Penerapan Royalti Lagu Tempat Hiburan
Di Solo, LMKN Blak-blakkan Kesadaran Pelaku Usaha Bayar Royalti Lagu Rendah, yang Tertib 2 Persen
Sejauh ini baru sekitar 2 persen dari perkiraan keseluruhan usaha yang sudah tertib membayar royalti.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Vincentius Jyestha Candraditya
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Waskito mengungkapkan kesadaran pelaku usaha untuk membayar royalti masih rendah.
Sejauh ini baru sekitar 2 persen dari perkiraan keseluruhan usaha yang sudah tertib membayar royalti.
“Secara nasional menurut saya mungkin dari 2 persen atau belum 5 persen. Seluruh sektor kita punya 13 sektor bisnis yang wajib membayar royalti. Tapi yang membayar total belum mencapai 6 ribu pengguna,” jelasnya.
Maka dari itu, salah satu upaya yang dilakukan yakni sosialisasi seperti yang diselenggarakan di Gedung Djoeang 45, Jumat (8/8/2025). Acara ini dihadiri oleh sejumlah pebisnis hotel dan restoran.
Meski begitu, ia menilai antusiasme masyarakat untuk menghargai karya cipta lagu mulai bertumbuh.
Baca juga: Ramai Aturan Royalti Musik, Pengusaha Mall di Solo Klaim Sudah Tertib Membayar : Termasuk Band Cover
Sedikit demi sedikit mereka menjalankan kewajiban pembayaran royalti melalui fasilitas yang disediakan LMKN.
“Artinya antusiasme masyarakat untuk mulai merealisasikan penghargaan terhadap karya cipta orang lain semakin tumbuh. Ini iklim yang bagus bagi perbaikan kondisi sosial,” jelasnya.
Menurutnya, dasar hukum kewajiban membayar royalti sudah memadai. Termasuk adanya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
Ada pula Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: HKI.2.0T.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Royalti untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan Produk Terkait Musik dan Lagu.
“Literatur sudah lengkap. Tinggal bagaimana mensosialisasikan masyarakat lebih luas. Ini adalah kewajiban yang melekat secara hukum bagi pengguna. Pasal 51 pemerintah saja sebagai penyelenggara negara juga wajib memberikan,” jelasnya.
Salah satu kendala utama banyak pengguna keberatan membayar royalti karena sebelumnya seakan tidak terbebani dengan kewajiban ini.
Baca juga: Cafe Dikenai Royalti Rp120 Ribu Per Satu Lagu Per Tahun Tuai Kritik di Solo : Kuras Keuntungan
“Masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat pengguna. Selama ini mereka tidak dibebani kewajiban mereka. Selama ini berpuluh-puluh tahun mereka menggunakan dengan leluasa dan bebas,” tuturnya.
Selain itu, proses hukum yang memakan waktu terlalu lama membuat penegakan hukum tidak efisien.
“Penegakan hukum prosesnya sangat panjang. Salah satu satu brand di Bali lebih dari satu tahun. Proses ini membutuhkan waktu, tenaga, biaya,” jelasnya.
Imbas Kisruh Royalti, Lagu Bengawan Solo Berhenti Diputar di Stasiun Solo Balapan |
![]() |
---|
Pihak LMKN Tanggapi Soal Tuntutan Dibubarkan di Solo: Kami Kerja Berdasarkan Perintah Undang-Undang |
![]() |
---|
Pertunjukan Musik Jalanan Solo Is Solo Ditagih Royalti, Penyelenggara Bingung: Lagu Karya Band Lokal |
![]() |
---|
Buntut Kisruh Royalti Lagu, Sejumlah Pegiat Industri Kreatif di Solo Tuntut LMKN Dibubarkan |
![]() |
---|
Bisa Dipakai Buat Kafe di Solo Raya, Ini 3 Jenis Lagu yang Bebas Royalti Menurut UU Hak Cipta |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.