Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Penerapan Royalti Lagu Tempat Hiburan

Di Solo, LMKN Blak-blakkan Kesadaran Pelaku Usaha Bayar Royalti Lagu Rendah, yang Tertib 2 Persen

Sejauh ini baru sekitar 2 persen dari perkiraan keseluruhan usaha yang sudah tertib membayar royalti.

TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin
KESADARAN MASIH RENDAH - Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Waskito saat ditemui di Gedung Djoeang 45, Jumat (8/8/2025). Waskito mengungkapkan kesadaran pelaku usaha untuk membayar royalti masih rendah. Sejauh ini baru sekitar 2 persen dari perkiraan keseluruhan usaha yang sudah tertib membayar royalti. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Waskito mengungkapkan kesadaran pelaku usaha untuk membayar royalti masih rendah.

Sejauh ini baru sekitar 2 persen dari perkiraan keseluruhan usaha yang sudah tertib membayar royalti.

“Secara nasional menurut saya mungkin dari 2 persen atau belum 5 persen. Seluruh sektor kita punya 13 sektor bisnis yang wajib membayar royalti. Tapi yang membayar total belum mencapai 6 ribu pengguna,” jelasnya.

Maka dari itu, salah satu upaya yang dilakukan yakni sosialisasi seperti yang diselenggarakan di Gedung Djoeang 45, Jumat (8/8/2025). Acara ini dihadiri oleh sejumlah pebisnis hotel dan restoran.

Meski begitu, ia menilai antusiasme masyarakat untuk menghargai karya cipta lagu mulai bertumbuh.

Baca juga: Ramai Aturan Royalti Musik, Pengusaha Mall di Solo Klaim Sudah Tertib Membayar : Termasuk Band Cover

Sedikit demi sedikit mereka menjalankan kewajiban pembayaran royalti melalui fasilitas yang disediakan LMKN.

“Artinya antusiasme masyarakat untuk mulai merealisasikan penghargaan terhadap karya cipta orang lain semakin tumbuh. Ini iklim yang bagus bagi perbaikan kondisi sosial,” jelasnya.

Menurutnya, dasar hukum kewajiban membayar royalti sudah memadai. Termasuk adanya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

Ada pula Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: HKI.2.0T.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Royalti untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan Produk Terkait Musik dan Lagu.

“Literatur sudah lengkap. Tinggal bagaimana mensosialisasikan masyarakat lebih luas. Ini adalah kewajiban yang melekat secara hukum bagi pengguna. Pasal 51 pemerintah saja sebagai penyelenggara negara juga wajib memberikan,” jelasnya.

Salah satu kendala utama banyak pengguna keberatan membayar royalti karena sebelumnya seakan tidak terbebani dengan kewajiban ini.

Baca juga: Cafe Dikenai Royalti Rp120 Ribu Per Satu Lagu Per Tahun Tuai Kritik di Solo : Kuras Keuntungan

“Masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat pengguna. Selama ini mereka tidak dibebani kewajiban mereka. Selama ini berpuluh-puluh tahun mereka menggunakan dengan leluasa dan bebas,” tuturnya.

Selain itu, proses hukum yang memakan waktu terlalu lama membuat penegakan hukum tidak efisien.

“Penegakan hukum prosesnya sangat panjang. Salah satu satu brand di Bali lebih dari satu tahun. Proses ini membutuhkan waktu, tenaga, biaya,” jelasnya.

Cara Membagi Uang Royalti dari Hotel di Solo Raya ke Musisi

Kebijakan pembayaran royalti membuat bingung banyak pihak. Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Waskito memaparkan bagaimana royalti dari berbagai macam usaha, termasuk hotel sampai ke musisi sebagai pemegang hak cipta.

Ia menjelaskan tiap musisi bernaung di bawah 14 Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Pembayaran terpusat di LMKN lalu didistribusikan ke musisi melalui LMK masing-masing.

“Di sini ada kerancuan sehingga masyarakat menjadi bingung. Apakah WAMI (Wahana Musik Indonesia) boleh menagih? Boleh. Tapi dia tidak boleh menerima uangnya,” jelasnya saat sosialisasi di Gedung Djoeang 45, Jumat (8/8/2025).

Baca juga: Soal Royalti Lagu di Solo, Ada Kafe yang Akan Gunakan Lisensi Aplikasi Hingga Pilih Tak Setel Musik

Aturan tarif royalti tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: HKI.2.0T.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Royalti untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan Produk Terkait Musik dan Lagu. Pembayaran royalti untuk hotel dengan kapasitas 50 kamar, misalnya cukup membayar Rp 2 juta per tahun.

Perhitungan ini tidak memasukkan variabel lagu apa saja yang diputar di hotel tersebut. Metode ini hanya mempertimbangkan kapasitas hotel. Selanjutnya, royalti yang dikumpulkan oleh LMKN ini didistribusikan melalui LMK berdasarkan hasil kesepakatan.

Jika LMK mengantongi data lagu apa saja yang dipakai oleh pengguna, maka LMK akan mendistribusikan sesuai dengan data tersebut. Namun, jika tidak, maka mereka telah bersepakat hanya mempertimbangkan lagu yang dianggap hits.

Maka dari itu, Waskito menjelaskan, para pemegang hak cipta yang hanya mendapat ratusan ribu per tahun, biasanya lagu yang dimiliki tidak begitu dikenal.

“Orang yang dapatnya 200-300 ribu itu biasanya pemilik hak cipta atau hak terkait yang tidak memiliki karya hits. Mereka memiliki karya yang beredar tapi tidak hits. Sebenarnya yang berpotensi menghasilkan royalti lagu yang hits kenapa karena dikenal orang,” ungkapnya.

SOSIALISASI ROYALTI. Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Waskito saat sosialisasi di Gedung Djoeang 45, Jumat (8/8/2025).
SOSIALISASI ROYALTI. Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Waskito saat sosialisasi di Gedung Djoeang 45, Jumat (8/8/2025). (Tribun Solo / Ahmad Syarifudin)

Ia pun memastikan sejumlah pemegang hak cipta telah mendapatkan haknya. Bahkan pemegang lagu hits seperti Rhoma Irama bisa mendapat Rp 1 miliar per tahun.

“Coba kalau tanyanya Rhoma Irama satu tahun dapat berapa. Satu tahun dia bisa dapat Rp 1 miliar. Kalau yang ditanya Sam Bimbo hit maker royaltinya besar. Yang menjadi isu royaltinya sampai nggak sih. Saya pastikan sampai. Tapi kewajiban kami sebagai LMKN tidak langsung distribusi ke Mas Jepank. Tapi saya mendistribusi ke LMK-nya Mas Jepank. LMK-nya itu yang mendistribusi ke Mas Jepang,” jelasnya.

Baca juga: Ketika Kafe di Solo Lebih Pilih Undang DJ Ketimbang Band Cover, Hindari Bayar Royalti Lagu?

Ia mengakui sejumlah pemegang hak cipta merasa tak menerima bayaran royalti dengan layak. Salah satunya Gitaris Padi, Satriyo Yudi Wahono atau Piyu yang mengungkap hanya mendapat ratusan ribu per tahun dari royalti lagunya.

“Misalnya Mas Piyu bilang royalti nggak transparan LMKN karena nggak paham. Kalau mau menanyakan jangan ke LMKN tentang royaltinya harus ke WAMI sebagai LMK dimana dia jadi anggota. Uangnya hanya boleh masuk ke LMKN,” jelasnya.

Setiap LMK mempertanggungjawabkan ijin operasional yang dimilikinya. Jika LMK dianggap tak menjalankan mandatnya, maka ijin operasional bosa dicabut.

“14 LMK disebutnya pelaksana harian. Setiap LMK memiliki ijin operasional yang harus mereka pertanggung jawabkan untuk collect royalti. Kalau dia tidak mampu collect maka izin operasionalnya dicabut. Dan itu sudah terjadi pada satu LMK Hak Cipta yang namanya Pelari  (Pencipta Lagu Rekaman Indonesia Nusantara),” terangnya.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved