TRIBUNSOLO.COM - Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad memberikan analisisnya soal peluang Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.
Saidiman Ahmad memprediksi Ganjar-Mahfud tak akan kesulitan menghadapi perlawanan Prabowo-Gibran.
Sebelumnya banyak yang pesmistis terhadap Ganjar-Mahfud karena mereka tak mendapatkan dukungan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca juga: Parpol KIM Bentuk Tim Pemenangan Prabowo-Gibran di Sukoharjo, Mulai Godok Kemenangan 1 Putaran
Namun dia meyakini Ganjar-Mahfud MD masih punya peluang menang.
Saidiman mengungkapkan analisis itu berkaca dari temuan sejumlah survei, termasuk yang dilakoni SMRC.
Berdasarkan hasil survei, elektabilitas Prabowo ternyata tidak naik signifikan meskipun berpasangan dengan Gibran.
Padahal, Jokowi telah merestui Gibran untuk maju sebagai cawapres pendamping Prabowo.
"Sejauh ini, belum bisa dipastikan siapa yang nomor satu. Tapi, kami melihat Gibran sebagai orang yang di-endorse Jokowi ternyata tidak signifikan (mendongkrak elektabilitas Prabowo). Pengaruh Jokowi ternyata sangat terbatas," kata Saidiman kepada wartawan, Senin (30/10/2023).
Baca juga: Isi Pembicaraan Presiden Jokowi dengan Tiga Capres saat Makan Siang Bareng di Istana Merdeka
Sementara itu, menilik hasil survei Litbang Kompas yang dirilis pada Agustus 2023 terkuak tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin mencapai 74,3 persen.
Angka ini tercatat sebagai tingkat kepuasan publik tertinggi Jokowi sejak 2019.
Jokowi tidak hanya dianggap memuaskan publik.
Dia juga dinilai punya pengaruh politik yang besar terhadap hasil Pilpres 2024 lantaran masih merawat kelompok relawan dengan jumlah anggota yang besar.
Salah satu contohnya adalah Projo yang diketuai Budi Arie Setiadi telah mendeklarasikan bakal mendukung Prabowo-Gibran.
Baca juga: PDIP Curiga Ada Toxic Relationship di Sekitar Jokowi, Pengaruhi Gibran Terima Tawaran jadi Cawapres
Namun kata Saidiman, tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi tidak serta-merta bisa diwariskan kepada Gibran.
Menurutnya, sebagian masyarakat saat ini justru kecewa lantaran Gibran bisa lolos menjadi cawapres Prabowo melalui proses yang kurang adil dan demokratis.
"Prabowo terbuka terhadap generasi milenial dengan memilih Gibran sebagai cawapres. Tapi, ada sentimen negatif juga semisal bergabungnya Gibran ke Prabowo itu justru bisa menurunkan suara Pak Prabowo karena proses masuknya Gibran sebagai cawapres tidak dilakukan secara normal sebagai calon," ucap Saidiman.
Dia menilai tipisnya selisih elektabilitas Ganjar-Mahfud dan Prabowo-Gibran bisa dimaknai dukungan Presiden Jokowi tak berpengaruh besar.
Baca juga: Politisi PDIP Pertanyakan Undangan Tiga Capres di Istana, Deddy: Harusnya Dilakukan Sebelum Putusan
Kini rakyat akan melihat rekam jejak dalam memilih capres dan cawapres dan bukan hanya sekadar melihat trah politik.
"Pemilih kita itu sebenernya relatif independen. Mereka memilih berdasarkan rekam jejak dan program kerja, baru setelahnya mempertimbangkan aspek- aspek lain di luar itu," terang Saidiman.
Selain itu, dia berpendapat dinamika elektabilitas para paslon juga bakal kuat dipengaruhi debat publik.
Pada momen debat itu, dia meyakini Prabowo- Gibran potensial keok saat beradu gagasan melawan Ganjar Mahfud atau Anies-Muhaimin.
"Debat itu saya rasa punya pengaruh elektoral bagaimana publik melihat siapa yang paling ikhtiar di antara kandidat ini yang kira-kira melanjutkan keberhasilan Presiden Jokowi. Dari situ kemudian terlihat siapa yang tidak punya konteks dan tidak punya subtansi," jelas Saidiman.
Baca juga: Kata Ganjar Pasca Diundang Makan Siang di Istana Negara: Beliau Dukung Sistem Demokrasi yang Baik
Sejauh ini, Saidiman menilai, publik melihat Ganjar sebagai figur yang paling bisa meneruskan pembangunan Presiden Jokowi.
Setelah itu, baru Prabowo.
Anies yang menempatkan diri sebagai oposisi sangat kecil bakal dipilih simpatisan Jokowi.
"Karena Anies mengusung narasi perubahan," kata Saidiman.
(*)