Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Masjid kuno masih banyak ditemukan di Kabupaten Sragen.
Salah satunya Masjid Mujahidin yang beralamat di Dukuh Bulu, Desa Karanganyar, Kecamatan Sambungmacan, Kabupaten Sragen.
Nampak, dari luar masjid tersebut seperti masjid kuno lainnya, dengan arsitektur Jawa.
Baca juga: Masjid Ciptosidi Peninggalan PB IX san PB X di Sukoharjo, Ada Beduk dan Mimbar Tua
Baca juga: Terekam CCTV : Aksi Pria Curi Uang Wakaf di Masjid saat Bulan Puasa, Ekspresinya Malah Cengar-cengir
Meski bergaya arsitektur Jawa, juga terpasang kubah kecil di atas puncak atap masjid.
Bangunan masjid terdiri dari 3 ruangan, yakni tempat salat utama, tempat salat jamaah putri di sebelah kanan, dan juga teras masjid.
Ketika memasuki masjid, akan disambut empat tiang penyangga yang menjulang tinggi.
Juga terdapat mimbar untuk khotbah dengan corak berwarna hijau dan kuning, yang juga dilengkapi sebuah bedug di teras masjid.
Penasihat Takmir Masjid Mujahidin Buluboto, Sjamnuri mengatakan masih ada beberapa bagian masjid masih asli sejak didirikan 193 tahun lalu.
Baca juga: Sejarah Masjid Kiai Abdul Djalal Sragen: Berusia 232 Tahun, Didirikan Atas Perintah Pakubuwono IV
"Yang masih asli pilar penyangga masih asli, karena sudah tua, bagian bawahnya di cor semen, tapi kayu diatasnya itu masih asli, juga ada pintu dan mimbarnya juga masih asli," katanya kepada TribunSolo.com, Senin (18/4/2022).
Meski berusia ratusan tahun, masjid tersebut masih berdiri kokoh dan sudah beberapa kali dilakukan renovasi.
Salah satunya pemasangan plafon, agar para jamaah tetap merasa nyaman di dalamnya.
Sjamnuri melanjutkan masjid tersebut didirikan ketika masa perang Pangeran Diponegoro melawan penjajah Belanda.
"Masjid kuno itu didirikan tahun 1829 pada masa perlawanan Pangeran Diponegoro terhadap penjajah Belanda, oleh seseorang bernama KH. M Syafi'i," jelas Sjamnuri.
Baca juga: Viral Kucing Antar Pemiliknya Pergi Salat Tarawih, Setia Menunggu di Luar Masjid hingga Selesai
"Masjid tersebut dinamakan masjid Mujahidin konon sebagai pengingat bagi generasi penerus bahwa pendirinya adalah seorang pejuang," tambahnya.
Berdasarkan penuturan warga setempat, KH. M Syafi'i sendiri adalah salah satu teman Basah Sentot Prawirodirjo pengikut Pangeran Diponegoro.
Waktu peperangan, keduanya kalah peperangan yang kemudian dikejar-kejar oleh penjajah Belanda dan mencari tempat persembunyian sendiri-sendiri.
KH. M Syafi'i bersembunyi di hutan belantara yang banyak ditumbuhi pohon Bolu.
Di daerah tersebut, KH. M Syafi'i mendirikan sebuah rumah dan masjid kemudian menyebarkan agama Islam bersama dengan putranya bernama M. Alim.
Kegiatan penyebaran agama Islam berkembang pesat di daerah Bulu yang juga dilengkapi dengan pendirian pondok pesantren.
Baca juga: Bubur Samin Banjar Kembali! Panitia Bagikan 1.300 Porsi Setiap Hari di Masjid Darussalam Solo
"Lama kelamaan kegiatan pondok pesantren diketahui oleh pegawai kerajaan yang saat itu Rajanya adalah Sinuhun Paku Buwono ketujuh," terangnya.
Dinilai positif, kegiatan di Masjid Mujahidin Bulu mendapat perhatian dari keluarga keraton Surakarta Hadiningrat hingga Sinuhun Paku Buwono X.
"Hubungan antara Sri Sunan Pakubuwono X yang merupakan Raja Surakarta dengan kiai-kiai Buluboto bertambah erat sampai kepada putra-putra M Alim," jelasnya.
"Sehingga putra-putra M Alim diangkat sebagai abdi dalem Keraton Surakarta dengan pangkat Mantri Perdikan," tambahnya.
KH. M Syafi'i dimakamkan disebelah barat Masjid Mujahidin, yang masih didatangi peziarah dari luar kota hingga kini. (*)