Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Jungkir Balik Pasar Tradisional di Solo

Nasib Pedagang PGS di Solo: Terseok-seok Gegara e-Commerce, Satu Kios Cuma Raih Omzet Rp4 Juta/Bulan

Para pedagang di PGS belum tentu bisa menutup biaya operasional. Dalam sebulan setiap kios hanya bisa mengantongi omzet hingga Rp 4 juta.

|
TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin
TAK LAGI RAMAI - Salah satu pedagang batik di Pusat Grosir Solo (PGS), Hendra Fendi, saat ditemui TribunSolo.com, Selasa (22/4/2025). Hendra berkisah saking ramainya masuk ke PGS dahulu layaknya antre naik kapal. Namun kini setelah menjamurnya e-commerce, pasar sepi bak kuburan. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Salah satu pedagang batik di Pusat Grosir Solo (PGS), Hendra Fendi mengungkap nasib para pedagang di PGS saat ini.

Menurutnya, mereka belum tentu bisa menutup biaya operasional.

Dalam sebulan setiap kios hanya bisa mengantongi omzet hingga Rp 4 juta.

“Sehari pun tidak stabil. Satu toko Rp 2-4 juta,” tuturnya, kepada TribunSolo.com, Selasa (22/4/2025).

Beteng Trade Center (BTS) mengalami kondisi lebih parah. Banyak kios terpaksa tutup karena tak mampu membiayai operasional. Sedangkan di PGS masih bertahan meskipun terseok-seok.

TAK ADA PEMBELI - Pedagang batik Pusat Grosir Solo (PGS) tampak menyibukkan diri dengan gawai di Solo, Jawa Tengah, karena sepi pembeli, Selasa (22/4/2025). Menjamurnya e-commerce sejak 2017 silam, membuat pasar tradisional makin sepi pembeli.
TAK ADA PEMBELI - Pedagang batik Pusat Grosir Solo (PGS) tampak menyibukkan diri dengan gawai di Solo, Jawa Tengah, karena sepi pembeli, Selasa (22/4/2025). Menjamurnya e-commerce sejak 2017 silam, membuat pasar tradisional makin sepi pembeli. (TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin)

“BTS banyak banget yang drop. Di sini semenjak covid tutup. Di sini bertahan tapi bukan bertahan sehat tapi dengan utang,” ungkapnya.

Ia pun mencoba untuk merambah online. Namun, ternyata menjual secara online tak semudah yang dibayangkan.

Perlu ada manajemen stok yang rapi agar tak mengecewakan pembeli.

“Pernah nyoba mungkin susahnya harus fokus. Nggak bisa disamakan offline dan online. Kalau mau buka toko online barang harus disendirikan dengan offline. Pernah kejadian juga barang laku saya nggak tahu. Orang lain minta nggak ada barang. Batik motifnya ada ribuan,” jelasnya.

Baca juga: Menjamurnya e-Commerce Bikin Pasar Tradisional di Solo Lesu, Penjualan Makin Drop Pasca Pandemi

Ia pun memutar otak agar bisa bertahan hidup di tengah gempuran penjualan online.

Salah satunya dengan memproduksi sendiri baju batik untuk menegaskan identitas.

“Saya mencoba kreativitas membedakan yang lain. Produksi sendiri kreasi model sendiri. Untuk membedakan saingan lainnya,” ungkapnya.

Baca juga: Efek Disrupsi Digital, Bisnis Percetakan di Pasar Kliwon Solo Makin Tak Laku, Permintaan Berkurang

Hendra menduga para produsen kini potong jalan dengan menjual produknya tanpa melalui reseller. 

Dengan adanya platform marketplace mereka bisa menjual produknya sendiri dengan harga jauh lebih murah.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved