Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Fakta Menarik Tentang Karanganyar

Asal-usul Pertapaan Bancolono di Karanganyar, Jejak Raja Terakhir Majapahit di Lereng Gunung Lawu

Mas Best, sang juru kunci Pertapaan Bancolono, menyebut bahwa Raja Brawijaya V kerap bertapa di lokasi ini.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TribunSolo.com
PERTAPAAN DI KARANGANYAR - Salah satu ruangan di Punden Bancolono Karanganyar, Sabtu (14/11/2020). Begini asal-usul Pertapaan Bancolono di Gondosuli, Karanganyar, Jawa Tengah. 

TRIBUNSOLO.COM, KARANGANYAR - Terletak di ketinggian 1.300 meter di atas permukaan laut, di lereng Gunung Lawu, terdapat sebuah tempat yang sarat dengan nilai sejarah dan spiritualitas, namanya adalah Pertapaan Bancolono.

Berlokasi di Desa Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, tempat ini diyakini sebagai petilasan Raja Majapahit terakhir, Brawijaya V atau Girindrawardhana Dyah Ranawijaya.

Dikenal juga sebagai Punden Bancolono, lokasi ini telah lama dianggap keramat oleh masyarakat sekitar.

Baca juga: Asal-usul Waduk Bayut di Sragen : Dibangun di Zaman Belanda & Ada Makam Kuno, Kini Dinamakan Gebyar

Tidak sedikit orang datang ke sana untuk bertirakat, memanjatkan doa, dan mencari ketenangan batin.

Menurut kepercayaan, banyak hajat yang terkabul setelah seseorang melakukan tirakat di tempat ini.

Asal-usul Pertapaan Bancolono

Mas Best, sang juru kunci Pertapaan Bancolono, menyebut bahwa Raja Brawijaya V kerap bertapa di lokasi ini.

Nama "Bancolono" sendiri berasal dari bahasa Jawa, yakni dari frasa Kurbano Uculono, yang berarti melepaskan beban dan masalah kehidupan.

Selain itu, nama tersebut juga dihubungkan dengan sosok Raden Bancolono, seorang senopati sekaligus murid kesayangan Eyang Lawu, yang konon memiliki kesaktian luar biasa.

Baca juga: Asal-usul Makam Kukun di Jaten Karanganyar, Ada Mitos Kawin Gencet yang Terkenal

Pertapaan ini memiliki tiga ruangan utama yang digunakan untuk kegiatan spiritual: Sendang Lanang, Sendang Wedok, dan ruang pertapaan.

Sendang Lanang diperuntukkan bagi tamu laki-laki, sedangkan Sendang Wedok untuk tamu perempuan.

Air dari kedua sendang ini digunakan untuk bersuci sebelum melaksanakan ritual atau meditasi.

Keberadaan sendang tersebut dipercaya telah ada sejak abad ke-11 Masehi dan menjadi bagian dari tradisi spiritual kerajaan-kerajaan di Tanah Jawa.

Baca juga: Asal-usul Grojogan Sewu di Tawangmangu Karanganyar, Ada Mitos Kreteg Pegat dan Siluman Kera

Bahkan, menurut Kepala Bagian Humas dan Protokol Provinsi Jawa Tengah, Agung Kristianto, para raja dahulu kerap memanfaatkan air sendang untuk ritual suci sebelum melaksanakan kegiatan penting kerajaan.

Dari Zaman Kerajaan ke Era Modern

Pertapaan Bancolono tidak hanya populer di kalangan masyarakat biasa, tetapi juga pernah dikunjungi oleh sejumlah tokoh penting dan pejabat negara.

Mas Best menyebut bahwa sejak masa kerajaan hingga era modern, banyak pemimpin yang datang diam-diam untuk bertapa di tempat ini.

Beberapa nama besar seperti Ir. Soekarno, Soeharto, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Bibit Waluyo tercatat pernah mengunjungi tempat ini.

Jokowi sendiri belum pernah datang secara langsung, namun dikabarkan pernah mengutus ajudannya untuk mengunjungi Bancolono.

Baca juga: Asal-usul Umbul Sigedhang di Klaten, Dahulu Kawasan Ini Ditumbuhi Banyak Pohon Pisang

Sumber Air Suci untuk IKN

Keistimewaan air di Pertapaan Bancolono mendapat pengakuan nasional saat Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah saat itu, membawa air dari sendang tersebut dalam prosesi Kendi Nusantara—ritual penyatuan tanah dan air dari seluruh provinsi Indonesia di titik nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

Ganjar menjelaskan bahwa sendang di pertapaan Bancolono telah digunakan oleh banyak tokoh penting sebagai sumber air suci untuk bersuci sebelum bersemedi.

“Di lereng Gunung Lawu, ada sebuah pertapaan yang banyak dimanfaatkan oleh para tokoh dari dulu hingga sekarang. Namanya Pertapaan Bancolono. Di dekat situ ada dua sendang, yaitu Sendang Lanang dan Sendang Wedok,” kata Ganjar.

Pertapaan Bancolono, bersama Candi Sukuh, Candi Cetho, dan Candi Kethek, merupakan saksi bisu masa-masa akhir kejayaan Majapahit.

Keberadaannya tak hanya menjadi daya tarik sejarah, tetapi juga menjadi pusat spiritualitas yang masih hidup hingga kini.

Meski dikenal sebagai tempat keramat, Mas Best menegaskan bahwa pertapaan ini bukan tempat untuk melakukan hal-hal di luar nalar, tetapi merupakan tempat ibadah dan perenungan spiritual yang dilakukan sesuai ajaran agama masing-masing.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved