Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Ijazah Jokowi Digugat

Luhut: Perdebatan Soal Ijazah Bisa Memecah Belah Bangsa, Tak Relevan untuk Dibicarakan

Luhut Binsar Pandjaitan ikut berkomentar soal Ijazah Jokowi. Dia menilai ini tidak relevan dan bisa memecah belah bangsa.

|
TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin
KUNJUNGI SOLO. Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan.  Dia ikut berkomentar soal Ijazah Jokowi. 

TRIBUNSOLO.COM - Pembahasan soal Ijazah Jokowi yang berlarut mendapat perhatian dari Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan

Dikutip dari Kompas.com, Luhut menyoroti polemik ini. 

Dia menilai perdebatan ini sudah tidak  relevan. 

Luhut mengungkapkan ini dalam momen acara Akal Sehat: Sumbangsih Dr. Sjahrir untuk Negeri' di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (28/7/2025).

Dalam momen ini Luhut berpesan agar tidak membuat pemikiran-pemikiran memecah belah bangsa.

Dia mencontohkan, seperti perdebatan mengenai ijazah Jokowi. 

Baca juga: Isu Mulyono Pernah Jadi Calo Tiket, Petugas Terminal Tirtonadi Solo : Tidak Ada yang Kenal

Hal ini menurut dia dapat memecah belah bangsa. 

"Kita asyik masih berbicara soal ijazah yang menurut saya sangat tidak relevan untuk dibicarakan oleh seorang intelektual di Republik ini," ujar Luhut.

Luhut memaparkan hal yang penting untuk negara ini adalah memberikan kontribusi. 

"Apa sih ijazah itu? Saya pun enggak tahu ijazah saya di mana saya taruh. Dan saya pikir tidak relevan. Yang paling relevan itu apa yang kau berikan, kontribusikan pada negara ini," ucap dia.

"Kau tanya pada dirimu apa yang sudah kau berikan pada negara ini. Apakah kau memberikan keributan atau kau memberikan pikiran-pikiran yang untuk membuat Indonesia lebih bagus," lanjut Luhut.

Tokoh Besar

Mantan Presiden Jokowi mengakui adanya tokoh besar di balik isu pemakzulan putranya Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan dugaan ijazah palsu yang terus mendera dirinya.

Meski begitu, ia enggan menyebut siapa tokoh tersebut.

“Kan saya sudah sampaikan feeling saya mengatakan ada agenda besar politik dalam tuduhan ijazah palsu maupun pemakzulan. Artinya memang ada orang besar ada yang mem-backup. Semua udah tahu lah,” ungkapnya saat ditemui di kediamannya, Jumat (25/7/2025).

Sebelumnya ia telah menyebut ada agenda besar di balik dua isu yang terus dihembuskan untuk menyerang ia dan keluarganya tersebut.

“Saya berperasaan memang kelihatannya ada agenda besar politik di balik isu ijazah palsu, pemakzulan,” ungkapnya saat ditemui di kediaman Sumber, Banjarsari, Solo, Senin (14/7/2025) lalu.

Ia pun mengakui ada upaya untuk menurunkan reputasinya akhir-akhir ini. 

Baca juga: Pertemuan dengan Prabowo di Solo, Jokowi Sebut Tak Ada Pembicaraan Pemakzulan Gibran 

Termasuk mengaburkan prestasi-prestasi yang ia lakukan selama dua periode memimpin sebagai Presiden RI.

“Perasaan politik saya mengatakan ada agenda besar politik untuk menurunkan reputasi politik untuk men-downgrade,” terangnya.

Meski begitu, ia merasa tak begitu khawatir terkait dengan agenda di balik isu yang menyudutkan dirinya tersebut.

“Buat saya biasa-biasa saja. Termasuk itu (pemakzulan). Isu ijazah palsu, pemakzulan Mas Wapres saya kira ada agenda besar politik,” jelasnya.

Terkait dengan kasus dugaan ijazah palsu yang masih terus bergulir, ia meminta masyarakat mengikuti proses hukum yang sedang berjalan.

“Ini kan dalam proses hukum. Saya baca kemarin sudah dalam proses penyidikan. Ya sudah serahkan kepada proses hukum yang ada. Kemudian nanti kita lihat di sidang yang ada di pengadilan seperti apa,” tuturnya.

Tak Melaporkan Nama

Kasus dugaan pencemaran nama baik atas tuduhan ijazah palsu Mantan Presiden Jokowi menyeret 12 nama sebagai terlapor yang dilayangkan di Polda Metro Jaya.

Salah satunya Mantan Ketua KPK Abraham Samad.

Jokowi pun mengungkapkan pihaknya tak secara langsung menyodorkan nama-nama tersebut.

Ia hanya melaporkan peristiwa yang menurutnya menimbulkan fitnah atas dirinya.

“Yang saya laporkan itu adalah peristiwa mengenai dugaan pencemaran nama baik dan fitnah. Saya tidak melaporkan nama,” jelasnya saat ditemui di kediamannya, Jumat (25/7/2025).

