Update Gunung Merapi

Kisah Mbah Narto yang Kekeuh Tak Mau Mengungsi saat Merapi Siaga:Nek Gununge pun Mulai, Kulo Mlayu

Penulis: Adi Surya Samodra
Editor: Ilham Oktafian
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Narto Pawiro (90) saat berada di dalam kediaman, Dusun Setabelan, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jumat (13/11/2020).

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Adi Surya Samodra

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Seorang warga lanjut usia, Narto Pawiro (90) masih enggan meninggalkan kediamannya yang ada di Dusun Setabelan, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. 

Ia masih belum mau diungsikan ke tempat penampungan pengungsi sementara (TPPS) Desa Tlogolele. 

Meskipun, status Gunung Merapi saat ini sudah dinaikkan dari waspada menjadi siaga III. 

Sejumlah relawan dan pihak kepolisian sudah membujuknya untuk mau dibawa ke TPPS. 

Baca juga: Begini Kerja Petugas BPPTKG Saat Aktivitas Merapi Meningkat, 24 Jam Memelototi Data: Ini Tak Mudah

Namun, mbah Narto, sapaan akrabnya, masih kekeh bertahan digubuk tuanya.

"Dimintai berkahnya di sana (TPPS), di sana sudah ada anak - cucu di sana. Mohon maaf, simbah saya antar turun,ya," kata seorang relawan, Jumat (13/11/2020).

Hati mbah Narto tidak luluh. Ia tetap kekeh bertahan di rumahnya.

"Saya disini hidup sendiri. Nanti siapa yang mengerjakan pekerjaan saya," tuturnya. 

Seorang relawan tetap berusaha membujuknya supaya mau dievakuasi ke TPPS. 

"Nanti sehari dua hari lagi terus kembali ke sini tidak apa-apa. Maremi rasa pak lurah. Nanti kalau mau turun atau mau naik, akan diantar," ucapnya. 

Mbah Narto tak bergeming dan tetap ingin bertahan di kediamannya. Ia masih menunggu tanda-tanda Gunung Merapi.

"Nek gununge pun mulai, kulo tak mlayu. Nek gununge mboten mulai kulo mboten mlayu (Kalau gunungnya sudah erupsi, saya langsung lari, kalau gunungnya belum, saya tidak lari)," katanya. 

Para relawan memilih tidak memaksakan mbah Narto untuk turun ke TPPS Desa Tlogolele. 

Sementara itu, Sekretaris Desa Tlogolele, Neigen Achtah Nur Edy Saputra mengatakan pihaknya memang tidak akan memaksakan warga untuk segera mengungsi ke TPPS. 

"Kita tidak memaksa warga, kita sudah memberitahu ke masyarakat," kata Neigen.

Neigen khawatir bila warga dipaksa mengungsi ke TPPS, mereka bisa merasa tidak nyaman. 

"Kalau dipaksa nanti bertahan di TPPS cuna 1-2 hari saja, kita ikuti kenyamanan mereka saja," tandasnya. (*)

Baca juga: Tinggalkan Kampung untuk Mengungsi, Reban Petani Cabai Lereng Merapi Sambung Hidup dengan Jual Arang

Baca juga: Menilik Dapur Umum di Merapi Boyolali : Ada Para Srikandi yang Rela Masak Tak Dibayar Demi Pengungsi

HIBURAN DI PENGUNGSIAN

Sementara itu, Sejumlah kegiatan dilakukan guna menghilangkan kejenuhan para pengungsi di lereng Gunung Merapi. 

Ya, sudah banyak warga menempati tempat penampungan pengungsian sementara (TPPS) Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. 

Dari data per Kamis (12/11/2020), para pengungsi didominasi balita / anak-anak dan lansia. 

Rinciannya, 32 balita dan anak-anak, 25 lansia, 23 ibu menyusui, 5 ibu hamil, dan 4 disabilitas. 

Sekretaris Desa Tlogolele, Neigen Achtah Nur Edy Saputra mengatakan pihaknya telah menyiapkan sejumlah kegiatan, termasuk untuk balita dan anak-anak. 

Baca juga: Menilik Dapur Umum di Merapi Boyolali : Ada Para Srikandi yang Rela Masak Tak Dibayar Demi Pengungsi

Baca juga: Potret Bonsai Santigi, Sang Juara Expo Tanaman Hias Karanganyar yang Dilirik oleh Bupati Juliyatmono

"Anak-anak kadang ada kegiatan trauma healing, kadang di malam hari kita pakai proyektor untuk memutarkan film," kata Neigen kepada TribunSolo.com, Jumat (13/11/2020).

Dari pantauan TribunSolo.com, puluhan balita dan anak - anak diajak bermain para relawan di pelataran TPPS.

Pelataran itu sudah ditutupi terpal untuk mengantisipasi hujan yang sewaktu-waktu mengguyur. 

Para balita dan anak-anak asyik bermain mengikuti panduan para relawan. Tawa dan senyum mereka mengembang. 

Ada seorang balita yang menenteng boneka beruang merah ketika bermain. 

Beberapa diantara mereka sesekali diminta menyanyikan lagu anak-anak yang mereka bisa. Suasana riang gembira seketika pecah. 

Para ibu turut mengawasi dari kejauhan. Sesekali mereka dibikin tertawa oleh tingkah anak-anak mereka. 

Neigen mengungkapkan selain kegiatan hiburan, pihaknya saat ini tengah menyusun formula pendidikan bagi anak-anak di TPPS.

"Kami sudah menyiapkan relawan di bidang pendidikan. Mereka baru menyusun pendidikan yang pantas di pengungsian ini," ungkapnya. 

Tenda kepolisian yang berdiri kokoh di pelataran TPPS bakal disulap jadi tempat belajar mengajar. 

Sementara itu, Pemerintah Desa (Pemdes) Tlogolele dan relawan juga telah menyiapkan beberapa kegiatan. 

Satu diantaranya kegiatan bersih-bersih lingkungan TPPS Desa Tlogolele.

"Setiap pagi ibu-ibu membersihkab lingkungan di sini, membersihkan gelas dan piring," terang Neigen. 

Neigen menuturkan masih ada ketakutan dalam benak warga bila Gunung Merapi benar-benar erupsi. 

Namun, itu tidak sebesar dibanding peristiwa erupsi tahun 2010.

"Takut tapi tidak separah 2010. Masyarakat mulai terbiasa, mereka sudah siap," tuturnya. 

Apalagi, tiap tahunnya pelatihan evakuasi sudah dilakukan di Desa Tlogolele. 

"Setahun sekali melakukan kegiatan pelatihan evakuasi, masyarakat sekarang siap menghadapi bencana," tandasnya.

Aplikasi Merapi

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) tengah mengembangkan sebuah aplikasi

Aplikasi itu untuk mempercepat sebaran informasi perkembangan kondisi Gunung Merapi.

Hal itu diungkapkan Kepala BPPTKG Yogyakarta, Hanik Humaira.

"Kita luncurkan aplikasi broadcast via Whatsapp dan SMS," kata Hanik dalam Obrolan Virtual Erupsi Merapi : Mitigasi & Pandemi, Kamis (12/11/2020).

Penerimanya, para kepala dusun yang ada di lingkar Gunung Merapi.

"Memudahkan informasi, jadi kita memberikan langsung ke kepala dusun," tutur Hanik.

Baca juga: Begini Kerja Petugas BPPTKG Saat Aktivitas Merapi Meningkat, 24 Jam Memelototi Data: Ini Tak Mudah

Baca juga: Antisipasi Gunung Merapi Erupsi, Warga Diminta Kemasi Surat-Surat Berharga Dalam Tas

Baca juga: Satu Desa di Lereng Gunung Merapi Belum Dievakuasi, BPBD Klaten : Kami Menghormati Kearifan Lokal

Baca juga: Panik Dengar Suara Gemuruh, Warga Lereng Gunung Merapi di Boyolali Minta Dievakuasi

Hanik mengimbau masyarakat menuruti perintah pihak berwenang menyusul peningkatan status Gunung Merapi dari waspada jadi siaga.

Itu supaya jumlah korban jiwa akibat erupsi Gunung Merapi bisa ditekan dan tidak sebanyak kejadian tahun 2010.

Ditambah lagi, informasi perkembangan Gunung Merapi saat ini sudah lebih terbuka.

"Ikuti arahan pemerintah," tandasnya.

Seorang memasang penguat sinyal di Pos Pantau Merapi 149.070 MHz Induk Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jumat (6/11/2020). (TribunSolo.com/Adi Surya)

Penambahan Penguat Sinyal

Pemasangan penguat sinyal kembali dilakukan di Pos Pantau Merapi 149.070 MHz Induk Balerante, Kecamatam Kemalang, Kabupaten Klaten, Jumat (6/11/2020).

Relawan, Agus Sarnyata mengatakan itu dilakukan untuk membantu persebaran informasi di kawasan rawan bencana (KRB) III Gunung Merapi.

Apalagi, status Gunung Merapi saat ini telah meningkat dari waspasa menjadi siaga.

Status tersebut diumumkan Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta mulai Kamis (5/11/2020).

"Untuk membantu pemberian informasi kepada warga," kata Agus kepada TribunSolo.com, Sabtu (7/11/2020).

Baca juga: Ada Truk yang Nekad Ambil Pasir saat Merapi Siaga, Kades Balerante Tak Bisa Cegah Karena Hal Ini

Baca juga: Status Merapi Sudah Siaga Tapi Masih Ada Truk Galian Lalu Lalang, Kades Balerante: Ini Dilematis

Baca juga: Siaga Merapi Bikin Pemdes Balerante Sulap Gedung SD Jadi Pengungsian: Petik Pelajaran Kejadian 2010

Baca juga: Merapi Siaga, Sejumlah Objek Wisata KRB di Klaten Pun Tutup, Termasuk Jalur Pendakian Sapu Angin

Dengan dipasangnya penguat sinyal, Agus berharap tidak ada lagi ganguan dalam persebaran informasi.

"Persebarannya juga jadi lebih cepat," ucapnya.

Agus menuturkan kondisi Gunung Merapi sampai saat ini masih fluktuatif.

Guna terus memantau, sejumlah relawan terus berjaga bergiliran 24 jam di Pos Pantau Balerante.

"Malam ada peningkatan terus paginya landai. Ini masih fluktuatif," tuturnya. 

Berita Terkini