Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Dugaan Pelecehan ASN Pemkot Solo

Muncul Dugaan Pelecehan Seksual ASN Pemkot Solo, Ini Deretan Pasal Hukum Tindak Asusila di Indonesia

Muncul dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Solo.

Penulis: Tribun Network | Editor: Putradi Pamungkas
TRIBUNSOLO.COM/
KASUS DUGAAN PELECEHAN - Ilustrasi Balai Kota Solo. Pemerintah Kota (Pemkot) Solo tengah melakukan upaya klarifikasi atas aduan dugaan pelecehan seksual di lingkup Pegawai Ngeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mencuat baru-baru ini. Wali Kota Solo Respati Ardi menegaskan pihaknya tengah melakukan verifikasi internal terkait dugaan pelecehan seksual di lingkup ASN Pemkot Solo. 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Muncul dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Solo.

Dugaan tersebut mencuat bermula dari aduan yang diungkap oleh seseorang berinisial I di laman ULAS.

Dalam aduannya tersebut, mengungkapkan bahwa dugaan pelecehan dilakukan oleh seorang yang berstatus ASN yang bertugas di Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo.

Dalam laporan tersebut diduga pelecehan dilakukan sebanyak dua kali di lingkup kantor.

DUGAAN PELECEHAN - Tangkapan layar aduan dugaan pelecehan seksual di lingkup ASN Pemkot Solo. Dugaan tersebut mencuat bermula dari aduan yang diungkap oleh seseorang berinisial I di laman ULAS. Dalam aduannya tersebut, mengungkapkan bahwa dugaan pelecehan dilakukan oleh seorang yang berstatus ASN yang bertugas di Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo.
DUGAAN PELECEHAN - Tangkapan layar aduan dugaan pelecehan seksual di lingkup ASN Pemkot Solo. Dugaan tersebut mencuat bermula dari aduan yang diungkap oleh seseorang berinisial I di laman ULAS. Dalam aduannya tersebut, mengungkapkan bahwa dugaan pelecehan dilakukan oleh seorang yang berstatus ASN yang bertugas di Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo. (Istimewa)

Kasus pelecehan seksual di Indonesia kian menjadi sorotan, terutama karena dampaknya yang luas terhadap korban serta tantangan dalam proses penegakan hukumnya. 

Lantas, apa saja peraturan perundang-undangan yang spesifik mengatur mengenai kasus pelecehan seksual?

Di Indonesia, tindak pelecehan seksual diatur dalam sejumlah regulasi hukum, mulai dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) hingga Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Baca juga: Heboh Dugaan Pelecehan Lingkup ASN Pemkot Solo, SPEK-HAM Dorong Korban Melangkah ke Jalur Hukum

Berikut adalah pasal-pasal hukum yang mengatur pelecehan seksual sebagaimana dihimpun dari berbagai sumber:

KUHP

Pasal 281

Mengatur perbuatan cabul yang dilakukan secara sengaja di muka umum. Pelaku dapat dikenai hukuman penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda maksimal Rp 4,5 juta.

Pasal 289

Mengatur pelecehan seksual yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Ancaman pidana bagi pelaku adalah penjara hingga sembilan tahun.

Pasal 290

Menargetkan perbuatan cabul terhadap orang yang tidak berdaya, termasuk anak di bawah umur. Pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 294

Mengatur pelecehan seksual yang menyebabkan kematian. Pelaku terancam hukuman penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama dua puluh tahun.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)

UU TPKS, yang disahkan pada 2022, secara khusus mengatur berbagai bentuk kekerasan seksual, termasuk pelecehan seksual yang terbagi dalam dua kategori:

  • Pelecehan seksual fisik: Melibatkan kontak langsung seperti menyentuh atau meraba. Ancaman pidana berupa penjara maksimal empat tahun dan/atau denda hingga Rp 50 juta.
  • Pelecehan seksual non-fisik: Termasuk komentar bernuansa seksual atau penyebaran konten pornografi tanpa persetujuan. Pelaku diancam hukuman penjara maksimal satu tahun dan/atau denda maksimal Rp 15 juta.

UU TPKS juga merinci berbagai tindakan yang dikategorikan sebagai kekerasan seksual dalam sejumlah pasal berikut:

Pasal 4

Mengidentifikasi sembilan jenis tindak pidana kekerasan seksual, yakni pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual non-fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Pasal 5

Mengatur pelecehan seksual non-fisik, termasuk pernyataan, gerak tubuh, atau tindakan yang mengarah pada seksualitas dengan maksud merendahkan atau mempermalukan.

Pasal 12

Menjelaskan pelecehan seksual sebagai tindakan fisik atau non-fisik yang bersifat mengintimidasi, menghina, atau merendahkan korban. Delik ini merupakan delik aduan, kecuali jika dilakukan terhadap anak atau penyandang disabilitas.

Pasal 13

Membahas eksploitasi seksual, yaitu pemaksaan terhadap seseorang untuk melakukan hubungan seksual melalui kekerasan, ancaman, tipu daya, atau penyalahgunaan kepercayaan.

Pasal 16

Mendefinisikan pemerkosaan sebagai kekerasan seksual yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang yang tidak mampu memberikan persetujuan.

Pasal 17

Mengatur tentang pemaksaan perkawinan, yakni tindakan kekerasan seksual melalui penyalahgunaan kekuasaan yang membuat seseorang tidak dapat memberikan persetujuan yang sah.

Pasal 18

Menjelaskan pemaksaan pelacuran sebagai tindakan kekerasan seksual, dengan cara memaksa seseorang melacurkan diri untuk keuntungan pelaku.

Meski telah memiliki landasan hukum yang cukup kuat, pelecehan seksual kerap masih dipandang sebelah mata di masyarakat.

Salah satu alasannya adalah minimnya bukti dalam banyak kasus, sehingga korban kerap kesulitan mendapatkan keadilan.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved