana—dihadapkan dengan tantangan besar: memindahkan penduduk yang tinggal di wilayah yang akan menjadi bagian dari pembangunan keraton.
Namun, keinginan itu tidak berjalan mulus.
Penduduk di wilayah tersebut dengan keras menolak untuk dipindahkan.
Baca juga: Asal-usul Desa Manisharjo di Bendosari Sukoharjo, Dulu Namanya Jogo Dengkul Lalu Diubah Keraton Solo
Mereka dikenal sulit diyakinkan dan terus mengubah-ubah janji saat diminta untuk meninggalkan tempat tinggal mereka.
Keengganan dan sikap labil para warga ini membuat para penggawa keraton kebingungan dan frustrasi.
Dalam keputusasaan mereka, para penggawa akhirnya mengibaratkan penduduk setempat seperti air di atas daun lumbu—daun talas yang permukaannya licin dan tidak bisa menahan air tetap di satu tempat.
Sementara itu ada versi lain, di mana pada abad ke 16 di masa Kasultanan Pajang di bawah pemerintahan Sultan Hadiwijaya terdapat dusun yang disebut dengan Dusun Sala dengan penguasanya Ki Gede Sala.
Dahulu di Dusun Sala ini terdapat kawasan genangan air atau rawa-rawa, dalam bahasa jawa disebut Kedung.
Di wilatah tersebut tumbuh tanaman lumbu, sejenis talas atau bentul.
Kemudian oleh penguasa dusun yaitu Ki Gede Sala dusun tersebut dinamakan “ Dusun Sala “ yang kelak akan menjadi daerah pusat pemerintahan.
(*)
Kisah Masjid Al Fatih Kepatihan Solo yang Tetap Kokoh Tak Tersentuh Api Saat Kebakaran Hebat 1948 |
![]() |
---|
Awal Mula Penemuan Gua Swara di Sriwedari Solo yang Keberadaannya Sempat Terlupakan Sejak 1981 |
![]() |
---|
Asal Usul Pasar Malam Ngarsopuro atau Ngarsopuro Night Market, Pertama Kali Digagas oleh Jokowi |
![]() |
---|
Sejarah Batik Mahkota Laweyan Solo, Berdiri Sejak 1956 Penerus Batik Puspowidjoto |
![]() |
---|
Ada Bekas Kamar Bung Karno di Loji Gandrung Rumah Dinas Wali Kota Solo, Konon Ada Kisah Mistisnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.