Baca juga: Pertemuan dengan Prabowo di Solo, Jokowi Sebut Tak Ada Pembicaraan Pemakzulan Gibran 

Menurutnya, nama-nama itu muncul atas hasil tindak lanjut dari pihak kepolisian setelah menerima laporan darinya.

Ia hanya melaporkan peristiwanya saja.

“Kemudian ada tindak lanjut dari Polri muncul nama-nama itu. Yang saya laporkan peristiwa dugaan pencemaran nama baik dan fitnah,” tuturnya.

Daftar 12 terlapor tersebut di antaranya Eggi Sudjana, M Rizal Fadilah, Kurnia Tri Royani, Ruslam Effendi, Damai Hari Lubis, Roy Suryo, Rismon Sianipar, Tifauziah, Abraham Samad, Michael Benyamin Sinaga, Nurdian Noviansyah Susilo, dan Ali Ridho alias Aldo.

Jokowi menegaskan semua nama itu tidak disodorkan olehnya.

“Bukan (dari Jokowi muncul nama Abraham Samad). Itu karena proses penyelidikan yang ada di Polri,” ungkapnya.

Disorot Advokat Asal Solo

Pengacara asal Solo Muhammad Taufiq mengkritisi soal naiknya status penyelidikan menjadi penyidikan kasus tudingan ijazah palsu Jokowi

Taufiq menyebut, ada yang tak biasa dalam penanganan kasus ini. 

Salah satu yang dia soroti yakni soal penyitaan ijazah dari Presiden RI ke-7 Joko Widodo. 

Dia menyinggung soal logika hukum yang diterapkan. 

“Dua ijazah disita, kalau saya melihat ini menjadi menarik. Kalau hari ini disita, lalu apa yang dijadikan bukti oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro itu apa? Kalau hari ini baru menyita,” ujarnya.

Dia menggarisbawahi soal perkara ini, bagaimana penyidik menaikan tingkat penyidikan jika dokumen utama baru saja diamankan dari pihak pelapor.

Baca juga: Kuasa Hukum Bantah Penyidik Polda Metro Jaya Periksa Jokowi di Polresta Solo Karena Kliennya Sakit

“Maka pertanyaan saya, kenapa itu bisa naik dari lidik ke sidik? Kalau hari ini terjadi penyitaan, biasanya penyitaan itu terjadi pada saat dari lidik sudah ke sidik. Nah, ini lidik sudah bisa membuktikan autentik dan sebagainya,” tambahnya.

Menurutnya, seharusnya proses hukum dilakukan secara berurutan dan logis. 

Penyitaan dokumen sepatutnya dilakukan terlebih dahulu untuk memastikan keasliannya, barulah status perkara bisa dinaikkan dengan landasan bukti kuat.

“Logika hukumnya mestinya setelah disita, itu diteliti, diperiksa asli atau tidak. Itu baru bisa dinyatakan asli atau tidak. Ini malah kebalik, sudah dinyatakan asli dan tidak, baru dilakukan penyitaan,” tegas Taufiq.

Pernyataan Taufiq ini menyoroti dugaan adanya keistimewaan dalam proses penanganan laporan yang dilayangkan oleh Jokowi terkait pencemaran nama baik terhadap dirinya dalam polemik ijazah.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menjalani pemeriksaan selama tiga jam dan menyerahkan dua dokumen berupa ijazah asli dari SMAN 6 Solo dan Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta kepada penyidik Polda Metro Jaya. 

Rekan Jokowi Juga Diperiksa

Selain Joko Widodo (Jokowi), ada sejumlah pihak yang juga ikut dipanggil oleh penyidik dari Polda Metro Jaya ke Mapolresta Solo untuk dilakukan pemeriksaan.

Salah satu pihak yang ikut dipanggil untuk diperiksa tersebut adalah rekan-rekan Jokowi semasa duduk di bangku Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 6 Solo.

Pemeriksaan tersebut digelar di Mapolresta Solo di ruang yang sama seperti Jokowi sehari sebelum Presiden RI ke-7 tersebut memenuhi panggilan penyidik atau tepatnya pada Selasa (22/7/2025).

Dan pada Rabu siang tadi, sejumlah rekan sekolah Jokowi tersebut juga kembali ke Mapolresta Solo.

Tujuannya tak lain adalah memberi semangat temannya tersebut.

Baca juga: M Taufiq Pertanyakan Status Penyidikan Kasus Tudingan Ijazah Jokowi: Kok Bisa?

Bahkan Jokowi sebelum meninggalkan Mapolresta Solo usai diperiksa selama 3 jam sempat menemui rekan-rekannya yang menunggu di lobi kantor polisi.

Sigit Hariyanto salah satu rekan SMA Jokowi mengatakan, bahwa dirinya dan 2 rekannya yang lain juga menerima surat panggilan dari pihak penyidik Polda Metro Jaya untuk dimintai keterangan.

"Jadi kami berempat semua adalah teman sekolah SMA pada saat itu sampai lulus," ungkap Sigit.

Sigit menerangkan bahwa pada Selasa kemarin ada tiga teman Jokowi semasa SMA juga ikut dipanggil penyidik untuk dimintai keterangan.

"Jadi kemarin itu kami bertiga sudah melaksanakan di-BAP (Berita Acara Pemeriksaan) jadi statusnya adalah penyidikan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya," kata dia. 

Dicecar 95 Pertanyaan

Dalam pemeriksaan tersebut, masing-masing rekan sekolah Jokowi dicecar pertanyaan sebanyak 95 pertanyaan oleh penyidik.

"Jadi isinya pertanyaan ini semuanya berjumlah 95 yang pada intinya pertanyaan-pertanyaan itu seputar pada saat itu kami semua adalah siswa sekolah SMA 6 atau SMPP, sama itu," 

"Jadi pertanyaan itu apakah saudara mengenal tentang Pak Jokowi, kami tentunya menjawabnya sangat mengenal karena Pak Jokowi adalah teman kami dan lulus bersama-sama beliau. Itu sebagai intinya, kemudian yang lain-lain itu mengenai keberadaan tentang SMA 6. Ya kami karena kami hanya siswa, ya kami hanya sekolah, belajar, menimba ilmu dan sampai selesai atau lulus bersama," 

Sementara itu, teman sebangku Jokowi selama menimba ilmu di SMAN 6 Bambang Surojo menambahkan bahwa ia memastikan bahwa Presiden RI ke-7 tersebut merupakan rekan sekolah mereka.

Bambang juga menjelaskan mengenai mengapa ada perbedaan nama antara SMAN 6 dan SMPP yang sempat jadi sorotan banyak pihak.

Ia menjelaskan bahwa pada saat itu, ia dan rekan-rekan yang akhirnya lulus sebagai siswa SMAN 6 Solo merupakan pendaftar di SMAN 5 Solo yang lokasinya bersebelahan.

"Jadi pada saat itu kami mendaftar sekolah itu di SMA Negeri 5 Surakarta, itu ada 11 kelas. Kemudian ada pengembangan sekolah, dari kelas 1 Satu sampai 1 Enam itu menjadi SMA 5. Kelas 1 Tujuh sampai kelas 1 Sebelas menjadi SMA 6. Dan karena kelas 1 Tujuh sampai kelas 1 Sebelas masuknya siang, kita menyebutnya SMA 5 siang," ungkap Bambang.

Hal itu tak lain karena pada masa itu, pembangunan gedung sekolah disebut Bambang masih berlangsung.

"Kemudian setelah ruang (sekolah) itu tersedia bagi kami, kami masuk pagi bagi kami sehingga kami menjadi siswa SMPP atau siswa SMAN 6 Surakarta," imbuh dia.

Sigit melanjutkan bahwa ijazah dirinya dan 3 temannya juga disita oleh penyidik dari Polda Metro Jaya guna proses hukum lebih lanjut.

"Ijazah juga kemarin itu juga disita oleh penyidik. Ada 5 ijazah sebagai bukti nantinya," sebut Sigit.

Tentang SMAN 6 Solo dan SMPP

Mengenai perbedaan nama sekolah yakni SMAN 6 Solo dan SMPP ini juga diungkap rekan Jokowi.

Bambang menegaskan bahwa hal itu merupakan wewenang Kementerian Pendidikan RI.

"Mengenai nama SMPP dan SMA 6 yang menjadi polemik selama ini yang digoreng-goreng itu adalah kebijakan dari pemerintah. Dalam hal ini menteri pendidikan dan kebudayaan saat itu yang menterinya pak Daud Yusuf," urai dia.

Bambang juga menjelaskan bahwa angkatannya termasuk Jokowi kala itu harus menempuh 7 semester atau 3,5 tahun dari kelas 1 sampai 3 SMA karena adanya perubahan kurikulum.

"Termasuk juga pergeseran waktu yang menjadi tambah 6 bulan sehingga kami menikmati sekolah itu bukan tiga tahun tapi 3 tahun setengah. Dan saat itu ada bahasa dulu namanya Catur Wulan, setelah ada pergeseran waktu menjadi Semesteran sehingga kami melakukan ulangan itu per semester. Sehingga kami menikmati 7 semester dan kami lulus pada tahun 1980. Lebih tepat lagi di ijazah tertera tanggal 30 April 1980," beber Bambang.

Bambang sendiri menegaskan bahwa dia merupakan teman sebangku Jokowi selama 3 tahun lebih menimba ilmu di SMAN 6 Solo.

"Tadi disampaikan oleh mas Sigit. Kemarin kami diperiksa tentang sejarah itu tadi dan juga apakah benar Pak Jokowi teman kami. Dia teman kami dari kelas 1 sampai 3 bahkan dengan saya satu bangku. Kami adalah saksi kebenaran, keabsahan dan otentiknya pak Jokowi sekolah di SMA Negeri 6 Surakarta," pungkas Bambang. 

Sebagian artikel ini diolah dari TribunSolo.com dan Kompas.com dengan judul Luhut soal Ijazah: Apa Sih Itu? Tidak Relevan, Terpenting Kontribusi ke Negara 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved