"Prabowo terbuka terhadap generasi milenial dengan memilih Gibran sebagai cawapres. Tapi, ada sentimen negatif juga semisal bergabungnya Gibran ke Prabowo itu justru bisa menurunkan suara Pak Prabowo karena proses masuknya Gibran sebagai cawapres tidak dilakukan secara normal sebagai calon," ucap Saidiman.
Dia menilai tipisnya selisih elektabilitas Ganjar-Mahfud dan Prabowo-Gibran bisa dimaknai dukungan Presiden Jokowi tak berpengaruh besar.
Baca juga: Politisi PDIP Pertanyakan Undangan Tiga Capres di Istana, Deddy: Harusnya Dilakukan Sebelum Putusan
Kini rakyat akan melihat rekam jejak dalam memilih capres dan cawapres dan bukan hanya sekadar melihat trah politik.
"Pemilih kita itu sebenernya relatif independen. Mereka memilih berdasarkan rekam jejak dan program kerja, baru setelahnya mempertimbangkan aspek- aspek lain di luar itu," terang Saidiman.
Selain itu, dia berpendapat dinamika elektabilitas para paslon juga bakal kuat dipengaruhi debat publik.
Pada momen debat itu, dia meyakini Prabowo- Gibran potensial keok saat beradu gagasan melawan Ganjar Mahfud atau Anies-Muhaimin.
"Debat itu saya rasa punya pengaruh elektoral bagaimana publik melihat siapa yang paling ikhtiar di antara kandidat ini yang kira-kira melanjutkan keberhasilan Presiden Jokowi. Dari situ kemudian terlihat siapa yang tidak punya konteks dan tidak punya subtansi," jelas Saidiman.
Baca juga: Kata Ganjar Pasca Diundang Makan Siang di Istana Negara: Beliau Dukung Sistem Demokrasi yang Baik
Sejauh ini, Saidiman menilai, publik melihat Ganjar sebagai figur yang paling bisa meneruskan pembangunan Presiden Jokowi.
Setelah itu, baru Prabowo.
Anies yang menempatkan diri sebagai oposisi sangat kecil bakal dipilih simpatisan Jokowi.
"Karena Anies mengusung narasi perubahan," kata Saidiman.
(*)