Waginem kini tinggal bersama seorang anaknya, Tarumi dan seorang cucunya, Indah.
Ia tinggal di rumah sangat sederhana, yang disekitarnya merupakan ladang tebu.
Waginem pun bingung menanyakan kabar Sang anak, karena nomor yang pernah ia miliki ternyata sudah tidak aktif.
"Perasaannya kangen, tapi bagaimana lagi, tidak bisa menghubungi," ujarnya.
Baca juga: Cerita Haru Keluarga Tili di Sragen, 7 Tahun Tak Komunikasi, Baru Tahu Usai Viral Selamatkan Buaya
Baca juga: Terungkap Trik Tili saat Bebaskan Buaya Berkalung Ban di Palu,Tangkap Anaknya Dulu Baru Pasang Umpan
Waginem pun berharap sang anak bisa segera pulang, karena kini usianya sudah lanjut.
Dengan menahan air mata, Waginem mencurahkan segela kerinduannya kepada sang anak.
"Le, le, Tili (nak, nak Tili), aku kangen kowe Le (aku kangen kamu nak), kapan-kapan kowe balik to Le (kapan saja pulanglah nak)," katanya lirih.
"Mboke wis tuwek (ibu sudah tua), ra dasi mregawe (sudah tidak kuat bekerja), moga-moga kowe tilik mbok e le (semoga kamu menjenguk ibu nak)," tambahnya.
Waginem tak berharap sang putra pulang dalam waktu lama, namun hanya ingin berjumpa meski hanya sebentar.
"Balik yo sewayah-wayah (pulang kapan saja), ora kon balik sak teruse (tidak menyuruh pulang seterusnya), aku kangen kowe tenanan le (aku kangen kamu beneran nak)," pungkasnya.
Perasaan rindu juga tidak bisa dibendung oleh sang kakak, Tarumi.
Bahkan, Tarumi sampai meneteskan air mata karena sudah sangat lama tidak bisa berjumpa dengan adik tercintanya.
"Harapan saya adik saya bisa pulang dengan selamat, dan sehat, emaknya bisa senang kalain anaknya pulang, kan udah bertahun-tahun kangen juga," kata Tarumi sembari menitipkan air mata.
Baca juga: Cerita Haru Keluarga Tili di Sragen, 7 Tahun Tak Komunikasi, Baru Tahu Usai Viral Selamatkan Buaya
"Setiap saya berdoa, setiap puasa saya selalu mendoakan dia selamat, mudah-mudahan dia sehat, harapannya kan gitu, kalau tidak bisa pulang, ya semoga selalu sehat," jelasnya.
Diketahui, Tili merupakan anak terakhir dari lima saudara.
Kakak pertama dan kedua kini tinggal di Jawa Timur, kakak ketiga tinggal bersama dengan sang ibu di Sragen, dan kakak keempat bersama dengan Tili tinggal di Sulawesi.
Tujuh Tahun Tak Berkomunikasi
Di balik ketangguhan sosok Tili (35), pria yang jadi 'pahlawan' karena bisa melepaskan jeratan ban di leher buaya, ada kisah yang tak banyak orang tahu.
Sosoknya viral dan dikenal seantero Indonesia, bahkan dunia karena bisa menaklukkan buaya raksasa yang selama ini merana karena ban di Palu, Sulawesi Tengah.
Ternya Tili adalah pria asli kelahiran Kabupaten Sragen.
Tili kecil bernama asli Paiman yang tinggal di Dukuh Pondok, RT 19/RW 3, Desa Kandangsapi, Kecamatan Jenar.
Rumah Tili yang ada di Kabupaten Sragen, masih ditinggali oleh sang Ibu, Waginem (68) dan kakak ketiganya, Tarumi (43).
Ternyata keluarga Tili di Kabupaten Sragen sudah lama tidak berkomunikasi dengannya, yang kini sudah ber-KTP Palu.
"Dulu awalnya nomornya masih aktif, tapi nggak tahu tiba-tiba dihubungi sudah tidak aktif, kurang lebih sudah 7 tahun ini nggak ada kabar," kata Waginem kepada TribunSolo.com, Jumat (11/2/2022).
Keluarga yang di Sragen baru mengetahui keadaan Tili setelah viral berkat keberaniannya itu.
"Tahu kabarnya ya setelah viral itu, terharu menangis, senang keadaannya sehat disana, sudah bertahun-tahun nggak melihat," jelas dia.
Sebagai seorang kakak, Tarumi merasa rindu dengan kehadiran sosok sang adik itu.
Perasaan rindu ternyata juga hadir diutarakan oleh sang ibu, Waginem.
Ia bingung menanyakan kabar sang anak terkecilnya itu, karena tidak memiliki nomor handphone yang bisa dihubungi.
Baca juga: Cerita Masa Kecil Tili, Pria Asal Sragen yang Bebaskan Buaya Berkalung Ban di Palu: Suka Hewan Liar
Baca juga: Sosok Tili, Wong Sragen yang Lepas Jerat Ban di Tubuh Buaya : Sejak Kecil Suka Hewan Liar
"Selama 6 sampai 7 tahun nggak bisa menghubungi, saya kangen, tapi harus bagaimana? kakaknya di Sulawesi juga tidak ada kabarnya," ungkap Waginem.
Setelah menikah, Tili sempat tinggal di Sragen, yang kemudian pindah ke daerah asal sang istri.
Tili sempat pulang pada tahun 2009, ketika sang ayah meninggal dunia, dan setelah itu Tili tidak pernah pulang ke Sragen hingga kini.
"Awalnya merantau dulu masih mengurus orangtua di Sragen, mengirimkan uang, masih bisa dihubungi," katanya.
"Setelah itu nggak bisa lagi, saat gempa Palu kemarin pikiran saya tidak tenang, namanya orangtua," aku dia.
Suka Hewan Liar
Ternyata, Tili dulu merupakan warga Desa Kandangsapi, Kecamatan Jenar, Kabupaten Sragen.
"Iya benar, Tili anak dari Pak Foto dan Ibunya Waginem, alamatnya di Dukuh Pondok, RT 19, Desa Kandangsapi, Kecamatan Jenar," kata Ratno, Bayan Desa Kandangsapi kepada TribunSolo.com, Kamis (10/2/2022).
Lanjutnya, Tili memiliki nama asli Paiman.
Ratno sendiri mengenal sosok Tili, yang merupakan pecinta satwa liar sejak kecil.
"Nama aslinya Paiman, sejak kecil memang suka hewan liar," ujarnya.
Rumah Tili di Palu
Sosok Tili mendadak ramai jadi perbincangan.
Hal ini tak lepas dari aksinya yang berhasil melepas ban dari Buaya yang viral beberapa tahun di Bumi Tadulako.
Kini Tili jadi incaran awak media di Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Baca juga: Terungkap Trik Tili saat Bebaskan Buaya Berkalung Ban di Palu,Tangkap Anaknya Dulu Baru Pasang Umpan
Baca juga: Ampuhnya Tili, Wong Sragen yang Bebaskan Buaya Berkalung Ban di Palu, Padahal Panji Petualang Nyerah
Diketahui, penangkap Buaya Berkalung Ban itu tinggal di BTN Tinggede, Kecamatan Marawola, Kabupaten Sigi, Sulteng.
Meski begitu, ternyata Tili adalah warga asal Sragen, Jawa Tengah.
Dilansir dari TribunPalu, rumah Tili berwarna paduan hijau, kream, dan putih.
Atap rumahnya berwarna merah maron.
Bangunan permanen itu tepat berada di pinggir jalan, atau berhadapan dengan perumahan Dream Land Tinggede.
Dari tuggu nol atau pusat Kota Palu hanya berjarak sekitar 15 menit.
Di halaman rumahnya ada kandang burung dari tripleks dengan 13 sangkar.
Terdapat satu sarang burung juga tepat di teras rumahnya, dekat pintu masuk ke dalam ruangan tamu.
Rumah berbentuk persegi empat itu juga dikelilingi pagar besi.
Baca juga: Viral Foto Penampakan Buaya 4,7 Meter di Labuan Cermin, Ditemukan di Tempat Renang Wisatawan
Dari keterangan tetangga Tili, penyelamat buaya itu sehari-hari berburu burung.
"Biasanya burungnya itu dijual," katanya dikutip dari Tribunpalu, Selasa (8/2/2022).
(*)