Walmi kembali ke rumah bersama ketiga anaknya dan suaminya.
Ketika suaminya mencari rumput untuk pakan ternak, ia menjaga rumah sembari mengasih anak-anaknya.
"Kalau berangkat mencari rumput itu tidak pasti, kadang jam 08.00 WIB. Pagi mengasuh anak dulu," tuturnya.
Walmi dan suaminya biasanya turun ke sekira pukul 16.00 WIB.
Itupun sekalian membawa persediaan pakan ternak ke tempat pengungsian ternak sebelum akhirnya ke rumah nenek.
"Sebenarnya ada rasa was-was, takut juga," ucap Walmi.
Apalagi memori letusan Merapi 2010 masih membekas diingatan Walmi sampai sekarang.
Kondisi saat itu begitu miris, banyak rumah yang roboh dan ternak-ternak hangus terpanggang.
"Saat itu termasuk rumah saya roboh tak bersisa," tandasnya.
Baca juga: SD Jadi Kunci SDM, Paslon Yuni-Suroto Akan Buat Satu Sekolah Unggulan di Setiap Kecamatan di Sragen
Baca juga: Kisah Anak Penambang Pasir Merapi, Tiap Hari Belajar Online Beralaskan Batu,Bercita-cita Jadi Dokter
Anak-anak Diminta Waspada
Tak hanya orang dewasa, anak-anak di lereng Gunung Merapi juga didorong tanggap bencana.
Penekanan ini disebutkan Dirjen PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jumeri saat mendatangi anak-anak di SDN 1 Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Rabu (18/11/2020).
Jumeri menerangkan, anak-anak di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi harus dilatih kepekaaannya terhadap ancaman erupsi gunung Merapi.
"Saya kira guru-guru kita sudah cukup paham, jadi untuk daerah semacam ini, anak harus dilatih feeling-nya untuk tanggap bencana," jelas dia.
Baca juga: Dicari : 50 hingga 100 Tukang Lipat Surat Suara, Hari Ini KPU Sragen Terima 765.245 Lembar
Baca juga: Gunung Merapi Masih Siaga, Warga 2 Desa di Klaten Diungsikan, Total Ada 356 Jiwa
"Bagaimana lari dan mencari tempat yang aman, mesti harus di latih," ujarnya.